"Baiklah Cayapata, sebaiknya ayo kita lanjutkan pembahasan kita yang kemaren, yaitu kitab Rajaniti bab Ngolah Roso (Membangun kepekaan terhadap sesama)," tutur Prabu Jayantaka.
"Baiklah Ayahanda ..." balas Pangeran Cayapata sambil terus membuka kitab Rajaniti yang sudah tersedia dihadapannya itu, dan kemudian mulailah Prabu Jayantaka menggembleng Putranya itu dengan materi yang mengajarkan tentang kepekaan sosial terhadap semua makhluk, baik itu dari yang bernyawa maupun benda mati.
Meskipun Pangeran Cayapata terlihat khusyuk mendengarkan nasehat dan petuah-petuah dari Ayahandanya itu namun ternyata dalam hatinya sang Pangeran terlihat sedang berusaha mencari kesempatan untuk bisa keluar dari tempatnya belajar itu beberapa saat saja, namun sayang setelah beberapa saat menunggu kesempatan itu belum datang-datang juga.
Lalu setelah kira-kira pembelajaran mulai memasuki pertengahan tiba-tiba Pangeran Cayapata melihat Ayahanda Prabu ter batuk-batuk.
Uhuk, uhu
"Pulanglah ke Istana mu, besok kita lanjutkan lagi pengajaran ini, mungkin tiga atau empat pertemuan lagi kitab Rajaniti ini sudah katam," ujar Prabu Jayantaka sambil memandangi wajah Putra Mahkotanya itu."Baiklah Ayahanda ... Ayahanda juga segeralah istirahat," ujar Pangeran Cayapata menimpali ucapan dari Ayahandanya itu.Kemudian setelah keluar dari dalam ruangan itu nampak Pangeran Cayapata berkata lirih."Kok aku tidak diajak makan malam bersama oleh Ayahanda Prabu? Padahal aku ingin sekali melihat reaksi dari racun yang barusan dia minum, tapi ya sudahlah gak papa, racun itu sudah bisa masuk saja itu sudah separuh keberhasilan yang telah aku capai, sekarang tinggal menunggu separuh sisanya itu," ujar Pangeran Cayapata sambil terus berjalan menuju ke Istana pribadinya.Sementara itu seperti apa yang dibilang oleh Pangerang Cayapata, bahwa Prabu Jayantaka memang sengaja tidak mengajak Putra Mahkotanya itu untuk makan malam bersama, karena ternyata san
Mendengar penuturan Pangeran Cayapata seperti itu nampak Rakryan Dipasena terdiam sesaat, lelaki setengah baya itu nampak seperti sedang berpikir mencari cara untuk bisa memuluskan rencananya itu.Lalu tidak lama kemudian Rakryan Dipasena pun nampak sudah menemukan cara untuk melanjutkan aksinya tersebut."Begini Nanda Pangeran aku punya cara!" ujarnya nampak mengejutkan Pangeran Cayapata."Apa rencanamu Paman?" sahut tanya sang Pangeran."Bagaimana kalau misalkan Nanda Pangeran menawarkan diri kepada Gusti Prabu untuk memijit tubuh beliau? Karena dengan begitu pasti beliau akan mau melepaskan mayat sakti itu dari tubuhnya," ujar Dipasena memberi usulan."Memijit tubuh Ayahanda Prabu? Ah, Paman ini ada-ada saja! Aku kan gak bisa memijit," timpal sang Pangeran nampak beralasan."Yah, pura-pura sajalah Nanda Pangeran ...!" sergah Dipasena pada sang Pangeran."Begini ya saya kasih tau caranya, biasanya kalau selesai pembelajaran Pangeran
Melihat hal itu bukan main bahagianya Prabu Jayantaka dan para Permaisuri karena mereka akan mendapatkan anugerah momongan dalam waktu yang sama.Sementara itu hal yang sama pun juga nampak dirasakan oleh pasangan Biswara dan Putri Nirmalasari, Putri Prabu Jayantaka dari Selir Purbasari itu rupanya juga sudah mulai mengandung janin dari sang Pendekar sakti Biswara, namun yang membedakan usia kandungan Putri Nirmalasari itu masih terbilang muda, sedang untuk keempat Permaisurinya Prabu Jayantaka sepertinya saat ini usia kandungannya sudah memasuki bulan-bulan terakhir dan mungkin tidak lama lagi mereka pun akan segera melahirkan.Kembali pada Pangeran Cayapata, setelah tadi mendapat arahan dari Pamannya Rakryan Dipasena maka ketika waktu sudah mulai memasuki sore hari dia pun segera bergegas menuju ke Istana Ayahandanya, dan kedatangannya itu lebih cepat dari biasanya sesuai dengan arahan dari sang Paman.Lalu begitu tiba di Istana maka Pangeran Cayapata pun lang
Tidak cuma itu saja, disaat mereka berdua mulai menyantap hidangannya itu sang Prabu pun juga menawarkan minuman yang telah dimasuki racun maculata itu pada Pangeran Cayapata."Minumlah air ramuan ini Cayapata, biar tubuhmu terasa segar," ujarnya, dan sontak saja hal itu pun langsung membuat hati sang Pangeran sedikit terkejut. Lalu dengan segera diapun menolak halus pemberian dari Ayahandanya itu.''Tidak Ayahanda Prabu, saya masih belum terbiasa minum air herbal seperti ini, lain kali saja," jawab Pangeran Cayapata seraya kembali menggeser teko berbentuk naga itu."Ya sudah kalau begitu biar aku sendiri saja yang minum," balas sang Prabu.Lalu dengan tanpa ragu lagi Prabu Jayantaka pun langsung menenggak minuman herbal beracun itu.Glek, glek, glek ...Kembali tiga tegukan masuk ke kerongkongan sang Prabu. Seperti yang sudah-sudah meskipun sudah banyak racun maculata yang masuk ke dalam perutnya tapi tanda-tanda orang yang keracunan nampak
