Ia tidak menyangka bisa bertemu dengan sosok iblis di sebuah gua yang akan memberikannya semua hal. Namun, bayaran yang berat harus disanggupi oleh Arya Santanu. Sekali saja ia melanggar, maka nyawanya menjadi taruhan. Pikirannya berputar, ia mengambil semua kemungkinan yang terjadi bila dirinya harus membuat perjanjian dengan Asura. Namun kebutuhan yang ia miliki begitu mendesak. Arya Santanu bisa menjadi kaya raya hanya dalam waktu semalam. Ia tidak perlu berjuang untuk bertani jagung dan sayuran, atau pun mengambil beberapa tanaman obat dan jamur yang kemudian dijual dipasar. Adiknya, Raka Caraka pun bisa menempuh pendidikan yang ia inginkan di ibukota kerajaan.
"Apa yang kau minta dari perjanjian itu? Jelaskan semuanya kepadaku." Arya Santanu mengambil pilihannya. Ia memilih untuk mendengarkan dahulu semua isi perjanjian itu."Aku adalah iblis yang setingkat dengan jenderal dari neraka. Suatu hari, aku dikhianati oleh para saudaraku. Mereka memilih untuk tinggal bersama para manusia dan menolong mereka semua mencapai tujuannya. Sayangnya, para manusia itu, bodoh. Perang yang berkecamuk 100 tahun yang lalu adalah imbas dari ikut sertanya para saudaraku yang berjumlah tiga belas iblis. Kami berhasil membungkam kerajaan musuh dan memerdekakan satu wilayah luas yang semula berupa lima kerajaan kecil. Yah … kau benar. Kerajaan tempatmu berdiri saat ini terbentuk dari sumbangsih kami yang ikut berperang di era dahulu." Asura menjelaskannya lebih lanjut.Perang 100 tahun yang lalu akhirnya dimenangkan oleh seorang raja yang berteman dengan salah satu iblis bernama Maghanada Indrajit. Ia adalah pemimpin dari tiga belas jenderal iblis yang berasal dari neraka. Bersama dengan dua belas saudaranya, ia memberikan kemenangan mutlak kepada raja dari Nuswapala, Aji Kala Karna. Namun, kerajaan musuh yang berada di Swarnadwipa tidaklah tidur. Saat ini, kekuatan tempur kerajaan besar Swarnapala setingkat dengan Nuswapala. Tidak ada yang tahu, tapi kemungkinan, perang besar akan terjadi lagi di masa depan bila Swarnapala meminta bantuan para Dewata."Lalu apa yang kau inginkan. Jangan bertele-tele." Arya Santanu sadar bila ia akan menerima akibatnya dari perjanjian dirinya dengan iblis Asura."Bantu aku untuk membunuh ketiga belas saudaraku. Bila kau membantuku, aku akan memberikan apa pun yang kau mau. Tapi … kau hanya boleh meminta satu permintaan saja. Jadi, pikirkan baik-baik." Asura telah menyebutkan mahar dari perjanjian tersebut.Harga yang bisa dibilang begitu susah untuk dicapai. Arya Santanu sendiri tidaklah memiliki dasar sebagai seorang pendekar, bagaimana caranya ia bisa menang melawan raja Nuswapala dan tiga belas iblis itu?"Apa kau gila?! Bagaimana mungkin aku bisa membunuh mereka semua? Aku hanya petani jagung yang miskin, aku tidak memiliki kekuatan untuk memburu, melawan atau bahkan membunuh mereka semua." Arya Santanu merasa lemah."Jangan rendah diri dahulu. Aku akan bersatu dengan jiwamu. Dengan begitu, kau bisa menggunakan kekuatanku untuk melawan mereka semua. Ingatlah … aku sangatlah kuat." Asura tersenyum."Bila kau bisa membunuh mereka, kenapa membutuhkanku?" Arya Santanu bertanya."Karena aku tidak memiliki wujud di dunia ini. Kami para iblis telah dibatasi untuk