Daniel bangkit dari kursinya lalu mendekati Aldo. Tanpa belas kasih Daniel mencekik leher pria itu dan memojokkannya hingga ke dinding ruangan.“Kau lupa apa yang Olivia lakukan pada misi penculikan dan penyerangan terhadap William satu bulan lalu? Jika bukan karena kebodohan kalian misi itu sudah berhasil, dendam kalian tuntas dan aku sudah memegang perusahaan sepenuhnya!” pekik Daniel.Aldo meronta-ronta berusaha melepaskan cekikkan pria gila itu. Alhirnya Daniel pun melepaskannya tetapi berujung dengan menendang perutnya.“Tidak bisakah kalian hanya fokus pada misi kalian? Supaya rencana ini berjalan cepat dan lancar?! Dengar ya kalau kau melakukan kesalahan yang sama atau mempertanyakan perintahku, aku tidak akan segan-segan untuk melaporkanmu atas penyerangan pada William di gedung biru itu.”“Jadi kau berencana untuk menjebak Olivia?” tanya Aldo terbata-bata karena rasa sakit diperutnya.“Semua itu tergantung pada Olivia, kalau dia berencana mengkhianatiku, aku akan menjebaknya
Aldo memukuli tubuh Olivia menggunakan bongkahan kayu yang di temukan pria itu di dekatnya. Olivia mengerang, tubuhnya menggeliat merasakan rasa sakit yang mulai menusuk-nusuk seluruh tubuhnya.Matanya berair menitikkan air mata, tetapi mau tidak mau Olivia harus menahannya. Sekali lagi Aldo memukulkan sebongkah kayu itu pada kaki Olivia yang ternyata tepat pada tulang keringnya.Bukan main rasanya seperti kaki Olivia patah padahal kakinya masih baik-baik saja hanya lebam menimbulkan lebam.Melihat kondisi Olivia, Aldo pun jadi merasa cemas. “Liv apa kau....”“Aku baik-baik saja, terus lakukan setelah itu segera hubungi William.”Aldo menurut dan terus memukuli tubuh Olivia walaupun ia tidak mengingikannya. Setelah terdapat cukup banyak lebam di tubuh Olivia. Aldo pun segera menghubungi William.Setelah William datang pertarungan di antara Aldo dan William pun pecah, Willuam juga bahkan terkelabui dengan akting Olivia serta Aldo dan berpikir bahwa Aldo adalah Daniel. Aldo juga berhasi
“Ada angin apa kau menghubungiku?” tanya Antony yang baru saja tiba di kafe.Pagi ini Olivia menghubungi Antony memintanya untuk bertemu untuk membicarakan sesuatu. Antony bisa memperkirakan mungkin ini soal William karena apalagi kalo bukan tentang itu.“Kalau ini ada duitnya aku ikut saja, karena sepertinya ini rencana di luar kerja sama dengan Daniel.”“Tentu saja ada, orang sepertimu mana mau melakukan sesuatu secara sukarela,” cibir Olivia.“Woah kau... padahal aku dengar dari staff hotel di desa itu, kau dulu wanita yang lugu dan baik hati, sekarang lihatlah dirimu.”Antony benar, Olivia tidak seperti ini dulu, ia selalu baik pada semua orang dan bersikap ramah juga hangat walaupun sedikit gampang marah.Tetapi sekarang, entahlah mungkin rasa kecewa yang Olivia pupuk pada William terlalu besar dan lagi Olivia tidak bisa menjadi wanita lugu seperti sebelumnya jika ingin melakukan hal-hal kotor seperti ini karena dia harus sering-sering berhadapan dengan manusia gila dan menyebalk
Olivia berdiri mematung di ambang pintu, melihat William bersama wanita lain. Olivia yakin seharusnya perasaannya baik-baik saja, ia tidak perlu terluka atau pun cemburu menyaksikan pemandangan itu karena yang ada dalam hatinya hanya tersisa kebencian pada William.Namun entah mengapa hati Olivia malah terasa seperti diperas, begitu pedih dan sesak, bahkan matanya mulai memanas hendak memancarkan air mata. Di dalam ruangan William yang tengah meronta-ronta beradu pandangan dengannya. Pria itu terlihat cemas dan takut begitu melihat Olivia.Tanpa bicara apa-apa Olivia berlari menjauhi ruangan itu seraya menahan kuat air matanya yang tidak bisa diajak kompromi. Oh sungguh Olivia tidak ingin menangisi pria berdarah dingin itu.“Olie....” seru William seraya mengenyahkan Sheila.William bergegas menyusul Olivia dengan kegundahan yang memenuhi hatinya.Olivia terus berlari menuju sudut gedung yang agak sepi untuk bersembunyi dan menenangkan hatinya.“Ini tidak benar Olivia apa yang kamu ra