"Sepertinya ini tidak ada orang yang melihat, yah sebaiknya aku harus segera menghubungi Paman Dipasena untuk mengabarkan masalah ini," ujar Pangeran Cayapata. Lalu sebelum meninggalkan ruangan itu nampak sang Pangeran menutupi tubuh Ayahandanya itu dengan menggunakan kain.Begitulah akhirnya Pangeran Cayapata pun bergegas menemui sang Paman yaitu Rakryan Dipasena untuk menyampaikan perihal kematian Ayahandanya Prabu Jayantaka, dan sudah bisa dipastikan maka sang Paman pun langsung menyambut berita itu dengan suka cita."Apa aku bilang, semua ide-ide ku berhasil kan ...?!" ujar tanya Dipasena terlihat begitu bangganya."Ya Paman, terus mengenai jasad Ayahanda Prabu bagaimana ini selanjutnya?" tanya Pangeran Cayapata meminta arahan dari sang Paman."Jasad Gusti Prabu biarkan saja tetap berada di dalam ruangan itu," ujar Dipasena yang langsung dipotong oleh Pangeran Cayapata."Lha terus ini mayat saktinya?" tanya Pangeran Cayapata sembari menunjuk pe
Hingga pada puncaknya Prabu Cayapata dan Patih Arya Dipasena bersepakat untuk membuat sebuah fitnah yang terbilang cukup keji untuk ditujukan pada sang Pendekar sakti tersebut, yakni dia difitnah telah melakukan tindakan rudapaksa pada salah seorang perempuan desa yang memang sudah dipersiapkan untuk menjebaknya.Kejadian itu bermula pada saat Patih Arya Dipasena mengusulkan pada sang Raja agar supaya menugaskan Biswara untuk mengantarkan sebuah hadiah pada salah seorang Tumenggung yang dianggap paling patuh dengan Kerajaan, sebuah pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang Pendekar hebat sekelas Biswara, namun karena itu memang hanya sebuah strategi maka hal yang terbilang tidak patut pun tetap dijalankan, dan untuk Biswara sendiri dikarenakan dia memang terkenal sebagai seorang ksatria maka tidak ada alasan baginya untuk menolak tugas dari Raja yang juga sekaligus jadi Kakak iparnya itu.Kemudian dimalam hari tepatnya setelah dia selesai menghadap pada sa
"Benar cuma itu saja? Tidak ada yang lain?" tanya Putri Nirmalasari nampak kurang yakin dengan ucapan suaminya itu. "Benar Dinda Nirmalasari istriku ... pokoknya setelah selesai mengantarkan hadiah itu aku akan langsung pulang," jawab Biswara nampak berusaha meyakinkan istrinya tersebut. Keesokan harinya seperti apa yang sudah ia katakan tadi malam, nampak setelah selesai melakukan sarapan pagi bersama sang istri Biswara pun segera berpamitan untuk berangkat ke Desa Pengging mengantarkan hadiah kepada Tumenggung Sutojoyo. Namun sebelum itu yakni satu minggu sebelum hari Biswara diperintah mengantarkan hadiah itu, nampak Prabu Cayapata terlihat sedang ngobrol dengan Mahapatihnya Arya Dipasena. "Gimana Paman Dipasena, apakah Paman sudah memiliki rencana untuk melenyapkan Biswara dari Istana Karmajaya ini?" tanya Prabu Cayapata. "Inilah yang juga sedang saya pikirkan Nanda Prabu, karena melenyapkan Biswara tidaklah lebih mudah dibanding melenyapk
"Suruh lah Biswara untuk melakukan bepergian ke luar daerah dan nanti ditengah-tengah perjalanan kita suruh perempuan yang kita sewa itu untuk berpura-pura minta tolong pada Biswara," ujar Patih Arya Dipasena terlihat begitu bersemangat."Lalu setelah itu kita suruh perempuan yang kita jadikan umpan itu mengajak ke suatu tempat dan suruh dia untuk buka baju ditempat itu, dan kemudian setelah itu suruh juga dia untuk berteriak sekeras-kerasnya untuk minta tolong seolah-olah dia itu telah jadi korban rudapaksa oleh Biswara, baru setelah itu secara ramai-ramai kita suruh orang-orang menggerebek tempat tersebut, dan jangan lupa kita bekali juga Biswara itu beberapa orang Prajurit yang nantinya juga akan ikut memberi kesaksian sewaktu dia diadili di kerajaan," ujar Patih Arya Dipasena menjelaskan alur dari gagasannya itu."Ya ya, boleh juga ide Paman ini," timpal sang Prabu Cayapata sambil manggut-manggut, dan sepertinya Raja Karmajaya itu nampak puas dengan ide yang digaga