"Eh, eh, eh ... disini ini tidak ada warung dan tidak ada juga penginapan, tapi kalau tempat mandi banyak. Nak Darto pingin mandi di mana? Kali ada, air terjun ada, curug ada, sendang juga ada," jawab nek Mirah dengan sangat rinci, hingga membuat muka Darto makin bertambah kecut karena menahan malu.
"Gak ada penginapan Nek? Lha terus biasanya kalau ada orang asing yang datang kemari dan kemalaman kaya kita ini biasanya nginep nya di mana?" tanya Darto menyela.
"Ya kalau gak di rumah warga seperti Nenek ini ya biasanya di balai dukuh dan biasanya orang yang menginap di balai Dukuh itu orang yang sudah bertemu dengan kepala kampung ini," terang Nenek Mirah.
"Oh gitu ... ya, ya ..." sahut Darso sambil manggut-manggut.
"Ya sudah saya tinggal kebelakang dulu, nak Darto dan nak Darso silakan menikmati ketela dan tehnya," ujar nek Mirah sambil terus melangkah ke dapurnya.
&nbs
Mendengar perkataan dari dua tamunya itu Nenek Mirah pun tertarik untuk mengomentarinya."Kok ada nama Ranti, Galuh, Sumi terus siapa lagi itu tadi ...?" sela sang Nenek."Darsini Nek," timpal Darto terlihat agak malu-malu."Kok banyak amat, memang siapa mereka-mereka itu Nak Darto?" tanya Nenek Mirah yang nampak masih memiliki jiwa kepo itu."Anu Nek, mereka itu saudara dan teman-teman kita, jadi kemaren itu kita berdua kan sempat menggunakan barang-barang mereka, dan belum sempat kita bayar dan kita janji bayarnya ya sepulang dari mencari daun racun maculata ini, lha ini gak tahunya malah jadi kacau seperti ini," tutur Darto terlihat sangat panik."Oh gitu ... memangnya saudara kalian itu jualan apa to? Kok kalian sampai hutang-hutang gitu?" kepo sang Nenek terus berlanjut.Mendengar pertanyaan dari orang yang sudah menol
"Pokok tadi itu aku sudah menyuruh Pranata dan Pranayan untuk datang kemari pagi-pagi, sebelum acara sesembahan itu dimulai mereka berdua sudah aku minta untuk datang, karena aku yakin dua orang asing itu akan datang juga ke acara sesembahan besok itu," jawab Panja yang terlihat sudah memiliki sebuah rencana."Lalu apakah kamu mau menyerang mereka berdua di acara sesembahan itu?" tanya temannya lagi."Ya itu kita lihat saja besok, kalau sekiranya itu memang harus, ya apa boleh buat ...? Aku harus membuat mereka berdua malu, sebagaimana mereka telah membuat malu padaku seperti tadi sore itu," timpal Panja dengan raut muka yang menaruh dendam.Waktu terus bergulir, dan tidak terasa bahwa malam sudah mendekati pertengahan, nampak Panja dan para pemuda teman-temannya itu juga ingin segera istirahat, mereka nampak tidak ingin bangun kesiangan dan datang telat di acara sesembahan besok pagi.&nbs
"Permisi Bapak-bapak, saya mau tanya!" ujar Darto berbasa-basi, karena sebenarnya dia sudah tahu dengan orang yang sedang dia cari."Ya, ada apa anak muda ...?" balas para bapak-bapak itu dengan suara seraknya."Siapakah diantara Bapak-bapak ini yang bernama ki Jontor?" tanya Darto dengan menatap satu persatu bapak-bapak tua yang sedang duduk berjajar itu."Aku anak muda, Akulah ki Jontor, ada apa engkau mencariku?" lanjut tanya ki Jontor."Aku ada perlu sama kamu Ki, bisakah aku berbicara hanya dengan mu saja?" ujar Darso dengan menatap orang tua itu."Maaf anak muda, ada urusan apakah sehingga engkau memintaku untuk bicara berdua saja?" tanya ki Jontor."Ada urusan yang sangat penting dan mendesak yang harus segera Ki Jontor lakukan!" jawab Darto."Apakah urusan itu mengenai keselamatan nyawa se
"Ya apa boleh buat, kayaknya mereka juga cukup bernyali untuk melawan kita," balas Darso nampak juga setuju."Terus bagaimana dengan Ki Jontor?" lanjut Darto bertanya."Kita selesaikan dulu anak kepala desa dan dua cecunguknya ini dan setelah itu ... " belum juga selesai Darso menjawab namun tiba-tiba ... "Hiyyaat ...! " dua pengawal Panja yaitu Pranata dan Pranayan langsung melakukan tendangan yang sangat keras kepada Darso dan Darto."Heyyaat, heyyaat ..."Bouks ...! Bouks ...!Kedua kaki Pranata dan Pranayan pun mendarat ke tubuh Darso dan Darto, dan karena memang belum siap untuk menghindar apalagi melawan maka tendangan dua pengawal Panja itu pun benar-benar tepat mengenai arah samping tubuh Darso dan Darto. Dan sudah bisa dipastikan Darso dan Darto pun akhirnya terjengkang kesamping beberapa tombak.Braks ... prang ... prang ... pyaar ... pyaar ..
