Sementara Pak Cahyadi menemui para wartawan dan perwakilan keluarga yang datang, Carlo dan Tommy hanya bisa terdiam di dalam ruangan kantor pabrik itu. Mereka terus berpikir dan berusaha mencari solusi dari masalah itu. Tiba-tiba ponsel Carlo berbunyi. Carlo segera menjawab panggilan telepon itu. Ternyata salah seorang anak buah Carlo menelepon untuk melaporkan hasil penyelidikan kasus itu."Halo, bagaimana hasil penyelidikan kalian?" tanya Carlo."Pak, kami menemukan sesuatu yang aneh dari kasus ini," jawab anak buah Carlo."Kalau begitu sekarang juga kalian ke pabrik! Saya dan Tommy menunggu di sini. Jangan terlalu menarik perhatian, karena di luar pabrik masih banyak orang dan wartawan. Mengerti?"Tanpa membuang waktu, anak buah Carlo datang ke pabrik untuk menyampaikan hasil penyelidikannya. Manajer sengaja mengarahkan anak buah Carlo itu melalui pintu bagian belakang pabrik."Bagaimana hasilnya? Apa yang kamu temukan?" tanya Tommy penasaran."Kami sudah menyelidiki panitia acara
Mereka memutuskan untuk kembali ke pabrik dan berusaha memikirkan langkah selanjutnya. Bu Inah belum boleh kembali ke rumah karena Marco dan Tommy harus mengumpulkan informasi sedetail mungkin."Bu Inah, bagaimana ciri-ciri dua orang itu?" tanya Tommy."Saya gak ingat, Pak," jawab Bu Inah."Coba diingat-ingat dulu, Bu! Jangan langsung menjawab lupa seperti itu!" bentak Tommy."Sabar, Tom. Bu Inah, ini menyangkut bisnis keluarga kami. Usaha yang sudah kami rintis dan bangun selama puluhan tahun. Banyak pengorbanan, cinta, keringat, dan jerih payah yang sudah kakek saya curahkan di situ. Kalau Ibu bisa melihat dan mempertimbangkan hal itu, cukup bicara dengan jujur untuk menolong kami." Carlo berusaha membuka pikiran Bu Inah agar mau berdiri di pihak mereka.Kening Bu Inah berkerut seperti sedang mengingat sesuatu. "Ibu cuma ingat kalau salah satu pria itu kidal. Kalau wajahnya, saya gak tahu persis, karena mereka selalu memakai masker saat menemui saya," kata Bu Inah."Kidal? Coba ing
"Bagaimana dengan orang tuamu, Alex? Mereka gak suka sama aku dan gak merestui hubungan kita," kata Intan.Keduanya sedang duduk berdua di taman belakang rumah Intan sambil menatap rembulan dan bintang. Berkas cahaya lembut yang membuat hati keduanya semakin menghangat. Alex memandangi wajah cantik Intan. Kini ia merasa yakin bahwa dirinya memang sepenuhnya mencintai wanita di hadapannya itu. Alex tahu bahwa Intan adalah wanita berhati lembut yang mencoba untuk bangkit di tengah luka yang ia alami."Mungkin perlu waktu untuk meyakinkan mereka, Intan, tapi aku gak akan menyerah. Percayalah bahwa kita bisa melalui semua tantangan asalkan kita tetap bersama." Alex menggenggam tangan Intan dan mengecupnya dengan lembut."Asal kamu tahu, Alex, aku pernah berjanji pada diriku untuk menutup hatiku selamanya dan gak akan percaya pada pria mana pun. Rasa sakit karena luka dan pengkhianatan yang Tommy torehkan sangatlah dalam. Namun akhirnya aku melanggar sumpahku sendiri, aku memilih untuk pe
"Papa keterlaluan! Di mana hati nurani Papa? Selama ini aku mengagumi dan menghormati Papa sebagai orang yang bijak, pengertian, dan gak menilai orang dari segi kekayaan dan latar belakangnya. Aku sangat kecewa, Pa. Kalau Papa memang menolak hubungan kami, aku memilih keluar dari rumah ini," jawab Alex."Alex," bisik Intan. Ia benar-benar tidak berpikir kalau Alex akan rela melakukan itu demi dirinya."Nak, jangan seperti itu! Kamu adalah putra kebanggaan kami. Selama ini kamu selalu mendengarkan perkataan mama dan papa, kan?" Mama Alex memegang lengan Alex dengan erat.Alex terdiam sejenak dan menatap mamanya. Intan melihat raut wajah Alex sangat serius dan sedih. Ia memegang tangan mamanya dan melepaskan tangan itu perlahan."Maafkan aku, Ma. Kali ini aku gak bisa menuruti permintaan Mama. Ijinkan aku meraih kebahagiaanku sendiri," kata Alex."Jangan pergi, Nak! Mama mohon." Mama Alex mulai berurai air mata."Ma, aku sudah memilih dan memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Intan.
