“Aryan tidak mungkin jatuh cinta pada perempuan lain, tidak boleh!” gerutu Prisilia dalam hati.
Ada perasaan aneh di hati Shena saat Aryan mendekap tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, seakan waktu berhenti dan perasaan ini tidak pernah dialami saat bersama Alan.
Prisilia tidak mau Aryan dan Shena menjadi dekat. Dia harus membuat mereka berpisah. Otaknya berpikir dengan keras. Mata memicing dan senyumnya tertahan saat menemukan sebuah ide cemerlang.
“Aaah!” jerit Prisilia sembari terjatuh ke aspal. Perempuan itu terlihat lemas tidak berdaya.
Aryan segera menoleh ke arah Prisilia. Shena pun turut menoleh ke arah perempuan itu. Pelukan Aryan yang melemah, Shena segera mengambil kesempatan. Dia mendorong dada Aryan dengan kedua tangan. Tenaganya hanya tersisa sedikit karena belum sempat makan bahkan setelah melakukan malam pertama rasa kedua.
Napas Shena tertahan sesaat. Jantungnya berdebar begitu cepat karena sudah pasti tamat riwayat. Perempuan itu enggan untuk melihat siapa yang ditabraknya. Dia mengambil satu langkah ke belakang, tetapi ada yang menangkap lengan Shena cukup kuat. “Lepaskan aku!” pinta Shena sambil menepis tangan tersebut. “Anda pasien di rumah sakit ini. Kenapa Anda berkeliaran sambil memegang infus?” tanya lelaki itu. Suara bariton terdengar begitu familiar di telinga Shena. Itu bukanlah suara Aryan, pikirnya. Shena memberanikan diri untuk menatap orang di hadapannya. Namun, retinanya tidak dapat mengenali orang tersebut. “Saya bosan, mau cari udara segar,” jawab Shena mencari alasan. Lelaki itu tersenyum lalu melepaskan genggaman tangannya. Dia kemudian memanggil salah satu perawat untuk mengambilkan kursi roda untuk Shena. “Kalau begitu biar saya antar saja. Kebetulan saya mau berkeliling rumah sakit,” tawarnya. “Baiklah,” jawabnya. Shena mengangguk saja karena tidak punya pilihan lain. Baru
“Kenapa Aryan belum juga kembali? Aku … akulah wanita satu-satunya di hati Aryan. Tidak mungkin dia berpaling begitu mudah dan aku tahu sifatnya seperti apa. Aku akan membuat Shena tersingkir!” gerutu Prisilia sambil berdiri di depan jendela kamar.Mata Prisilia terbuka lebar saat mobil lamborghini mulai memasuki halaman rumah. Perempuan itu segera berlari menuruni anak tangga, menyambut kedatangan Aryan. Senyumnya begitu lebar penuh harap. Binar matanya pun memancarkan aura bahagia. Namun, saat dirinya sampai di depan pintu masuk, Terlihat Aryan sedang menggendong Shena. Walaupun tatapannya dingin tetapi Prisilia yakin kalau lelaki itu sudah tersihir pesona lugu milik Shena.“Ary, dia kenapa?” tanya Prisilia sambil memasang wajah sedih meskipun sebenarnya dia marah.Aryan tidak menggubris pertanyaan dari Prisilia. Lelaki itu harus memastikan jika Shena tidak kabur dari rumah ini. Ent
Aryan segera berlari meninggalkan Shena di kamar. Dia bersama asisten rumah pergi menghampiri Prisilia dan segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Sementara itu, Shena masih duduk di tepi bath tub sambil melamun.“Kalau Aryan pergi membawa Prisilia ke rumah sakit bersama anak buahnya, berarti rumah ini kosong. Apakah ini saat yang tepat untuk kabur dari rumah ini?” gumamnya.Shena keluar dari kamar, menengok kanan dan kiri membaca situasi. Dirasa sudah aman dia memutuskan melarikan diri. Perempuan itu tidak membawa apa-apa. Namun, ada satu tempat yang bisa dituju. Dia bisa berlindung di perusahaan ayahnya. Tidak mungkin perusahaan itu tidak berjalan, pasti masih ada beberapa direksi yang mengambil alih perusahaan tersebut.“Sepertinya aman, aku bisa pergi sekarang,” ucap Shena sambil terus menengok kanan dan kiri.Sepanjang perjalanan, Shena termenung. Nasibnya kenapa begitu buruk, dosa apa yang pernah dilakukannya hingga membuat terlunta macam ini. Jarak dari rumah Aryan menuju pe