hidup di dunia ini. Dengan begitu, aku atau pun para saudaraku akan menggunakan wadah manusia untuk bisa berjalan di atas muka bumi. Artinya, saat ini mereka sedang menyamar menjadi manusia, mengambil raga manusia atau membuat perjanjian seperti yang aku lakukan sekarang untuk tetap bisa hidup di dunia." Asura melihat ketidakpercayaan Arya Santanu. Pemuda itu masih merasa ragu untuk membuat perjanjian dengan Asura."Bila kau ikut membantu, artinya tugasku tidaklah terlalu berat. Baiklah … aku setuju. Permintaanku adalah-," tiba-tiba ucapan Arya Santanu dipotong."Cukup sampai disitu. Aku akan memberikan waktu kepadamu untuk berpikir tentang permintaanmu. Tapi untuk sekarang, aku hanya ingin membuat sumpah yang tidak bisa dilanggar denganmu. Sumpah itu akan menjadi bukti bahwa kita berdua telah terikat satu sama lain dalam perjanjian ini, bagaimana? Apa kau siap?" Asura meringis.Pikiran Arya Santanu mulai saling tumpang tindih. Dua kubu di pikirannya antara menolak dan setuju seakan saling berperang. Ia tidak bisa menjawab cepat pertanyaan dari Asura. Namun tiba-tiba, Arya Santanu merasa bingung kenapa Asura mendekatkan telinganya ke dinding gua. Ia meringis dan tersenyum, seakan ada yang ia dengar. Bahkan Asura melotot dan menatap dinding itu."Apa yang kau dengar? Kau sedang melihat apa?" Arya Santanu merasa penasaran."Ini menarik … apa kau tahu, ada sebuah desa yang tidak jauh dari gua ini sedang diserang oleh kelompok bandit. Aku mengenal bendera itu. Ia menggunakan salah satu dari saudaraku." Asura begitu bersemangat saat mengetahui ada para bandit yang memuja salah satu saudaranya."Apa?!" Arya Santanu terkejut.Tidak ada desa yang begitu dekat dengan gua tempat ia berada saat ini, kecuali desanya sendiri. Tanpa memikirkan keberadaan Asura, ia lekas berlari begitu kencang hingga terjatuh. Di pikiran Arya Santanu saat itu hanyalah adiknya, Raka Caraka. Ia menerjang semak-semak tinggi tanpa obor yang menerangi. Pikirannya seakan mengingat seluk beluk hutan itu. Ia berjalan tanpa mengandalkan peta atau pun petunjuk arah."I-ini tidak mungkin …."Arya Santanu berdiri dalam keterkejutan. Dari kejauhan, ia melihat kepulan asap hitam membumbung tinggi. Lebih dari sepuluh titik asap hitam terlihat oleh kedua netra matanya. Teriakan, jeritan dan suara tawa yang memecah malam terdengar nyaring di telinga Arya Santanu. Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari menuju ke desanya.Sebuah tombak mengarah ke dirinya. Arya Santanu yang sadar akan datangnya tombak langsung menghindar, namun goresan lumayan lebar tercipta di lengan kanannya. Ia terus lari dan menerjang beberapa bandit yang mengayunkan pedangnya ke arah dirinya.BUUUK!!Sedikit tinju asal-asalan menghantam wajah dari salah satu bandit itu. Arya Santanu benar-benar kehilangan kesabaran. Ia memasuki rumah berukuran sedang peninggalan orang tuanya. Kedua matanya melirik ke setiap ruangan. Ia mencari keberadaan adik kecilnya yang masih berusia 12 tahun.BRAAAK!!Pintu rumah Arya Santanu di dobrak paksa oleh beberapa bandit. Ia menarik paksa Arya Santanu keluar. Tubuhnya ditendang dan didorong hingga terjatuh ke tanah. Diantara para bandit yang berdiri di depannya, seseorang mendatanginya sambil membawa seorang bocah