"Ini bukan kesalahanmu, Sayang. Papa dan mamaku yang terlalu keras mempertahankan pendapatnya dan gak mau mengerti keinginan hatiku. Aku yang minta maaf kalau kata-kata mereka membuat hatimu terluka. Seharusnya mungkin aku gak memaksa kamu datang kemari sekarang ini," kata Alex saat mereka berada di dalam taksi.Intan menyandarkan kepalanya di bahu sebelah kiri Alex. Ia bisa merasakan betapa berat beban dalam hati kekasihnya itu. Intan tidak tahu harus bagaimana, ia merasa cinta dan kebahagiaan enggan berpihak padanya. Dahulu Intan menemukan pria yang salah, yang tidak benar-benar mencintai dia. Kini saat Intan bertemu dengan pria yang tulus dan mau menerima dirinya apa adanya, justru kedua orang tua pria itu yang tak merestui."Asalkan kamu tetap bersamaku, aku pasti bisa melalui masa sulit ini. Tapi ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu." Alex menggenggam tangan Intan."Apa itu?" tanya Intan."Kalau aku bukan lagi seorang CEO perusahaan besar, gak punya uang dan fasilitas mewa
Sinar mentari mulai menembus masuk melalui celah pintu dan jendela. Alex membuka matanya perlahan dan tersadar bahwa dirinya bukan berada di dalam kamarnya. Segala bayangan peristiwa kemarin, juga ucapan papa dan mamanya kembali terngiang di telinganya. Benar, ia memutuskan untuk keluar dari rumah megah dan meninggalkan semua fasilitas miliknya. Alex duduk di tempat tidurnya dan merenung beberapa saat. Hari ini adalah pertama kalinya ia menjadi pengangguran. Biasanya di jam dan waktu seperti ini ia sudah berkutat dengan urusan pekerjaan yang memusingkan.Alex mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Sudah lama rasanya ia tidak bangun siang seperti ini, kecuali di hari Minggu.'Intan pasti sudah sibuk bekerja,' gumamnya.Alex memilih mandi dan memesan menu sarapannya. Ia mengirim sebuah pesan untuk Intan agar menghubungi dirinya jika sedang punya waktu luang.Tak lama kemudian, makanan pesanan Alex pun datang. Alex membuka pintu dan membayar makanan pesan
Kondisi Mama Alex yang lemah membuat Alex tak bisa mengacuhkannya. Pikiran dan fokus Alex sepenuhnya tertuju padanya.Papa Alex terus mengintimidasi Alex bahwa dirinya adalah penyebab melemahnya kondisi tubuh sang mama. Papa Alex memanfaatkan kondisi istrinya untuk menekan Alex dan membuatnya merasa bersalah.'Apa benar aku egois dan hanya mementingkan perasaanku sendiri? Apa aku gak boleh mengikuti kata hatiku dan meraih kebahagiaanku?' Pertanyaan itu terus terngiang dalam benak Alex setiap kali ia menatap wajah wanita yang telah melahirkan dirinya.Pagi itu Alex duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur mamanya. Sepanjang malam ia terus berjaga, karena sesekali sang mama akan membuka matanya dan selalu memanggil nama Alex. Jika sedang terbangun, Mama Alex selalu menggenggam tangan putranya dan enggan melepaskannya. Sekalipun Alex berjanji tidak akan pergi, sang mama tidak mudah mempercayai ucapannya. Mama Alex terus meminta Alex berada di sisinya. Alex bahkan harus mengabaika
"Tuan, ada yang ingin bertemu dengan Tuan," kata asisten rumah tangga Kakek Nugraha siang itu."Siapa?" tanya kakek penasaran."Seorang pria yang belum pernah datang kemari sebelumnya, Tuan. Akan tetapi beliau mengatakan bahwa ada sesuatu yang sangat penting yang harus ia sampaikan pada Tuan," jawabnya."Minta dia menunggu di ruang tamu!"Tidak semua tamu diterima untuk masuk ke ruang kerja atau kamar pribadi Kakek Nugraha. Biasanya hanya anak dan cucu yang akan diijinkan masuk ke dalam kamarnya."Baik, Tuan." Asisten rumah tangga itu berlalu meninggalkan kamar tuannya.Kakek Nugraha meminta perawat untuk membantu mempersiapkan dirinya. Setelah itu perawat mengantar kakek ke ruang tamu. Kakek melihat ke arah seorang pria paruh baya yang duduk di sofa dan menundukkan kepalanya. "Anda mencari saya?" Suara serak namun penuh wibawa milik Kakek Nugraha menggema di ruangan itu.Pria itu mengangkat wajahnya, kumis dan rambut yang mulai beruban terlihat ragu. "I-iya, Tuan."Kening kakek ber