Share

Menangkap pencopet

Satu bulan kemudian

Kring ... Kring ...

Dengan mata yang masih terpejam, Natasha meraih jam weker yang masih berbunyi tepat di sampingnya. Sejenak, dua bola matanya menyipit melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul  06.30 WIB. Waktu dimana ia harus pergi bekerja satu jam lagi.

"Hah! Rasanya lelah sekali!" Dua bola matanya mengerjap sembari menghela nafas panjang. Seakan mengumpulkan tenaga yang telah hilang akibat mimpi yang datang. "Huft! Rasanya tulangku remuk semua. Ternyata begini rasanya menjadi seorang security. Aku kira hanya duduk manis sambil melihat orang-orang belanja. Ternyata tidak!" gumam Natasha seraya merapatkan bibirnya.

"Tapi, seru juga sih! Setiap kali ada pencuri, tangan dan kakiku seakan tak mau diam untuk menghajarnya. Seperti yang ada di film-film," ucap natasha tersenyum senang.

 Ia mulai berbalik meraih guling, mendekap dan menatap ke arah boneka kecil yang terpajang di atas meja. Sebuah boneka yang telah menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya. Sesaat, ia mulai meraih ponsel miliknya. Memastikan apa ada orang yang telah menghubungi dirinya.

"Sepi!" gumam Natasha merapatkan bibirnya saat benda layar pipih itu sama sekali tak ada panggilan atau chat yang masuk.

"Sudah satu bulan berlalu. Tapi, kenapa orang kaya itu tidak menghubungiku? Apa jangan-jangan orang itu kenapa-kenapa atau justru malah mengikhlaskan uang yang aku pinjam?" tebak Natasha seorang diri.

"Argh! Natasha- Natasha, ngapain juga kamu memikirkan orang kaya itu. Kurang kerjaan banget! Pokoknya, sebelum orang kaya itu datang menagihmu, kamu harus menyiapkan uang satu juta itu. Semangat Natasha semangat! Kamu pasti bisa melewati ini semua!" ucap Natasha tersenyum seraya mengepalkan tangannya untuk memberi semangat pada dirinya sendiri.

Tiga puluh menit kemudian, Natasha bersiap berangkat bekerja dengan sepeda kesayangannya. Dengan senyum yang teramat manis, ia memejamkan kedua bola mata seraya berdoa sebelum berangkat.

"Ya Tuhan, lancarkan semua pekerjaanku hari ini! Amin!" gegas Natasha mengusap wajah cantik alami dan mulai mengayuh sepeda yang akan mengantarnya ke tempat dimana ia akan bekerja.

Menjadi seorang security di salah satu mall ternama adalah salah satu pekerjaan yang di tekuni Natasha Amora saat ini. Pekerjaan yang sama sekali tidak ada dalam kamus keinginannya. 

Tepat di depan lampu merah, helaan nafas keluar dari hidung mancung Natasha Amora. Bibirnya mengecap mengimbangi dua bola mata yang terus menatap ke arah lampu merah yang masih menyala. Bibir mungilnya merapat menahan dingin akan terpaan angin yang datang.

"Ini nih yang membuatku malas berangkat bekerja. Selalu terjebak macet," gerutu natasha seraya menopangkan kedua tangan di dada. Meluapkan rasa emosi yang mulai menguasai dirinya.

Ssssttttttt

Decit suara mobil mewah seketika membuat Nathasa menoleh. Alisnya bertaut sembari mengerucutkan bibir saat melihat mobil mewah yang pernah menjadi bagian hidupnya dulu berhenti tepat di sampingnya.

'Mobil ini!' ucap batin Natasha yang teringat dengan mobil kesayangannya. Sungguh, sama persis dengan mobil di sebelahnya. Hanya saja plat nomor yang berbeda.

"Hah, andai saja aku tidak menuruti egoku. Mungkin, saat ini aku masih ... Aargh! Sudahlah. Ngapain juga aku memikirkan hal yang membuatku sakit hati. Yang penting sekarang adalah bagaimana caranya agar aku bisa bertahan hidup seorang diri di kota ini."

Alih-alih tak mau teringat dengan masalah dengan keluarganya, ia kembali fokus menatap ke depan. Berusaha tak melirik kendaraan yang tanpa sengaja membuat hatinya terasa sakit. Memegang gagang setir sepeda dan bersiap meluncur saat lampu hijau menyala.

Buk

Natasha terkejut.  Sebuah botol kosong mengarah tepat di punggungnya. Ia menoleh. Dahinya mengernyit saat penumpang mobil yang berhenti di sebelahnya tadi adalah orang yang telah melempar botol tersebut. Dengan tanpa bersalah, orang itu menutup kaca mobil dan pergi begitu saja.

"Hey tunggu!" teriak Natasha mengayuh sepedanya dengan cepat. Berharap, bisa mengejar mobil itu di saat di tengah padatnya kendaraan.

"Tunggu!" Teriak Natasha yang membuat mata semua orang tertuju padanya.

Darren Andaraksa, pemilik mobil yang di kejar oleh natasha mengernyit heran mendengar suara lengking yang mulai menjauh.

"Apa kamu mendengar sesuatu?" tanya Bara, sekertaris pribadi sekaligus sepupu Darren.

"Fokus saja pada pekerjaanmu! Jangan berpikiran yang bukan-bukan di pagi yang cerah ini!" ucap Darren yang membuat Bara menelan kata-katanya kembali.

"Baiklah!" jawab Bara datar.

Padahal, tanpa sepengetahuan Bara, pandangan Darren tertuju ke arah spion yang memperlihatkan seorang wanita bersepeda yang mulai menjauh darinya. Yach, siapa lagi kalo bukan Natasha. 

