"Ganti rugi semua perbuatanmu." Kila mendekat dengan wajah berapi-api.
Aku mendorong tubuhnya menjauh. "Jangan menyentuhku, kau dan aku beda kasta!" Ucapku membuatnya semakin marah."Arrkk, kau lihat istri kampunganmu itu mas?" Kila berjalan mendekati mas Fandi. Telunjuknya masih menunjuk kearahku. " Bajunya saja tak sebanding dengan bajuku, berani nya dia menghinaku dipernikahanku sendiri!" Kila mencoba membuat mas Fandi terpancing amarah.Aku memandang bajuku sendiri. Ah, aku lupa mengantinya sebelum kemari. Biarlah, baju ini juga bagus, paling tidak auratku tak terumbar kemana-mana."Dari mana kamu bisa menganti semua kerugian ini Sri? Berapa tabunganmu sampai berani menyewa alat berat?" Mas Robi kembali merendahkanku."Berapa ganti rugi yang kau minta?" Aku bertanya pada Kila dan keluarganya."Sepuluh juta ! Jika tidak, aku bawa kau kekantor polisi!" Ucap bapak wanita itu.Semurah itukah hargadiri keluarga ini?"Ahahahaa, jangankan sepuluh juta, sekarang dua juta saja, mbak Sri pasti gak punya uang !" Fina tertawa menatapku."Perempuan tak tau terimakasih! Aku bahkan bisa membayar hargadirimu !" Aku berjalan mendekatinya. Sejak tadi aku sudah menahan amarah ini padanya. Namun memang manusia tak punya otak, dia terus saja memancing amarahku."Kau fikir, siapa dirimu sebelum bertemu denganku Fina? Kau hanyalah seorang gadis lulusan SMA, yang bermimpi ingin kuliah. Tapi sayang, Orang tuamu tak mampu! Lupa siapa yang menjadikanmu sarjana?" Aku melipat tangan di depan dada.Wajah angkuh itu berubah pias. Mungkin dia tak menyangka, bahwa aku juga tega mengungkit kembali apa yang telah aku berikan dulu."Sri, kenapa kau membahas masa lalu?" Mas Fandi memperingatkan."Lalu apa yang harus kubahas? Masa kini, dengan penghianatan yang kau berikan? Harusnya aku mencatat semua bantuan yang pernah kalian terima dulu !""Jangan sombong kamu Sri, bukankah dulu kamu bilang itu pemberian pada saudara?" Mas Robi mencari pembenaran."Iya, itu namanya mbak Sri gak ikhlas, pantas saja hidupnya gak berkah, suka sekali mengungkit-ungkit apa yang sudah di berikan pada saudara sendiri! " Fani menambahkan."Benarkah? Apakah sekarang kita saudara?" Mas Fandi mendekatiku. "Hentikan Sri, jangan menambah malu keluargaku lagi. Apa sulitnya menerima pernikahan yang sudah terjadi ini?"Aku menatap mas Fandi tak percaya. Apa yang sebenarnya ada dalam kepala manusia ini? Bagaimana bisa dia memintaku menerima pernikahannya?"Aku tak bisa menerima mas, hatiku tak sekuat itu. "Aku berkata lirih, meski mampu melewatinya, tak bisa kupungkiri aku tetap saja tak ikhlas membagi raga bersama wanita lain."Sudahlah mas, ceraikan saja wanita itu. Toh dia tak bisa menerima pernikahan kita. Lagi pula, mas bilang malu mengakuinya sebagai istri. Lihat saja caranya merawat diri, apakah pantas jadi istri direktur?""Jangan begitu Kila, bagaimanapun Sri ibu dari anakku."Kila memutar matanya kesal. Dia laku berjalan mendekatiku. "Kau dengar, mas Fandi mempertahankanmu hanya demi anaknya! Sekarang mana, sepuluh juta yang aku minta ?" Kila menengadahkan tangan.Aku tersenyum getir. Selain mengemis suamiku, dia juga mengemis uangku. Sungguh wanita yang sangat tak berotak.Aku mengambil selembar cek didalam tas