“Wah, selamat ya! Sekarang kalian sudah resmi secara hukum dan agama menjadi pasangan suami istri,” tukas Alif yang tak lain adalah asisten sekaligus sahabat Bara.Senyum merekah dari kedua sudut bibir Bara, pria itu sudah tidak sabar menunggu malam tiba. Janji Nia yang akan memberikan haknya setelah mereka menikah secara hukum adalah yang paling dinanti.“Thanks, Lif!” Bara berseru riang. Entah dia seakan seperti anak kecil yang menatikan hadiah ketika telah telah berhasil melakukan apa yang diinginkan oleh orang tuanya.“Aduh, Pak Rektor. Koq seneng banget sih, penasaran ada apa sih?” senyum mengoda yang Alif tunjukan pada Bara.Bukan tidak tahu apa yang Bara pikirkan, Alif adalah orang terdekat Bara sudah tentu apapun yang terjadi pada Bara, Alif akan tahu.Sedangkan Nia yang masih bertahan dengan wajah datar-datar saja mengaggap Bara seperti anak kecil saja. Wanita itu sudah paham apa yang membuat Bara tampak sesenang itu karena sebelum hari ini mereka telah mendebatkan masalah in
“Mas, ngapain kita ke sini?”“Kenapa, kaget ya? Apa kamu pikir aku akan membawamu ke hotel sekalian eksekusi,” tebak Bara dengan senyuman menyeringai.“Ck, apaan sih,” decak Nia sebal sambil menerima uluran tangan Bara. Ketika Nia sudah keluar dari mobil, Bara mengajaknya masuk tapi sebelum masuk pria itu membisikan kata-kata. “Siapkan diri kamu untuk nanti malam.”Nia tersentak kaget mendengar ucapan Bara, namun dia tidak mau terlihat ketakutan lagi. Pasti Bara akan mengodanya terus. “Tenang, Nia. Anggap semua baik-baik saja dan coba ulur waktu agar dia bisa melupakan keinginannya untuk malam ini,” tekan Nia dalam hati.“Ngelamun? Ayo, Sayang!” Bara langsung menarik pinggang Nia posesif. Nia yang ingin menepis tangan pria itu terlanjur seseorang melihatnya dan menyapanya.“Waduh, pengganti barunya sudah datang nih!” celetuk seorang wanita dengan dress selutut berwarna merah yang tampak anggun, berjalan mendekati Bara dan Nia.“Selamat ya, pengantin baru semoga semuanya deh. Gue juga
“Makasih ya, Bara! Semoga pernikahan kalian langgeng dan cepat diberi momongan!”“Wah, pengantin baru cepet bikinin kita keponakan yang lucu-lucu ya!”“Makasih untuk acaranya makan-makannya dan sukses untuk pernikahan kalian!”Satu per satu ucapan dari teman-teman Bara, terdengar di pendengaran Nia. Beberapa juga ada yang tersenyum ramah pada Nia. Dan ada juga yang terlihat sinis. Entah apa salah Nia kenal aja tidak tapi seperti tidak suka dengannya.“Ih, dia kenapa koq gelap banget mukanya. Pasti dari mereka ada yang menyukai pria ini,” tanya Nia dalam hati.Sebenarnya sesuai syarat yang diberikan Nia bahwa pernikahan mereka harus dirahasiakan, tetapi ini jelas Bara telah melanggar syarat itu. Bukan tidak mungkin Nia akan mempermasalahkan. Hal itu akan dipakai senjata Nia untuk menolak memberi hak Bara karena pria itu telah melanggar syarat yang ia berikan.“Siapa suruh gak nepati syarat aku,” gumam Nia yang tidak didengar Bara.Acara telah selesai dan Bara juga sudah menyelesaikan s
Suara detingan bel beberapa kali dari luar sebagai penyelamat Nia. Tubuhnya sudah kaku, tapi bukan karena kedinginan tapi karena menahan gejolah aneh.“Kali ini kamu bisa lolos, Nia. Tapi lain kali jangan harap bisa sebelum menyelesaikan semuanya denganku,” ancam Bara dengan rahang mengeras.Bara bangkit dari bathtub dengan menyambar handuk yang ada tak jauh dari jangkauan tangannya kemudian melilitkan pada pinggangnya. Wajahnya terlihat menahan kekesalan dan Nia tidak peduli itu. Ia malah terlihat menahan senyuman dengan melipat bibirnya ke dalam.Saat Bara telah keluar dari kamar mandi, Nia menghela napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Hatinya penuh dengan kelegaan ketika sudah tak terlihat lagi tubuh Bara. Secepatnya dia langsung bangkit dan berdiri di bawah guyuran shower untuk membersihkan diri sebelum Bara datang lagi dan menagih janji Nia.Sedangkan di sisi lain. Bara keluar kamar mandi dan langsung menuju lemari dan mencari salah satu piyamanya. Pria itu mengganti