Selama sisa hari suasana hati William jadi buruk. Ia lebih banyak diam dan termenung, ia bahkan berusaha menghindari Jimmy sebisa mungkin. Namun tentu saja tidak selalu berhasil karena Jimmy adalah asisten pribadinya.Seperti saat ini William mau tidak mau harus berada satu mobil dengan Jimmy karena sebelumnya mereka harus menghadiri rapat penting.Jimmy tentu saja merasakan perubahan sikap William padanya, tapi ia juga tidak ingin banyak bertanya dan membiarkan situasi canggung terus terjadi.“Apa hubunganmu dengan Olivia,” celetuk William tiba-tiba hingga membuat Jimmy menginjak pedal rem secara mendadak.Pria itu terdiam dengan wajah yang tegang seolah sedang menghadapi masalah besar.Sedangkan William tidak punya pilihan lain selain menanyakannya ia pendam pun tidak akan membuat semuanya menjadi jelas dan hanya akan menambah beban pikiran.“Kau diam tapi ekspresimu begitu. Kau tidak mau mengatakannya?” tanya William dingin.Jimmy tahu hari ini pasti akan datang, hari di mana ia ha
“Apa aku boleh memilih asistenku sendiri? Kamu tau kan tidak bisa nyaman dengan semua orang, harus orang-orang tertentu,” tanya Olivia penuh harap.Berharap William masih bisa membatalkannya dan membiarkan Olivia memilh sendiri“Hmm... boleh saja kalau itu lebih nyaman untukmu.”Yap kalau begitu artinya akan lebih menguntungkan Olivia mau bagaimana pun ia tidak bisa membiarkan pihak yabg William bawa masuk ke dalam hidupnya supaya tidak menjadi hambatan baginya dalam merencanakan balas dendamnya.Dengan senang Olivia memeluk tubuh William walaupun sebenarnya Olivia tidak ingin melakukannya.“Oh iya tentang Jimmy kenapa kamu tidak mengeluarkannya saja?” tanya Olivia penasaran.Olivia pikir william akan memecat Jimmy. Setelah apa yang dia ceritatakn tentang kejadian malam itu disertai tambahan bumbu agar ceritanya lebih dramatis dan memihaknya.“Aku ingin melakukannya, tapi lebih baik aku memberinya sanksi terlebih dahulu.”***Keesokkan paginya William memeriksa laporan keungan yang ba
Sebuah mobil hitam terlihat memasuki pekarangan rumah William. Terlihat Daniel turun dari dalam mobil itu dan bergegas masuk ke dalam rumah William begitu saja karena tidak ada petugas keamanan yang berani menghentikan pria itu, entah sebab apa semua pekerja di keluar Savero selalu takut pada Daniel.Di sudut lain ruangan rumah itu Olivia terlihat baru saja selesai mandi, ia masih menggunakan handuk kimononya keluar dari kamar mandi seraya mengeringkan rambutnya yang masih basah.Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan tampak Daniel sudah bediri di ambang pintu. Olivia terperanjat dan dengan refleks langsung mengeratkan handuknya kimono yang ia kenakan.“Apa yang kau lakukan di sini?! Menerobos masuk ke rumah orang!” pekik Olivia dengan geram.“Mencarimu tentu saja,” balas Daniel singkat.Pria itu kemudian melangkah masuk ke dalam kamar dan ia kunci pintu ruangan rapat-rapat. Olivia yang melihat hal tersebut panik bukan kepalang ia berlari ke arah pintu berusaha menghentikan Daniel.“Kau gi
Olivia mendelik, kemudian balas menatap Daniel dengan tatapan menggoda, lalu Olivia daratkan tangan halusnya di atas wajah pria itu.“Kau mau bermain api dengan adikmu?”Daniel mendengus, “Semua akan aku mainkan dengannya, perang, pertumpahan darah apa lagi? Sesuatu seperti bermain api dengannya bukan hal yang sulit, apa kau tertarik?” ujar Daniel seraya mengendus tengkuk Olivia dengan penuh gairah.Namun Olivia berusaha menahannya dan tidak ingin mengeluarkan reaksi yang berlebihan. “Kenapa kau ingin melakukannya?”“Bukankah itu adalah salah satu hal yang dapat menghancurkannya?” Daniel menyeringai, “Aku akan merebut atau menyingkirkan apa pun yang William miliki. Terlebih seseorang yang paling berharga untuknya. Kau yang lebih tau seberapa besar cinta pria itu padamu. Dan cara ini adalah cara yang paling mudah.”Olivia memiringkan kepalanya, “Berarti kau akan menyingkirkanku?” tanya Olivia dengan cemas.Daniel terkekeh, “Bukankah itu sudah terjadi? Kau tidak memihaknya lagi dan hany