Astri menunggu kedatangan Ayah mertuanya. Dia cukup was-was, takut jika suaminya melihat dirinya. Sungguh Astri benar-benar tidak ingin melihat suaminya. Dia ingin segera bercerai, namun keadaan tidak memungkinkan untuk saat ini. Dengan terpaksa Astri harus menunda keinginan yang satu ini. "Maaf, Ayah lama ya?" tanya Herdi mengagetkan Astri yang sedang melamun. "Ayah!" Alin langsung mengahmbur ke pelukan Ayahnya. Lalu Astri menyalimi Herdi, begitupun dengan Syifa. Herdi memeluk Syifa dan mendudukkan Syifa di pangkuannya. " Kakek ... Syifa berat ya! Jangan pangku nanti kake pegel. Syifa udah gede nanti kake keberatan,"kata Syifa pada kakeknya. " Kakek masih kuat pangku Syifa! Kakek juga kuat gendong Syifa," ucap Herdi sambil tetap memangku Syifa. "Syifa kan udah gede kek, pasti Syifa berat," bantah Syifa yang kekeuh merasa bukan anak kecil lagi. "Iya ... Iya cucu kakek udah besar sekarang,"Herdi mengalah kepada cucu kesayangannya. "Ayah apa kabar?" tanya Astri. "Ayah baik nak, m
Hedi sampai di rumah nya menjelang Maghrib. Dia masuk ke rumah namun, tidak terlihat keberadaan istrinya. Herdi mencari Anisa di setiap ruangan rumah, namun tetap tidak menemukan Anisa. Akhirnya Herdi memutuskan untuk mandi, karena sebentar lagi akan menjelang malam. Selesai mandi dan berpakaian Herdi keluar kamar, berniat mencari istrinya. Namun tetap tidak ada, hanya ada Ardi yang sedang duduk di ruang keluarga. Herdi yang tidak ada kegiatanpun menghampiri putranya. " Lagi apa nak?" Herdi menepuk bahu Ardi. "Ayah.." ucap Ardi yang kaget dengan kelakuan Ayahnya. Namun Ardi teringat pertemuan dengan Ayahnya di Cafe. Membuat Ardi urung melanjutkan kata-katanya. " Kenapa? Kok diam," Herdi kebingungan melihat anaknya langsung diam. "Tidak apa yah! Ayah baru pulang?" Ardi mengalihkan bicaranya. Takut Ayahnya akan membahas masalah di Cafe. "Anak Ayah sudah besar ya! Sudah mau punya anak dua!" Herdi berucap tanpa sadar. Sedangkan Ardi tampak bingung. Ardi berpikir Ayahnya melantur. "S
Pagi ini Astri tengah berkemas, rencananya mereka berangkat pukul 10. Astri sudah menghubungi Ayah mertuanya. Astri yang awalnya berencana tinggal di Bali, kini berubah setelah tahu, kalau dia sedang hamil, dan pada akhirnya Astri, akan pergi ke Bandung, Astri akan memulai kehidupan barunya di kota Bandung. Alin yang mengetahui akan pindah ke Bandung, senang bukan kepalang. Dari pagi Alin sudah tidak sabar, untuk segera pergi ke Bandung. Selama ini, Alin tak pernah sekalipun di ajak jalan-jalan ke luar kota. Jangankan luar kota, bisa keluar untuk sekolah pun, Alin sudah sangat bersyukur. "Dek! Sudah kabarin Ayah?" tanya Astri."Udah kak, tadi Ayah bilang udah di jalan,menuju ke sini," Astri lalu melanjutkan membereskan barang-barang nya. Setelah selesai berkemas Astri menghubungi sekertaris nya. [Assalamualaikum, May?] [Waalaikumsalam, Bu!] [Jemput jam berapa, May?] [Ini Bu, Maya lagi jalan ke situ!] [Ok, di tunggu ya, May!] [Iya Bu,] [Hati-hati, May! Assalamualaikum?] [Iya
Astri, Alin, dan Syifa sampai di Bandara 'Husein Sastra Negara'. Mereka keluar dari Bandara, menunggu Mang Ujang menjemput mereka.Alin tampak menikmati suasana kota Bandung, wajahnya ceria, tidak seperti sebelumnya, yang selalu tampak suram. Astri sedang mencoba menghubungi seseorang.[Halo][assalamualaikum mang Ujang?][Waalaikummsalam, Mbak Astri.] [Mang, Astri tunggu di depan pintu masuk, ya!][iya, Mbak. ini saya sudah di parkiran. Mbak teh di mana?][oh .... Mamang di parkiran ya? ya udah Astri ke parkiran sama anak-anak ya mang.][iya, Mbak!][Astri tutup ya Mang! assalamualaikum!][waalaikumsalam, mbak]Setelah menutup panggilan, Astri mengajak Alin dan Syifa menghampiri supirnya. "Ayo Dek, sudah di tunggu di parkiran," Aline mengikuti Astri berjalan, untungnya mereka tidak banyak membawa barang, jadi tidak kerepotan.Setelah menemukan keberadaan Mang Ujang, Astri langsung masuk ke dalam mobil. Mereka langsung menuju rum