Sesampai di mall, Natasha menghela nafas panjang. Ia menggoyang-goyangkan tangan dan tubuhnya untuk menghilangkan rasa lelah yang menghampiri.

"Gila! Benar-benar gila! Baru kali ini aku berangkat bekerja serasa berolahraga," gumam Natasha mendesah sebal. Sudut matanya memicing sembari mengepalkan tangan kanannya.

"Ini semua gara-gara mobil itu. Lihat saja! Jika aku menemukannya, aku harus minta pertanggungjawabannya. Hah! Untung saja aku terlahir jenius, jadi aku masih mengingat jelas nomor mobil itu!"

Sudut matanya memicing menatap dirinya yang memantul di cermin toilet.

"Ternyata aku cantik juga mengenakannya!" ucapnya tersenyum melihat dirinya sendiri.

Memakai seragam security yang baru saja ia pakai setelah melewati satu bulan dalam bekerja.

Natasha keluar dari toilet sembari membenarkan seragam hitam yang ia kenakan. Dengan rambut panjang terikat, badan yang memiliki tinggi 160 cm, memperlihatkan betapa gagahnya dia menjadi petugas keamanan. 

"Selamat pagi, Cantikku!" sapa om Angga, salah satu senior yang merupakan pimpinan security di mall sekaligus paman natasha sendiri.

"Selamat pagi, Om!" jawab Natasha menorehkan senyum manisnya. 

"Hah, Natasha. Sudah berapa kali aku bilang padamu untuk tidak memanggilku dengan sebutan om di saat bekerja. Kamu tau kan! Posisiku di sini?" gumam Angga yang tak terima dengan ucapan Natasha.

"Sudahlah, Om! Lagian juga, di sini tak ada siapa-siapa!" ucap Natasha mulai melangkahkan kaki pergi meninggalkan pamannya itu.

"Natasha berhenti!" teriak Angga yang tak di gubris oleh natasha."Hah, anak itu benar-benar!"

***

Tepat di dalam lift, Bara melirik Darren yang berdiri tepat di sampingnya. Jujur, dalam hati ia sangat kasihan melihat ibu presdir yang selalu kecewa dengan jawaban sepupunya itu.

"Ehm, Kenapa kamu terus saja menolak keinginan tante. Apa kamu nggak tertarik sedikit pun dengan wanita yang ...." Lagi dan lagi perkataan Bara terhenti.

"Tidak!" jawab Darreen tegas."Fokus saja pada meeting hari ini. Jangan coba-coba mengintrogasiku lebih dalam lagi!" tegas Darren menoleh dengan tatapan yang tajam.

Bara terdiam seketika. Sungguh, ia sangat takut melihat ekspresi Darren yang menyimpan rasa amarah dengan semua masalah yang datang kepadanya.

Dengan langkah yang begitu perfect, Darren dan Bara mulai menyusuri mall yang merupakan milik keluarganya. Yah, sejak sang ayah jatuh sakit,  Darren mulai mengelola mall tersebut untuk membantu mamanya.

Buk

Darren menoleh saat ada seseorang yang berjas hitam seperti dirinya, tak sengaja menabraknya.

"Maaf!" ucap seseorang itu minta maaf dan pergi begitu saja.

Sejenak, alis tebal Darren bertaut. Ia mulai membungkukkan tubuh, mengambil dompet  yang terjatuh tepat di hadapannya. Mulai berdiri seraya menatap satu orang yang berjalan menjauh darinya.

"Apa dompet ini miliknya?" tanya Darren mengernyit heran. Seakan tak percaya jika lelaki yang menabraknya membawa dompet wanita.

"Yah! Mungkin saja itu punya kekasihnya atau istrinya!" jawab Bara tersenyum tipis.

"Kejarlah! Aku akan menunggu di sini," perintah Darren.

Di sisi lain,

Natasha berlari mengejar pencopet bersama security yang lain. Dengan  nafas terengah-engah, ia menghentikan langkah seraya mengusap keringat yang jatuh membasahi kening.

"Na, kita berpencar ya! Kamu ingat kan ciri-ciri orangnya?" ucap pak Bondan menepuk bahu Natasha.

"Heem!" jawab Natasha mengernyit melihat orang yang sama persis dengan ciri-ciri pencopet yang di maksud, berdiri tak jauh darinya.

"Hubungi saya jika kamu menemukannya duluan!"  gegas pak Bondan berlari ke arah lain.

'Bukankah itu pencopetnya?'  tanya batin Natasha mengernyitkan dahi.

'Menjadi seorang security bukanlah hal yang mudah. Tapi, jika ada kejadian seperti adanya pencopet atau maling yang tertangkap, Madam Ayu akan memberikan bonus besar untuk kita!" Perkataan om Angga yang kembali melintas dalam benak natasha.

"Semangat Natasha semangat! Bonus kamu sudah berada di depan mata!" gumam Natasha melangkah sembari tersenyum tipis.

Drt ... Drt ...

Darren meraih telepon miliknya yang bergetar. Menjawab telepon dari nenek yang selalu tertunda karena kesibukannya dalam bekerja. Namun, percakapannya terganggu saat  dompet yang masih berada di genggamannya tiba-tiba lepas begitu saja. Alisnya bertaut. melihat wanita cantik berseragam security berdiri tepat di hadapannya.

"Maaf, apa dompet itu punya Anda?" tunjuk Darren memastikan.

Natasha memicing. Sudut bibirnya mengembang sinis saat pertanyaan itu terlontar dari mulut Darren.

"Berhentilah berakting di sini, Pencopet sialan!" ketus Natasha yang seketika mengejutkan Darren.

"Pencopet?" tanya Darren.

Darren.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status