laki-laki. Ia menarik rambut atas bocah itu. Arya Santanu mendengar jelas tangisan dan permintaan ampun dari bocah itu."Raka?!""Raka!"Arya Santanu berteriak keras setelah melihat adiknya diperlakukan seperti binatang. Ia begitu kesal saat Raka Caraka didorong hingga terjatuh ke tanah. Dadanya diinjak oleh kaki kanan salah satu bandit. Raka Caraka mencoba menahan tekanan kaki dari bandit itu, namun ia mulai mengalami sesak napas."Hentikan … tolong hentikan! Ia hanya anak kecil!" Arya Santanu berusaha bangkit, namun ia dipukul oleh gagang tombak dan terjatuh kembali. Ia kembali bersuara, namun suaranya yang lantang belum cukup memberi peringatan kepada para bandit itu."Menyedihkan! Kau sungguh menyedihkan!" Bandit yang menginjak kaki Raka Caraka sempat tertawa meski sebentar. Lalu ia melanjutkan menginjak dada anak laki-laki itu berulang kali.Raka Caraka sampai mengalami sesak dan batuk."Ka-kak …."Panggilan lirih terdengar dari mulut bocah 12 tahun itu. Ia menoleh ke arah kakaknya. Air mata mengalir di pipi dan jatuh hingga menyentuh tanah. Arya Santanu terbelalak saat sebuah tombak panjang menghantam dada adiknya.JLEEEB!!Seketika suara Raka Caraka berhenti. Mulutnya terbuka seperti ingin menyampaikan sesuatu, namun Arya Santanu tidak mendengar apa-apa. Tidak lama kemudian, darah segar mengalir dari mulut Raka Caraka. Suara tawa bergema keras ditelinga Arya Santanu. Para bandit bersorak dan bergembira atas pembunuhan yang baru saja mereka lakukan. Di bawah bendera iblis yang mereka kibarkan, Raka Caraka tewas dengan keji."Kau ….""Aku … pasti akan membunuhmu ….""Jangan harap … kau bisa lari dan bersembunyi.""Asura … aku sudah tahu ingin meminta apa atas perjanjianku denganmu."Asura hadir di belakang Arya Santanu. Ia menampakkan dirinya dengan wujud api merah yang membentuk wujud sebuah pria kekar bertaring dan bertanduk dua. Di belakang punggungnya terdapat empat tangan raksasa yang terbuka. Dan di keempat telapak tangannya terdapat masing-masing satu mata yang menatap para bandit itu."Apa permintaanmu?"Asura mencengkeram erat para bandit yang tidak membiarkan Arya Santanu berdiri. Ia membakar habis wajah dan sekujur tubuh bandit itu hingga hancur menjadi abu. Para bandit memilih untuk mundur dari tubuh Raka Caraka. Mereka semua ketakutan saat melihat sosok tinggi besar dan berperawakan sungguh mengerikan. Baru pertama kali ini, mereka melihat bentuk iblis yang sesungguhnya. Bahkan di antara mereka ada yang terjatuh ke tanah dengan mulut menganga. "Apa yang kau minta, Arya Santanu?" Asura menoleh ke arah temannya.Arya Santanu mendekap dan memeluk erat tubuh adiknya. Tangis menetes bagai rintik hujan. Ia berteriak dan terus memanggil sosok adiknya. Ia menyadari bila hidupnya telah berubah ketika Raka Caraka tewas tepat di hadapannya. Tujuan hidup yang semula untuk bahagia bersama sang adik telah berubah menjadi benih dendam yang bergejolak. Tunasnya kian tumbuh saat bisikan Asura semakin menggema di telinga Arya Santanu. Ia memiliki pilihan untuk membantai para bandit itu. "Asura,