dan menuliskan sebuah nominal. " Ini, seratus juta kubayar sekarang kerugian bersama harga dirimu !" Kutempelkan cek itu di jidatnya yang berkeringat.Fani dan mas Robi tertawa semakin kencang. "Sudah gila rupanya istrimu itu Fan, Tabungan saja tak punya, bagaimana bisa dia buat cek seratus juta?" Mas Robi dudukenyentuh perutnya."Iya, kebanyakan mimpi tinggi mbak Sri, sampai ngigau bisa nulis cei segala." Fani dan suaminya masih tertawa bersama."Jangan buat dirimu malu Sri, pulang saja, kita bicara setelah urusanku disini selesai." Mas Fandi berbisik."Aku pasti pulang mas, kau jangan khawatir. Kau benar tak mau cek ini?" Aku kembali bertanya pada Kila dan wanita itu justru menatapku remeh. "Baiklah jika kau tak mau, jangan lagi memintaku menulisnya !" Aku merobek cek itu menjadi kecil dan melemparnya keudara."Aku ingin uang kes! Bilang saja kau tak punya uang lagi!" Kila masih menuntut."Sudah Kila, banyak tamu mulai datang, nanti lagi saja." Ibunya meminta, namun Kila tak perduli, dia tetap menatapku tak suka." Sudah ayo kita masuk ! Pergilah Sri, sebelum kau melihatku lebih marah lagi " Mas Fandi menarik Kila menjauh dariku. Aku tersenyum getir melihatnya mengandeng wanita lain, memasuki rumah di belakang dekorasi.Baiklah mas, kuterima perlakuan ini sekarang, namun akan aku buat kalian menyesal sudah membuat diriku merasakan sakit hati. Tak akan aku biarkan kalian tenang sedikitpun Aku berjalan mendekati mas Fandi. " Tak perlu pulang kerumah mas, Mobil dan rumah sudah kujual!" Mas Fandi menghentikan langkahnya. Dan yang lain menatapku tak percaya, "Apa yang kau katakan? Bisa ulangi sekali lagi?""Aku sudah jual mobil dan rumah!" Aku kini berjalan keluar, menghampiri mas Robi yang masih menatapku remeh."Kenapa? Beraninya kau meremehkanku Sri. Bisanya kau bertindak tanpa persetujuanku!" Mas Fandi bertanya lagi.Aku tersenyum. "Bukankah semua ajaramu mas? Kau yang lebih dulu bertindak tanpa persetujuanku? Aku hanya mencontohmu!" Aku berjalan meninggalkan mas Fandi."Jangan lupa Mas Robi, aku menagih uang yang pernah kau pinjam dariku dulu. Dua belas juta bukan?" Aku menghampiri lelaki angkuh itu dan berbisik ditelinganya.Masih segar dalam ingatan, bagaimana dia kebinggungan membayar operasi caesar mbak Lia saat melahirkan anak keduanya, sembilan tahun yang lalu. Dan kupinjamkan tabunganku padanya tanpa jaminan saat semua orang menutup mata tak memberinya kepercayaan.Lelaki itu semakim tajam melihatku, tak percaya, aku menagihnya disini. " Setelah acara ini, aku minta kau membayarnya juga!"Aku berjalan keluar rumah.meninggalkan mereka dengan kecemasan yang berlebih. Tentu saja, jika kuungkit semua pengorbananku pada keluarga mas Fandi, mas Robi dan Fani bisa pulang tanpa sehelai baju pun.Mas Fandi masih berusaha mengapaiku untuk meminta penjelasan. Dia bahkan kini ikut berjalan keluar rumah Kila. "Kenapa kau jual rumah dan mobil? Kau bercanda kan?" Dia kembali bertanya."Tidak, aku memang akan menjualnya. Aku sudah bawa mobilmu kemari." Kutunjukkan kunci mobil didepan mas Fandi."Kau menyetir sendiri Sri? Kau bisa menyetir?""Ya, jangan kira aku wanita bodoh mas, kau salah memilih lawan !" Aku mendorongnya menjauh.Sebuah notifikasi terdengar dsri ponselku. Aku membukanya dan membaca sebuah pesan.