"Rasakan ini kau bajingan! Huh!"
ujar prajurit itu sambil melepaskan anak panahnyaWhuss ...!
Anak panah itu pun langsung melesat dari busurnya dan tepat mengenai sasaran, yaitu menancap pada mata kiri Jaka wulung hingga menembus batok kepalanya.
Mendapat serangan secara mendadak seperti itu Jaka Wulung pun langsung terkejut namun begitu tidak sedikitpun dia merasa kesakitan, anak panah itu berhasil menembus batok kepalanya namun dari lukanya itu tidak sedikitpun ada darah yang keluar, lalu dengan santainya Jaka wulung menarik anak panah tersebut, dan sungguh-sungguh ajaib begitu anak panah itu berhasil dicabut dari mata kirinya, mata dan batok kepalanya yang sempat tertembus oleh anak panah itu tadi dengan seketika langsung kembali utuh seperti sediakala.
Lalu Jaka Wulung terlihat langsung marah sekali, dengan lantangnya pendekar pemegang mayat sakti itu langsung berteriak memanggil orang yang telah berani menyerangnya dengan cara diam-d
"Ee ... maaf Tuan ... tadi itu kami ..." belum juga selesai Adhinata berkata tiba-tiba langsung dipotong oleh Dipasena."Halah! Sudah, sudah, sudah! Paling kalaupun kamu ikutan bertarung belum tentu juga kamu mampu menandingi dua Pendekar itu tadi," ucap Dipasena sambil berusaha untuk duduk.Melihat Rakryan Dipasena kesulitan untuk duduk lalu Adhinata pun segera meraih pundak sepupu Prabu Jayantaka itu untuk dibantunya."Mari Tuan Dipasena saya bantu untuk duduk," ucap Adhinata. Namun bukannya menanggapinya dengan baik atas niat baik dari Adhinata sepupu Prabu Jayantaka itu malah menolaknya."Alah tidak usah! Saya masih bisa melakukannya sendiri!" ujar Dipasena.Lalu setelah duduk, Rakryan Dipasena bermaksud untuk langsung berdiri, tahu kalau keadaan Dipasena masih belum kembali pulih Adhinata pun langsung buru-buru mencegahnya."Jangan terlalu memaksakan dulu Tuan, kondisi Tuan belum kembali normal," ujar Adhinata. Namun lagi-lagi dengan so
"Sendiko dawuh Gusti, akan segera kami laksanakan," balas salah satu dari ke empat Prajurit itu. Lalu keempat prajurit itupun segera beranjak mencari bambu untuk dibuat sebuah tandu, selagi menunggu prajurit yang membuat tanduk itu tadi Adhinata nampak memberi komando kepada para prajurit untuk bersiap kembali pulang ke kerajaan. "Wahai para prajurit ...! Sebentar lagi kita akan pulang kembali ke Kerajaan, rencana kita untuk menumpas dua penjahat itu tadi kita gagalkan, bukannya takut atau apa, itu tidak lain karena dua penjahat itu tadi bukanlah lawan yang sepadan untuk kalian semua, terbukti rombongan prajurit yang dipimpinan Gusti Dipasena telah tewas semua, dan dari pada kejadian yang serupa menimpa kalian, maka saya telah membuat keputusan untuk pulang kembali saja, adapun mengenai dua penjahat itu tadi, itu nanti akan saya laporkan langsung kepada Gusti Prabu dan akan kita bicarakan lagi tentang bagaimana dan siapa yang seharusnya nanti bertindak untuk menumpas
"Berangkatlah restuku menyertaimu. Semoga kamu selalu dalam perlindungan Sanghyang Widhi, sehingga kamu bisa kembali ke Istana dengan membawa sebuah kemenangan! Aku tunggu kabar baik darimu Adhinata! Aku tunggu kedatanganmu! Selamat menjalankan tugas!" ucap Prabu Jayantaka sembari mengangkat telapak tangannya. Setelah menghaturkan sembah hormatnya Adhinata pun segera keluar dari ruangan sang Prabu kemudian dengan tanpa kembali ke istana Kepatihan wakil Patih kerajaan itupun segera menaiki kudanya dan langsung menggebrak menuju ke tempat tinggal sahabatnya yaitu Ranggawuni. "Heyaa ... heyaa ... heyaa ...!" Siang itu matahari cukup bersinar sangat terik namun panasnya suasana tidak membuat lelah sang wakil Patih kerajaan sehingga ketika hari telah memasuki sore Adhinata pun telah sampai ke kediaman Ranggawuni sahabatnya itu, dan begitu Adhinata menghentikan laju kudanya di gapura padepokan silat milik sahabatnya itu, dia sedikit merasa aneh begitu melihat suasa
