Apa yang telah disampaikan oleh Adhinata cukup membuat para pendukung Dipasena itu kaget, bahkan ada beberapa diantara mereka yang berkata,
"Ini sebenarnya siapa to yang bohong? Kata Tuan Dipasena Adhinata itu sangat menginginkan jabatan dan hadiah itu? Lha tapi ini dia malah bilang kalau tidak menginginkannya, bahkan meminta supaya hadiah itu ditarik kembali, aku kok jadi bingung?"
"Ah, kita lihat aja dulu ... siapa yang benar? Karena bisa jadi Adhinata saat ini sedang berpura-pura," sahut temannya.
"Pura-pura gimana maksudmu?" tanya satunya.
"Ya ... agar supaya dia terlihat teraniaya dan mendapatkan simpati dari Gusti Prabu gitu," timpal salah satu pendukung Dipasena yang terlihat sangat setia itu.
"Benar juga ya pendapatmu? Kalau memang benar begitu, berarti licik juga ya Adhinata?" sahut temannya tadi.
Sementara itu Dipasena yang melihat reaksi datar dan
Selanjutnya Gusti Prabu Jayantaka juga menambahkan pidatonya."Dan sayembara ini sifatnya umum bagi siapa saja baik itu dari orang luar maupun orang dalam Istana, tak terkecuali untuk Adhinata sendiri," tutur sang Raja sambil menoleh dan menunjuk kepada Adhinata."Baiklah Rakyatku semua ... untuk selanjutnya saya persilahkan kepada Bapak dang Acarya Brahma untuk memimpin acara pengambilan sumpah bagi Adhinata," tutur sang Raja sambil memandang kepada lelaki tua berjubah itu."Hamba Gusti Prabu ..." ujar dang Acarya Brahma sambil bergegas naik ke atas pentas, setelah tadi sempat tertahan gara-gara diprotes oleh Rakryan Dipasena dan Pangeran Cayapata.Dan akhirnya Adhinata pun diambil sumpahnya untuk menjadi seorang wakil Patih Kerajaan Karma Jaya.Selagi Adhinata sedang diambil sumpahnya tiba-tiba Rakryan Dipasena langsung turun dari panggung tanpa permisi, melihat sikap dari Dipasena seperti itu Prabu Jayantaka p
Lalu dengan segera Pangeran Cayapata pun mengambil pedangnya, dan kemudian langsung melompat ikut turut menyergap Rakryan Dipasena."Hiya, hiya ...!" teriak Pangeran Cayapata sambil menyabetkan pedangnya.Sebagai seorang yang tidak pernah belajar ilmu bela diri, maka gerakan yang dilakukan oleh sang Pangeran terlihat seperti orang-orang yang sedang berkelahi, serangannya tidak terarah, tak teratur dan cenderung ngawur, bahkan sesekali malah membahayakan dirinya sendiri.Sementara itu Dipasena yang memang sudah mengetahui dengan serangan dari Pangeran Cayapata juga langsung segera berkelit untuk menghindari sabetan pedang itu, lalu terjadilah pertarungan yang terlihat tidak imbang sama sekali itu.Yah, meskipun secara usia Dipasena bisa terbilang sudah cukup uzur, namun kalau masalah bertarung dia memang bukan tandingan untuk dua orang Prajurit itu, apalagi Pangeran Cayapata yang memang tidak tahu ilmu silat sama sekali.Seme
"Selir yang baru saja Nanda Pangeran pake itu lumayan juga, ngomong-ngomong itu dapat dari mana?" tanya Dipasena sambil terus mengurut sang Pangeran.Mendengar wanita penghiburnya dipuji oleh Dipasena, Pangeran yang terlihat mulai mengantuk itu pun merasa bangga dan tersanjung, lalu dengan suara yang kurang jelas Pangeran menjawab."Dari Desa Simbar ... eh ...""Oh, dari Desa Simbar ..." balas Dipasena."Oh iya boleh gak kalau Paman Sena tanya-tanya?""Tanya apa?" jawab sang Pangeran."Ngomong-ngomong adakah wanita yang Nanda Pangeran inginkan tapi belum pernah bisa Nanda Pangeran kencani?" ujar Dipasena memberi pertanyaan yang sedikit menggoda."Ada ..." sahut sang Pangeran."Ah, aku tahu ... pasti Dyah Ayu Martini Putrinya Tumenggung Tambakrejo, benarkan Nanda Pangeran? Hehe ..." ujar Rakryan Dipasena menggoda.