[Semua sudah siap nyonya] "Baiklah, jemputanku sudah datang. Aku pergi dulu." Aku berjalan keluar gang dan kembali, mas Fandi menarik tanganku."Bawa kemari kunci mobilnya."Kutepis tangannya dengan kasar. "Jangan memancing amarahku mas!" Ucapku lebih tak suka.Kutinggalkan dia yang menatapku tak berdaya.Semantara aku tetap berjalan keluar setelah membaca pesan dari ponselku. Sebuah mobi Lexus LM 350 hitam berhenti di depan gang rumah Kila. Semua mata membelalak, terlebih keluarga bertopeng di depan rumah Kila itu. Mereka semua seperti tikus yang baru melihat setumpuk buah segar.Seorang lelaki ber Jas hitam turun dari dalam mobil dan membukakanku pintu belakang."Apa kabar nyonya?" Arman, lelaki yang sudah sejak lama ikut denganku menyapa. Dia terkejut dengan penampilanku Sekarang. Dengan gamis sederhana dan sepatu, tas yang tak pernah ganti model, aku memang merasa sudah lama tak membahagiakan diri sendiri."Baik man. Jangan memandang ku begitu, apa aku begitu mengejutkanmu?" Arman salah Tingkah. "Maaf Nyonya, tapi nyonya terlihat sangat sederhana."Aku tertawa. "Mereka bilang aku kumal man, tapi aku lebih suka begini, apa adanya!" Aku masuk kedalam mobil dan duduk bersandar pada kursi."Kita mau kemana Nyonya?""Kerumah Bapak man. oh iya, ini" Kuserahkan kunci mobil dan BPKBnya pada Arman. "Jual mobil itu bersama rumahku di Karanganyar kota.""Jual nyonya?""Iya, dan kosongkan juga rumah itu ! Hari ini aku akan kembali kerumah besar dulu, lalu menjemput putriku setelahnya!"Aku melihat Arman turun dan menuju mobil hitam di belakangku. Aku baru menyadari, Arman membawa pasukannya kemari. Ada tiga mobil hitam berjajar di belakang mobil ini.Hidup sebenarnya baru akan dimulai mas Fandi. Akan aku perlihatkan siapa Sri Rejeki itu! Wanita yatim piatu yang tak bisa kau injak-injak begitu saja!Pov Fandi.Kedatangan Sri dalam pernikahanku dan Kila membawa banyak sekali masalah. Ia menghancurkan tempat resepsi, membuat gaun pernikahan kami penuh minyak cabai, bahkan menjual mobil dan rumahku di Karanganyar. Dan kini, aku melihat mobil seharga milyaran, menjemputnya dengan seorang bodyguard. Ada apa ini?"Mas lihat sendiri, apa yang sudah dilakukan istri kumalmu itu?" Kila menarik lenganku dengan kesal. Aku tau dia jengkel, semua yang dia atur sejak beberapa bulan lalu, hancur hanya dalam hitungan menit. Menang keterlaluan sekali si Sri itu !" Apa yang akan kita lakukan Fan, tamu undangan sebentar lagi mula berdatangan!" Bapak Kila bertanya dan aku hanya bisa diam. Otakku sedang memikirkan banyak hal tentang Sri, bagaimana bisa aku memikirkan resepsi ini juga."Mas, kenapa diam, Bapak sedang bertanya!" Kila menguncang tubuhku.Aku menepisnya dengn kesal. "Diamlah Kila, aku sedang berfikir!"Wanita itu berangsut mundur, menatapku tak suka, dia terlihat berkaca-kaca. Biarlah,