Hujan turun begitu deras di sekitar wilayah selatan kerajaan Nuswapala. Tidak begitu jauh dari pantai selatan, sebuah gunung api besar mengeluarkan kepulan asapnya. Gunung api tersebut dipercaya oleh para masyarakat desa Ratubumi sebagai tempat bersemayamnya sebuah pusaka milik para Dewa. Beberapa pendekar mencoba untuk menjelajahi bagian dalam gunung api, namun tidak satu pun dari mereka yang berhasil menemukan pusaka yang dimaksud. Semuanya berakhir tewas oleh penjaga yang menjaga gua di gunung api tersebut. "Sebaiknya kita melanjutkannya dengan berjalan kaki." Arya Santanu mendarat tepat di sebuah tebing berbatu dekat dengan kaki gunung api. "Kita harus mencari tempat berteduh. Aku merasakan hawa keberadaan beberapa manusia tidak jauh dari sini. Sepertinya ada desa di ujung hutan itu." Asura berbisik, ia menunjukkan keberadaan sebuah perkampungan."Baiklah, ayo ke sana." Arya Santanu berjalan menahan kesadarannya yang kian memudar. Efek samping dari penyatuan diri antara ia dan
Para pasukan mayat hidup mengitari area hutan yang masih lembab akibat hujan tadi. Mulai dari semak-semak, pepohonan dan area air terjun semua ditelusuri oleh mereka. Arya Santanu dan Dewi Sari Kencana tidak bisa bergerak untuk sementara waktu. Mereka memilih untuk diam ditempat dahulu sampai mereka pergi dari sekitar mereka berdua. Namun, jenderal pemimpin para mayat hidup itu merasakan keberadaan hawa para manusia yang berada tidak jauh dari tempat mereka berada."Semuanya! Ikuti aku! Kita menuju ke desa diujung hutan!" Jenderal para mayat hidup berteriak lantang.Deru suara dari dua ribu tapak kuda bergerak membuat permukaan tanah bergetar. Mereka meninggalkan tempat persembunyian Arya Santanu dan Dewi Sari Kencana tanpa tahu keduanya sedang berada di sana."Mereka pergi? Tapi mau ke mana?" Dewi Sari Kencana merasa penasaran."Mereka pasti mengincar desa di ujung hutan. Warga desa itu tidak memiliki salah apa pun. Bila kita biarkan, mereka semua akan dibantai oleh para mayat hidup.
"Tuan Ketu, salam." Sang jenderal dan semua pasukannya menundukkan kepalanya. Ia terkejut saat iblis Ketu mendatangi dirinya. "Jenderal, tarik pasukanmu mundur. Berikan kami tempat luang untuk bisa mengobrol sebentar." Iblis Ketu berdiri di hadapan Arya Santanu dan Dewi Sari Kencana.Wujudnya masih menjadi manusia. Namun di dahi kanan hingga ke wajah bagian kanan adalah muka asli dari iblis tersebut. Ada tanduk menjulang begitu lancip di dahi sebelah kanan. Mata sebelah kanannya pun hanya terlihat berwarna merah tua saja. "Lama tidak berjumpa, Ketu, sang pengendali mayat hidup." Asura berganti tempat dengan Arya Santanu. Ia menyapa saudara paling bungsu."Kak Asura, kau terlihat sehat. Apa pemuda itu adalah salah satu mangsamu?" Iblis Ketu menyindir."Lalu bagaimana denganmu? Apa pemuda yang sedang kau gunakan jasadnya itu masih layak pakai? Wajahmu terlihat jelek sekali." Asura tersenyum mengejek saudaranya.Iblis Ketu begitu gusar. Ingin sekali rasanya ia meremukkan tubuh kakaknya