Lha tidak semrawut bagaimana coba? Satu-satunya orang yang hendak dia mintai bantuan ternyata sekarang sudah hilang kekuatannya dan bahkan telah menjadi orang gila, lalu sepasang penjahat yang saat ini dia sedang ditugaskan untuk menumpasnya malah menguasai mayat sakti yang juga menjadi incaran banyak para pendekar termasuk juga Gusti Prabu Jayantaka.Ditengah kegelisahan yang dirasakannya itu sempat terlintas dalam benaknya untuk mencari Ranggawuni sahabatnya tersebut.'Apakah sebaiknya aku mencari Ranggawuni saja ...? Tapi ya untuk apa juga ... kalau memang sekarang dia telah berubah menjadi gila? Karena kalau melihat keadaan rumahnya dan ucapan Pak tani tadi itu kayaknya gak mungkin kalau dia itu berbohong, lagian kalau aku tetap mencari Ranggawuni dan nyatanya dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, apa itu malah tidak membuang-buang waktu namanya ...?' ucap batin Adhinata terlihat bingung mesti harus berbuat bagaimana lagi, karena dia tahu kalau dia kembali ke
Memang sepertinya Biswara pun sangat memahami dengan isi perintah Prabu Jayantaka pada punggawa kerajaan itu, yang dimana dia memang diperintahkan untuk memenggal kepala Jakawulung dan Dewi Sunti."Ya kalau begitu saya akan menunggu Tuan Biswara disini," ujar Adhinata.Kemudian Biswara pun bersiap untuk pergi mencari Jaka Wulung dan Dewi Sunti, memang kebetulan semua pekerjaan menata sayuran dan buah-buahan telah selesai dia lakukan."Tuan Adhinata," ucap Biswara."Ya Tuan," sahut Adhinata."Tuan tunggu saja di sini dulu, saya akan mencari Jaka Wulung dan Dewi Sunti, dan saya pastikan sebelum fajar nanti saya telah kembali dengan membawa dua kepala pendekar aliran hitam itu.""Siap Tuan, saya akan menunggu Tuan Biswara disini," balas Adhinata. Dan terlihat pendekar berwajah cacat itu nampak berdiri sambil bersedekap, dua matanya terpejam sambil mulut terlihat komat-kamit membaca sebuah mantra, tidak lama setelah itu angin pun tiba-tiba berti
"Hei! Siapa kau?!" tanya Jaka Wulung dengan suara yang keras."Apakah kamu sudah lupa denganku Jaka Wulung ..." tanya balik Biswara.Jaka Wulung yang memang sudah lupa dengan suara itu terlihat masih mencoba untuk mengenali dengan mengingat-ingatnya kembali."Menurutku kalian berdua ini belum terlalu tua untuk menjadi pikun," lanjut ucap Biswara. Kemudian setelah itu Biswara yang memang menundukkan kepalanya terlihat mulai mengangkatnya perlahan, dan tidak cuma itu pendekar berwajah cacat itu terlihat juga melepaskan topi lebarnya itu.Lalu begitu wajah Biswara mulai terlihat ditambah dengan cahaya rembulan yang masih bersinar dengan terang akhirnya Jaka Wulung dan Dewi Sunti pun langsung mengenali dan juga langsung terkejut setengah mati."Biswara! Oh ... benarkah kamu ini Biswara ...?" tanya Jaka Wulung dengan sedikit menggeser kakinya mundur ke belakang."Benar! Rupanya ingatanmu masih bagus Jaka Wulung,'' ujar Biswara sambil mendekap kan
Lalu akhirnya Jaka Wulung dan Dewi Sunti pun berjalan perlahan-lahan mendekati tubuh Biswara, dan betapa terkejutnya mereka berdua karena baru saja mereka melangkahkan kakinya tiba-tiba saja tubuh Biswara langsung ambruk ke tanah, dan bukan main girangnya Jaka Wulung melihat kejadian itu."Dewi rupanya kamu berhasil merobohkan Biswara," seru Jaka Wulung nampak heboh."Benar Kang, rupanya kesaktian Pendekar jelek itu tidaklah seperti yang aku bayangkan sebelumnya, tidak percuma aku mengeluarkan ajian Paku Sewu andalanku," timpal Dewi Sunti juga terlihat mulai yakin kalau Biswara memang benar telah berhasil dia robohkan.Lalu dengan tanpa ragu lagi sepasang Pendekar aliran hitam itu pun segera bergegas mendekati tubuh Biswara yang masih menyala dan juga dipenuhi dengan Paku yang membara itu, lalu begitu sudah mendekat nampak Dewi Sunti duduk jongkok tepat di hadapan muka Biswara sedangkan Jaka Wulung terlihat berada di sebelahnya.Lalu kemudian Jaka Wulung
"Oh ... itu ada surat, dari siapa dan untuk siapa surat itu?" tanya Adhinata sambil melangkah menghampiri selembar surat tersebut, dan kemudian wakil Patih Kerajaan Karmajaya itu pun langsung segera mengambil surat itu dan kemudian langsung membacanya."Tuan Adhinata ... sepertinya Tuan terlihat capek sekali jadi aku tidak tega untuk membangunkan Tuan, pesanan Tuan telah aku bawakan, itu saya taruh di atas kantong di bawah surat ini, saat ini saya sedang ke pasar untuk berjualan, seandainya Tuan mau pulang sekarang silakan ... tapi kalau misalnya mau menunggu, saya tidak lama, sebelum tengah hari saya sudah kembali ke rumah, sekian dari saya Biswara," demikianlah bunyi tulisan surat dari Biswara."Oh Tuan Biswara ... kamu ternyata masih seperti dulu, sama sekali sedikitpun kamu tidak berubah, dengan kesaktian yang kamu miliki kamu tetap setia memilih untuk menjalani hidup sederhana sebagai petani dan penjual sayuran," ujar Adhinata setelah selesai membaca tulisan Biswa