Pov Fandi.Ini akan jadi malam panjang. Aku bisa mati berdiri jika tak bisa mengganti semua uang Bapak Kila. Bagaimana ini?Kuseka keringat yang menetes di pelipis. Beginikah rasanya dapat masalah dengan mertua?Selama ini, aku menikahi Sri yang hidup sebatang kara. Mau kuapakan juga tak akan ada yang membela. Tapi sekarang, Kila punya orang tua yang super banyak aturan.Gluduk.... gluduk...Suara gemuruh terdengar dari langit. Kilatan cahaya juga terlihat dari sisi kiri tempatku duduk. Gulungan awan hitam itu perlahan mendekati tempat kami berada.Jangan sekarang langit, aku mohon jangan menambah kesialan ini dengan air kirimanmu!"Mas, kok mau hujan?" Kila terlihat panik. Dia berdiri dan mengamati langit di atas teras rumah. Sementara aku, Tentu saja lebih panik. Harusnya hujan tak datang di hari sepenting ini, di musim kemarau juga.Apakah banyak orang yang berdo'a agar air langit itu segera turun?Belum juga kutemukan ide mengatasi masalah ini, tetesan air sudah jatuh ke tanah. T
"Nyonya baik-baik saja?" Suara Arman membuyarkan lamunanku."Baik, aku baik man, hanya entahlah, mungkin begini rasanya patah hati." Aku mencoba tersenyum. Meski sesak masih menjalar, siapa yang tak terluka, datang di dalam pernikahan suami sendiri.Berusaha memejamkan mata, tapi sungguh aku tak dapat merasakan kedamaian. Bagaimana akan aku katakan pada Lala, tentang apa yang sudah terjadi. Mungkinkah bijak, membagi kisah ini pada gadis sekecil dia."Jika boleh saya bertanya nyonya." Kembali Arman membuatku melihatnya."Iya, katakan?" "Siapa orang yang memakai baju pengantin tadi?"Aku tersenyum. "Kau lupa man, Lelaki kurus kering yang Bapak bilang mirip Cacing kremi itu" Aku menjelaskan. Aku tak pernah memperkenalkan Mas Fandi pada Bapak angkatku, sejak awal beliau tak pernah setuju. Tak adakah lelaku lain yang lebih pantas untuk menyandingmu nduk? Lelaki macam cacing kremi begitu mau menikahimu ?Kalimat itu terucap saat aku baru menunjukkan selembar foto mas Fandi. Namun Bapak
Memiliki Bapak seperti Tuan Lee, tak pernah sedikitpun terlintas dalam imajinasi seorang yatim piatu sepertiku. Aku bahkan tak tau siapa dirinya, saat pertama kali kami bertemu dulu.Saat duduk di bangku sekolah dasar. Aku berjualan pukis setelah selesai sekolah, uang hasil jualan biasa ku beli kan sesuatu yang begitu aku inginkan. Baju , sapatu atau apapun yang anak seusiaku inginkan. Sebagai anak panti, uang jajanku di jatah dan tak akan bisa bertambah meski kami terus merengek meminta. Bagi kami, memiliki uang lebih adalah sebuah kemewahan."Makan ini om" Kusodorkan dua pukis pada lelaki dengan Baju lusuhnya. Ia menatapmu sekilas dan melahap juga pukis itu tanpa jeda. Tangannya menegadah lagi. Kuberikan saja pukis terakhir di dalam Keranjang."Thankyou..." Hanya kata itu terucap. Dia lalu berdiri mendekati kran air di ujung taman kota. Menenggak dengan segarnya air yang keluar.Aku yang hanya anak kecil sebatang kara, bahkan tak tau apa arti kalimat yang di ucapkan lelaki itu. S
Mas Fandi melepaskan ku. Aku bisa melihat tangan kosongnya mengepal kuat. Urat nadi nya keluar, menahan amarah yang pasti sangat bergejolak.Kurapikan jilbab dan gamisku. Sementara Arman masih mengacungkan pistol nya. Ternyata, mas Fandi sedang cemburu buta pada pengawal ku sendiri. Arman memang bukan lelaki jelek. Dia lebih gagah dari mas Fandi. Tingginya hampir 180 cm. Dengan garis rahang yang tegas, dan potongan rambut pendeknya, siapapun bisa melihat bahwa dia orang yang sangat serius."Turunkan pistol mu Man." Aku menarik tangan Arman kebawah. Dia dengan sigap memasukkan kembali pistol ke belakang tubuhnya. Namun matanya. Bagai elang, berkilat tajam menatap gerak-gerik mas Fandi.Mengerikan ! Beginikah pembunuh bayaran beraksi? Bapak tak akan sembarangan menerima anak buah. Mereka haruslah memiliki kemampuan di atas rata-rata. Paling tidak, kemampuan bela diri nya sudah mempuni. Dan Arman adalah satu, dari ratusan anak buah Bapak yang b