Mendapat rentetan serangan yang sangat begitu ketat benar-benar membuat Pranayan merasa pusing, meskipun toh sebenarnya serangan dari Darso itu masih bisa dia tangkis dan belum pernah mengenai sasaran yang tepat dari tubuhnya.'Aku harus cari cara untuk bisa membuat Darso ini mengendorkan serangannya ini, sebab kalau sampai begini terus, aku benar-benar mati kutu karena pergerakanku selalu dia kunci, tapi bagaimana mana ya caranya ...?' ujar hati Pranayan bertanya. Dan selagi Pranayan masih berpikir mencari cara untuk bisa lepas dari kurungan serangannya si Darso, nampaknya itu justru membuat dirinya sedikit lemah dalam mengantisipasi serangan-serangan dari si manusia raksasa itu, hingga akhirnya pada titik tertentu Darso menemukan kesempatan untuk menyarangkan pukulannya ke arah dada si Pranayan."Mampus kau pendekar kunyuk! Heyyak, heyyak, heyyak ...!" Darso pun melepaskan pukulannya itu dengan kekuatan penuh, akan tetapi Prana
Dua pendekar suruhan Panja itu terlihat telah kembali siap untuk mengeluarkan jurus "Katak Blingsat", sebuah jurus yang mengandalkan kekuatan tubuh dalam melakukan loncatan.Berbeda dengan Darso dan Darto yang menggabungkan ilmu kekebalan tubuh dengan cara merekatkan dua telapak tangan keduanya, kalau si Pranata dan Pranayan dalam mengeluarkan jurus Katak Blingsatnya itu terlihat dengan cara mengambil posisi jongkok dengan kedua tangan diletakkannya di antara kedua kakinya, yaah mirip-mirip katak yang mau loncat gitu.Lalu tidak lama setelah itu mulut Pranata dan Pranayan terlihat komat-kamit membaca sebuah mantra, sorot mata kedua pendekar itu terlihat sangat tajam menatap Darso dan Darto, dan selanjutnya tiba-tiba tubuh Pranata dan Pranayan pun mengembung, terutama bagian dua pipi dan area perut, diiringi dengan terdengarnya suara dengungan yang cukup menakutkan.Ghoung ... krok, krok, krok ... ghoung ... krok, k
"Hei, kau Kepala Desa! Ketahuilah, bahwa sebenarnya aku tidak butuh bantuan mu, saat ini yang aku butuhkan adalah bantuannya Ki Jontor untuk segera menurunkan hujan. Ayo Ki, cepat segera lakukan! Jangan sampai bikin aku jadi tambah marah! Karena kalau sampai itu terjadi! Maka kalian semua akan aku bunuh sama seperti dua pendekar kalian itu!" bentak Darto sambil memandangi sang kepala desa dan Ki Jontor dengan bergantian."Ayolah Ki, turuti permintaan tuan pendekar ini ... jangan sampai mereka membunuh kita ..." pinta sang kepala desa dengan muka merengek."Ya, ya, baiklah ... aku akan bantu tuan berdua untuk menurunkan hujan ... tapi untuk melakukan itu tidak bisa serta-merta bisa dilakukan sekarang ..." ujar Ki jontor yang langsung di sahut oleh sang Kepala Desa."Karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi ... begitu Ki?""Benar Bapak Kepala Desa," balas lelaki tua itu sambil mengangguk.&
Dengan terbunuhnya sang Kepala Desa, kini setidaknya sudah ada tiga mayat yang berada di pelataran kuil itu, dua yang pertama adalah pendekar suruhannya si Panja yaitu Pranata dan Pranayan, dan yang baru saja adalah Bapak Kepala Desa Gunung sari itu sendiri, ya semoga saja setelah itu sudah tidak ada lagi korban dari keganasan si Darto dan si Darso.Sementara itu Ki Jontor yang melihat semua rangkaian peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Darto dan Darso itu, tidaklah bisa berbuat apa-apa, memang benar apa yang dikatakan oleh Nenek Mirah, bahwasanya Ki Jontor itu bukanlah seorang pendekar, dia tidak memiliki ilmu silat apalagi kesaktian, dia hanyalah sesepuh kampung yang dihormati karena memang berkelakuan baik, dan juga sebagai pemuka agama yang biasa memimpin acara ritual keagamaan di situ, jadi ketika melihat semua pembantaian yang di lakukan oleh Darto dan Darso tidak ada yang bisa diperbuat olehnya, kecuali hanya bisa pasrah dan berdoa.