“Bisa-bisanya Aryan tidak menemaniku di rumah sakit! Aktingku sudah meyakinkan tetapi dia hanya menyuruh anak buahnya saja! Ini tidak bisa dibiarkan!” geram Prisilia sembari memukuli ranjang rumah sakit.Sebenarnya saat asisten rumah memanggilnya, Aryan segera berlari menghampiri Prisilia. Namun, cairan merah itu tidak terlihat seperti darah. Sadar kalau tengah diperalat oleh mantan, dia memerintahkan anak buahnya membawa Prisilia ke rumah sakit. Sementara itu dirinya akan menjebak Shena yang pasti memiliki rencana untuk kabur.Sesampainya di rumah, Aryan tanpa ragu menarik lengan Shena kasar. Kali ini perempuan itu tidak bisa lari lagi karena penjagaan semakin diperketat.“Bagaimana rasanya, enak bisa berganti pasangan? Tadi bersama Archi, lalu mantanmu itu. Maumu apa? Merusak citraku dengan menjadi wanita nakal?” geram Aryan sembari mencengkram rahang istrinya.Shena menampa
“Siapkan sarapan untukku!” titah Aryan sambil mengaitkan satu per satu kancing kemejanya.Shena terbelalak saat melihat betapa gagahnya sosok Aryan ini. Tubuhnya atletis, tinggi juga tegap, tidak ada kelemahan. Dia jadi teringat saat malam pertama dengan lelaki itu. Tidak bisa dipungkiri jika malam itu dia menikmatinya karena berpikir lelaki itu Alan. Namun, setelah tahu semuanya berubah.“Aku tidak bisa masak!” tolak Shena.Aryan menghampiri istrinya dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. Tatapannya tajam sekaligus mematikan. Dia membungkukkan tubuhnya sedikit lalu berbisik ke arah Shena.“Aku tidak peduli, yang penting kamu yang harus masak!”Shena begitu kesal sampai kakinya dihentak-hentakkan. Dia bukan pemasak handal. Pengetahuan resep masakan pun terbatas. Dirinya melangkah menuju dapur lalu melihat ada roti, perempuan itu berpikir
Shena membulatkan matanya lebar. Tangannya mengepal dan sedikit gemetar. Meskipun sudah tahu perselingkuhan Alan dengan Clara, tetapi kenapa rasanya masih begitu sakit. Tarikan napasnya mulai memberat.“Selamat ya, Alan,” ucap Shena dengan suara gemetar tetapi sambil berusaha tersenyum.Clara mengangkat kedua alisnya, wajah yang semula murung, tiba-tiba saja berubah ceria. Dia pikir Shena akan marah dan mengamuk.“Hamil?! Bukannya kemarin kamu baru saja—“ Alan ikut terkejut sama halnya dengan Shena.Lelaki itu tidak suka mendengar kabar kehamilan Clara karena usahanya untuk mendapatkan Shena kembali tidak akan berhasil. Sudah susah payah dia membuat Shena percaya padanya lagi, tetapi Clara menghancurkannya dalam hitungan detik.“Sayang, jujur saja pada Shena,” desak Clara.Aryan menelan salivanya pelan. Mendengarkan pertengkaran ala pasangan begitu memuakkan di telinganya.“Tolong selesaikan masalah kalian di luar kantor. Saya pamit,” pungkas Aryan sambil merangkul bahu Shena erat.Al
Shena membulatkan matanya lebar. Tangannya mengepal dan sedikit gemetar. Meskipun sudah tahu perselingkuhan Alan dengan Clara, tetapi kenapa rasanya masih begitu sakit. Tarikan napasnya mulai memberat.“Selamat ya, Alan,” ucap Shena dengan suara gemetar tetapi sambil berusaha tersenyum.Clara mengangkat kedua alisnya, wajah yang semula murung, tiba-tiba saja berubah ceria. Dia pikir Shena akan marah dan mengamuk.“Hamil?! Bukannya kemarin kamu baru saja—“ Alan ikut terkejut sama halnya dengan Shena.Lelaki itu tidak suka mendengar kabar kehamilan Clara karena usahanya untuk mendapatkan Shena kembali tidak akan berhasil. Sudah susah payah dia membuat Shena percaya padanya lagi, tetapi Clara menghancurkannya dalam hitungan detik.“Sayang, jujur saja pada Shena,” desak Clara.Aryan menelan salivanya pelan. Mendengarkan pertengkaran ala pasangan begitu memuakkan di telinganya.“Tolong selesaikan masalah kalian di luar kantor. Saya pamit,” pungkas Aryan sambil merangkul bahu Shena erat.Al
Aryan tidak menjawab. Dia senang sekali melihat istrinya panik seperti ini, ada kenikmatan tersendiri hanya dengan mengerjainya.“Kenapa, takut?” tanya Aryan sambil membuka kancing bajunya satu per satu.“Tidak!” bantah Shena menantang padahal kakinya gemetar setengah mati.Aryan menyingkap selimut yang baru saja menutupi sepatuh kaki Shena. Perempuan itu terkejut dan segera menarik kaki.“Bilang saja takut. Kita sudah melakukannya tiga kali dan kamu masih takut?” Aryan menyeringai puas.“Ehm … tidak! Eh iya,” jawab Shena. Buat apa juga dia berbohong. Setiap kali lelaki itu mendekat dia selalu paranoid.Aryan menaiki ranjang, merangkak seolah hendak menerkam mangsa dengan perlahan. Shena menelan salivanya berulang kali, tangannya bahkan meremas seprai kuat. Aryan tersenyum dan semakin mendekat, dan kini w