"Nyonya baik-baik saja?" Arman bertanya padaku yang masih berusaha mencari ketenagan.Kugeser dudukku agar lebih nyaman. '" aku baik man, tenanglah." "Menurutmu man, apakah fisik yang sempurna itu penting untuk semua lelaki?" Arman diam sebentar, lalu kembali melihat kearah ku. "Apa bedanya manusia dan hewan, jika hanya sebatas mengandalkan fisiknya untuk membuat pasangan kita tertarik?" Aku mengerutkan alis. " Maksudnya?""Burung merak mengepakkan sayap cantiknya untuk mencari pasangan di musim kawin, beberapa hewan bahkan memberikan bau khas agar pasangannya tertarik. Tapi hanya beberapa yang setia seperti merpati dan pinguin kan?""Otakku tak sampai man, jangan membuatku berfikir keras.""Mereka hewan nyonya, sah saja berganti pasangan dan berhubungan dimanapun. Tapi manusia? Kita ini diberi akal lebih, begitu rendahnya nilai kita bila hanya melihat sesuatu dari fisiknya !"Aku terdiam, meski kenyataan dil
Aku belum berani menjawab tanya Lala tentang ayahnya, Selalu saja kualihkan pembicaraan untuk membuatnya sibuk dengan sesuatu. Sekuat apapun aku berusaha, nyata nya masih saja ada rasa takut untuk menyakiti hatinya.Hingga pagi ini, aku yang harusnya pulang kerumah besar tadi malam, harus tidur disini karena alasan menghindari pertanyaan Lala. Sampai kapan. . ." Jangan menipunya lagi Sri, Lala berhak tau." Raya memberiku nasihat.Kutatap Lala yang sedang bermain di taman rumah ini. Aku tau, memang sebuah kesalahan menyembunyikan semua dari Lala."Sri, anakmu gadis yang cerdas. Jika tak mendengarnya darimu, dia bisa saja mendengarnya dari orang lain. Bukankah itu akan lebih menyakitkan?"Raya menggenggam tanganku. Mencoba menguatkan ku. "Kau benar Ray, harusnya aku katakan saja yang terjadi." Aku mencoba mengumpulkan kekuatanku sendiri."Percayalah, jika dia belum mengerti, bukan berarti dia tak akan mengerti " Raya memegang pundak ku. Dia tau, aku sedang mencoba mengumpulkan keberan
POV KilaSemalaman aku tak tidur. Mas Fandi tak pulang kerumah, bahkan di malam pernikahan kami. Semua itu karena Sri si kumal. Nika saja dia tak membuat begitu banyak masalah, aku rasa pernikahan ini akan berjalan seperti yang aku impikan. Sayangnya semua hancur karena wanita jelek itu."Mau kemana kamu La?""Nyusul mas Fandi pak!" Aku ambil kunci motor di lemari depan."Memangnya Fandi kemana?"Aku diam, lupa jika Bapak pasti tak tau kepergian mas Fandi. Aku lalu berjalan mendekati Bapak. "Kila pergi dulu pak." "Tunggu la, Fandi kemana?"Aku menggigit bibir sendiri, takut jika bapak menanyakan alasan kepergian mas Fandi. Masak aku harus bilang isi rekeningnya hilang. Bisa marah besar Bapak."Mungkin Fandi ambil uang pak, kan dia tau pakai uang Bapak buat bayar konsumsinya." Ibu memberi alasan yang menyelamatkan ku sementara waktu."Iya, benar juga. Yasudah, ini kasihkan Fandi." Bapak merogoh saku dan