“Nia, koq dikunci, sih!” teriak Bara sambil mengedor-ngedor pintu dari luar kamar.Setelah beberapa jam berada di dalam kamar tamu, pada akhirnya Bara kembali ke dalam kamarnya yang ia tempati bersama Nia. Namun, langkahnya terhenti ketika pintu kamarnya terkunci dan siapa lagi kalau bukan Nia pelakunya.“Nia, buka gak? Lihat saja kalau aku bisa membukanya habis kamu sama aku ya!” ancam Bara. Masih tidak ada tanggapan dari Nia karena yang punya nama sedang tertidur pulas.“Koq, dia gak ada takutnya sama aku sih?” kesal Bara kerena belum mendapatkan tanggapan dari istrinya itu.Setelah menunggu beberapa saat, pintu masih belum terbuka. Bara tersenyum menyeringai. Dia lalu mencari sesuatu di laci meja ruang tengah. “Ah, ternyata ketemu juga!” lirihnya kemudian berjalan menuju kamar di sebelah kamar utama, kamar yang ia tempati bersama Nia.Klek. Pintu bisa terbuka dengan mudah dan Bara langsung tersenyum puas. Ya, Bara terpaksa membuka pintu konektor yang menghubungkan kamar utama denga
“Nia ...!” teriak Bara dari dalam kamar.Nia yang berada di dapur seketika tersentak kaget. Kebiasaan suaminya itu kalau pagi-pagi sudah bikin ribut saja. Kegiatan Nia di pagi hari adalah membuat sarapan setelah membersihkan rumah.“Ada apa sih, Mas. Aku lagi masak nih!”Nia balas teriak pada suaminya itu.Dikarenakan jarak kamar dan dapur lumayan jauh sehingga teriakan Nia harus kenceng supaya Bara mendengarnya.Entah mendengar atau tidak, pada akhirnya Bara kembali berteriak memanggil nama istrinya. “Nia ... bentaran sini!”Nia menghela napas sebelum mematikan kompornya. Aktivitas memasak terpaksa ditundu dulu untuk memenuhi panggilan sang Tuan Muda.“Ada apa sih, Mas?” tanya Nia ketika sudah berada di dalam kamar utama sambil mendekati Bara yang sedang berdiri di depan cermin. “Aku lagi masak untuk sarapan kamu itu.”Tatapan Bara mendadak berubah menjadi wajah yang bersalah tapi dia tidak boleh perlihatkan pada Nia. “Ehm ... tolong pasangin dasi aku dong!”Nia langsung menatap denga
Bara sudah duduk di meja makan ketika Nia datang. Secepatnya ia langsung berlari ke arah dapur untuk menyiapkan sarapan Bara.“Kamu gak ke kampus?” tanya Bara setelah melihat Nia yang belum siap-siap. Ah, dia melupakan kalau istrinya itu sedang membuatkan sarapan untuknya.“Bentar lagi, Mas!” jawab Nia sedikit teriak karena posisinya yang sedikit jauh, jarak antara dapur dengan meja makan.Setelah beberapa saat, Nia telah menyelesaikan masakannya, segera dia menuju meja makan untuk menata menu yang sudah dia buat. “Oke, sudah siap semua,” gumamnya padahal di sebelahnya ada Bara yang sedang menunggunya.“Mas, mau yang mana?” tanya Nia sambil menyiapkan piring dan sendoknya.“Biar aku ambil sendiri saja!” balas Bara yang seketika membuat Nia langsung mendongak menatapi suaminya itu. Merasa aneh saja, giliran pakai dasi saja minta dipasangkan sekarang makan tumben mau ambil sendiri padahal Nia menawari untuk melayani.Tanpa banyak bertanya lagi, Nia membiarkan suaminya itu mengambil send
“Hah, apa? menikah?”Nia langsung menutup mulut Tina saat sahabatnya itu berteriak mengatakan menikah. Ya, setelah ketahuan oleh Tina ketika Bara menyuruhnya untuk mencium tangannya. Sekarang Nia dan Tina berada di bangku-bangku kosong depan ruang laboratorium. Masih ada setengah jam untuk mereka ngobrol.“Kamu kalau ngomong jangan keras-keras bisa gak sih?” keluh Nia dengan kesal pada Tina yang masih memasang tampang tidak percaya dengan ucapan Nia kalau dia dan Bara sudah menikah.“Ups, maaf!” sesal Tina dengan wajah memelas. “Terus, terus gimana ceritanya koq kamu bisa nikah dengan Pak Bara?”Nia mengedarkan pandangan ke sekeliling takut ada yang melihatnya. Seharusnya dia tidak boleh mengatakan pada Tina, namun karena sahabatnya itu dari tadi memaksanya lagian Tina juga sudah terlanjur mengetahui kebersamaannya dengan Bara tadi.“Ceritanya panjang, Tin. Intinya sekarang kita sudah menjadi pasangan tapi aku mohon jangan sebarkan berita ini karena aku gak mau menimbulkan banyak omon