"Lalu Ayahanda Prabu pun bermaksud menggendong Manika dari arah depan, namun Manika sendiri menolak dan minta supaya digendong dari belakang saja, dan akhirnya jadilah ia digendong di belakang punggung Ayahanda Prabu," tutur Pangeran Cayapata."Lalu kedua kaki mulusnya pun mengangkang dan memeluk tubuh Ayahanda Prabu, dan seperti yang aku bilang tadi bahwa kain kemben yang dipakai Manika itu sangatlah pendek jadi ketika kakinya memeluk tubuh Ayahanda Prabu maka pahanya pun terbuka lebih tinggi hingga di area jurang kenikmatannya itu, dan dari arah belakang, tepatnya dari arah saya mengintip, nampak dari situ sangat jelas terpampang dua gunung kembar yang nampak begitu mulus dan kenyal, lengkap dengan belahan yang juga langsung ikut terbuka, namun sayang pemandangan indah itu tidaklah berlangsung lama karena Ayahanda Prabu terus membawa Manika masuk lebih dalam ke dalam kolam dan akhirnya tubuh mulusnya pun terlihat kurang jelas lagi."Sampai di sini Pangeran Cayapa
Setelah selesai mendengarkan Pangeran Cayapata bercerita Dipasena bermaksud ingin kembali membahas rencananya yang telah gagal itu."Nanda Pangeran," panggil Dipasena."Iya Paman, ada apa?" sahut sang Pangeran."Aku pun sangat mendukung hasrat Nanda Pangeran untuk bisa memiliki Ratu Manika," ujar Dipasena memulai aksinya dengan memuji Pangeran Cayapata terlebih dulu."Iya, bagus," jawab Pangeran singkat."Menurutku rencana ini bukan sembarang rencana, ini adalah sebuah rencana yang sangat besar, yang sangat memerlukan perencanaan, pengaturan strategi dan pengeksekusian yang tepat pula," papar Dipasena memberi penjelasan."Ya memang benar, memang inilah yang aku inginkan," timpal Pangeran Cayapata."Lalu apakah Nanda Pangeran Cayapata sudah memiliki rencana untuk itu? Dan kira-kira kapan akan memulainya?" tany
"Lalu kalau tidak berperang bagaimana bisa aku menyingkirkan Ayahanda Prabu Paman?" tanya Pangeran terlihat masih bodoh dalam urusan itu."Tenang Nanda Pangeran, ada cara lain yang lebih jitu dibanding bertarung," ujar Dipasena sambil menatap Pangeran Cayapata."Apa itu?" tanya Pangeran Cayapata dengan segera."Racun," sahut singkat Dipasena."Apa?! Racun?!" seru Pangeran Cayapata nampak kaget."Ya, benar Pangeran .. racun. Racun adalah cara yang senyap tanpa adanya kegaduhan namun cukup jitu untuk melenyapkan nyawa seseorang," timpal Dipasena meyakinkan.Sesaat sang Pangeran terlihat masih berpikir dengan saran Rakryan Dipasena itu, namun tidak lama kemudian dia pun kembali berkata merespon ucapan sepupu Ayahandanya itu."Ya, ya, aku tidak pernah berpikir sebelumnya sama sekali. Baiklah Paman, aku sangat setuju dengan usulanmu itu tadi, tapi ngomong-ngomong racun apakah yang nanti akan aku gu
"Ya gak mungkinlah kalau sampai aku keluar istana tanpa sepengetahuan dari Ayahanda Prabu, ya paling tidak Gusti Ratu Bhanuwati juga harus tahu, karena kalau sampai aku nekad pergi dan Gusti Prabu atau Ratu Bhanuwati tidak tahu, maka kalau sewaktu-waktu mereka mencari aku kan bisa bahaya? Iya kan?" terang Dipasena sambil melontarkan tanya pada sang Pangeran, dan terlihat Pangeran Cayapata juga langsung mengangguk pelan, menandakan kalau dia juga bisa memahami dengan apa yang dimaksudkan oleh Pamannya itu.Sesaat Dipasena berhenti melanjutkan ucapannya, sengaja dia memberi waktu untuk Ponakannya itu kalau memang dia mau menyanggah ucapannya tadi, namun setelah beberapa saat ditunggu sang Pangeran tidak juga kunjung berbicara, akhirnya Dipasena pun kembali melanjutkan kata-katanya."Karena gini Nanda Pangeran ... aku itu tidak ingin rencana besar ini terbongkar, makanya sengaja saya akan memerintah ke beberapa Prajurit pilihan untu
"Mungkin saja Wuni, apa sih di dunia ini yang tidak mungkin kalau memang sudah menjadi kehendak Dewata Agung?" balas Adhinata dengan jawaban yang terbilang sudah mentok."Widih ... makin mantap saja temanku ini, ya udah kalau gitu saya mohon pamit aja, karena kayaknya sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi," timpal Ranggawuni dengan berpura-pura sewot."Lho yo jangan mutung gitu to ... gini lho ya, mengenai mayat sakti itu sebenarnya ya seperti yang banyak orang ketahui itu, bahwasannya tidak akan pernah ada orang yang bisa masuk ke dalam Goa itu kecuali lewat Tuan Biswara, atau kalaupun toh ada, sudah pasti orang tersebut benar-benar memiliki kesaktian yang melebihi Tuan Biswara. Tapi jujur, aku sendiri tidak yakin kalau saat ini ada pendekar yang mampu menandingi kesaktian beliau, karena aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku ini," ujar Adhinata menerangkan pada Ranggawuni."Benarkah itu Adhinata?!" tim