Hari ini Astri berencana untuk membenahi ruangan yang kosong. Astri berniat untuk menjadikan ruang kerja. Ruangan yang akan Astri jadikan ruang kerja, berada di samping rumah. Astri memilihnya, karena terpisah dari rumah. Jika ada rekan kerja dan karyawan datang, tidak mengganggu orang-orang di rumah. Kantor mini yang Astri siapkan tepat menghadap taman mini. Jadi ketika bekerja Astri bisa melihat pemandangan yang asri dan sejuk. Meskipun tengah hamil, tidak membuat semangat Astri luntur. Astri di bantu Mang Ujang, untuk menyiapkan kantornya. Astri juga memanggil tukang, untuk sedikit merenovasi kantornya. Sebisa mungkin, Astri ingin membuat suasana nyaman ketika nanti bekerja. Rencananya setelah merenovasi kantornya, Astri akan mendaftarkan Alin dan Syifa, kebetulan Astri sudah menemukan sekolah yang cocok untuk mereka berdua. Astri memilihkan sekolah terbaik di kota Bandung. Astri benar-benar ingin melakukan semua yang te
Kini mereka berada di kantin rumah sakit, Astri asyik berbincang dengan sahabat lamanya. Alin juga sesekali ikut berbicara, meski baru pertama bertemu namun, Caca dan Alin sudah terlihat akrab. Alin juga sesekali bertanya pada Caca mengenai pekerjaan Caca, sebagai seorang Dokter. “Kak Caca, Alin juga cita-citanya mau jadi Dokter. Tapi itu dulu waktu Alin kecil. Sekarang Alin sudah besar, Alin mengerti Alin sepertinya tidak bisa untuk jadi Dokter,” Alin berbicara dengan lirih. “Kenapa tidak bisa?” Tanya Caca heran.“Alin kasihan sama ayah, kak! Jadi Dokter kan harus punya uang banyak, jadi Alin ga mau bikin Ayah sudah,” Astri tahu betul Alin pasti tidak mau menjadi beban buat Ayahnya. Astri bersyukur dengan bertemunya Caca, Astri jadi tau apa yang jadi keinginan Alin. Astri pasti akan mengusahakan semua yang terbaik untuk Alin. Sekarang Alin tanggung jawabnya, Alin adiknya yang harus Astri penuhi kebutuhannya. “ Sek
Pagi ini merupakan, pagi yang sangat mendebarkan bagi Alin, ini hari pertama Alin masuk ke sekolah baru. Alin sejak pagi sudah bangun dan bersiap dengan seragam sekolah barunya. Alin menuruni tangga, menggendong tas sekolah, tas yang dari dulu Alin inginkan, dan baru bisa Alin dapatkan dari kakak tercintanya.Bukan hanya tas baru, bahkan sepatu, jam tangan, semua yang Alin pakai barang baru. Ini karena Astri ingin memberikan yang terbaik untuk Alin.“ Pagi, kak?” Sapa Alin pada Astri. Terlihat Astri tengah membantu, BI Ina menyiapkan sarapan.“ pagi, dek! Baru kakak mau panggil buat sarapan,” ucap Astri.“ Iya kak, hari ini pertama masuk, jadi aku harus siap dong!”“ Semoga betah ya, di sekolah yang barunya.”“ iya, kak. Do’akan Alin ya! Kak?” tanya Alin ragu.“ kenapa?”“ kalau Alin punya teman boleh?” Astri di buat bingung dengan pertanyaan Alin. Bukankah setiap orang pasti memiliki teman, kenapa Alin bertanya seperti itu. Apa selama ini Alin t
“ Selama pagi, pak” sapa Alin gugup.“ Selamat pagi, Alin,” Alin tampak kaget, kepala sekolahnya tau namanya.“ Perkenalkan, nama saya Andre. Saya temannya Astri, sekaligus kepala sekolah di sini,” ucap Andre memperkenalkan diri. Sedangkan Alin mulai paham, mengapa Andre tahu namany, pasti kakaknya yang sudah menitipkan Alin.“ Sudah Astri beri tahu kelasnya di mana?” Tanya Andre.“ Belum pak, mungkin kakak saya lupa,” jawab Alin.“ Ya, sudah saya antar ke kelas,” lalu Andre bangkit dari duduknya. Mereka berjalan menuju kelas yang akan Alin tempati, sampai nanti Alin lulus, dan masuk SMA.Pak Andre mengetuk pintu, tak lama keluar seorang guru wanita.“ Selamat pagi Bu? Ini saya mau mengantar murid baru,” ucap pak Andre.“Selamat pagi, pak! Baik pak,” jawabnya sopan.“kalau begitu, saya pamait dulu,Bu!” setelah mendapat anggukan Pak Andre meninggalkan Alin dan gurunya.“Perkenalkan nama saya, Bu Tias , saya guru matematika,” Bu Tias memperkenalkan diri pada Alin.“Saya Alin , Bu,” jawa