Arya Santanu menyandarkan tubuhnya di sebuah batang pohon. Ia sangat kelelahan setelah berjalan mendaki jalan setapak yang lumayan curam. Puncak gunung api masih berada jauh di atas. Hari pun hampir gelap. Dewi Sari Kencana yang menemaninya memilih untuk mencari beberapa kayu bakar dan iman di danau yang tidak jauh dari tempat mereka beristirahat. "Seharusnya kita bisa menggunakan sayap api dan langsung mendarat tepat di pinggir kawah." Arya Santanu mengeluh."Kau kira kekuatanku itu tidak terbatas?! Aku juga butuh istirahat untuk bisa mengeluarkan sayap itu!" Asura merasa kesal."Sebenarnya, di mana letak pusaka itu? Apa ia berada di tengah kawah yang dikelilingi oleh kolam lahar?" Arya Santanu merasa penasaran."Jangan terlalu banyak berkhayal! Bagaimana mungkin pusaka itu di letakkan di tempat yang mudah terlihat, hah?!" Asura memarahi pemuda bodoh itu."Kukira dewa agak sedikit malas, jadi ia berpikir untuk meletakkannya di sembarang tempat yang mudah untuk diambil." Arya Santanu
Setelah mencari keberadaan kakek tua itu, Dewi Sari Kencana dan Asura akhirnya menyerah. Tenggorokan terasa kering setelah mengitari area tepi danau yang begitu besar. Mereka berdua harus sampai beristirahat dahulu di batu besar yang berada tepat di pinggiran danau. Keduanya ingin menenggak air danau, namun tiba-tiba dari kejauhan, Arya Santanu berteriak."Hentikan! Jangan di minum!"Arya Santanu menghampiri kedua temannya dengan membawa raut wajah cemas. Napasnya tersengal-sengal karena ia harus lari dari tempat istirahatnya. "Apa yang kau lakukan? Kenapa pakai lari segala?" Dewi Sari Kencana merasa bingung."Bila kalian meminum air danau itu, beberapa saat kemudian kalian akan mati!" Arya Santanu coba memberi ancaman yang tidak jelas."Apa? Mati?" Dewi Sari Kencana semakin bertambah bingung.Arya Santanu mengambil air danau itu menggunakan tempat minum dari bambu. Setelah menciduk air tersebut, ia langsung mengguyurnya ke atas rerumputan. Tiba-tiba, rumput tersebut layu dan gosong m
Kedatangan iblis Rahu di pergulatan mereka berempat sangat mengganggu sekali. Asura sampai mengobarkan api miliknya dan melelehkan es milik Dewi Sari Kencana yang membekukan dirinya. Ia yang tidak bisa selamanya berada di luar tubuh inangnya harus menahan amarahnya dan memilih untuk kembali ke dalam tubuh Arya Santanu. Sang kakek menatap tajam ke arah iblis Rahu. Namun saat menoleh ke arah Arya Santanu dan Dewi Sari Kencana, ia tersenyum. Untuk sesaat ia berpikir bila dirinya tidak perlu ikut membantu pertarungan mereka. Akhirnya ia pun memilih untuk merebahkan diri di batu hitam besar itu. Sang kakek tua memejamkan matanya dan tidur."Aku serahkan iblis itu kepada kalian bertiga. Bila sudah selesai tolong bangunkan aku." Sang kakek mulai tertidur."Apa?! Seenaknya kau memerintah!" Tiba-tiba Asura mengambil alih tubuh dari Arya Santanu. Ia menghardik terus menerus kakek tua itu.Tiba-tiba …Iblis Rahu melancarkan serangan. Ia mengubah darahnya menjadi puluhan tombak yang ia kendalika
Iblis Rahu Ketu mengubah kembali wujudnya. Tubuhnya menjadi lebih besar dan tinggi dari sebelumnya. Kedua sayap dari darah mengembang lebar. Rupa dari Rahu Ketu pun menjadi rupa iblis sepenuhnya. Kulit merah, taring panjang, dia tanduk menjulang, mata melotot besar dan embusan napas yang begitu besar. Otot kekar pun terlihat jelas dari lekukan tubuh Rahu Ketu. Ia hanya tersenyum ke arah Arya Santanu. "Bentuk kedua, 'kah?" Arya Santanu menyelimuti kedua tangannya dengan tangan iblis."Aku akan membunuhmu dan si bodoh Asura!" Rahu Ketu terbang melesak ke langit. Ia mengepakkan sayapnya ke arah depan belakang. Sekali kepak, keluar sebuah pasak sekecil jarum yang terbuat dari arah. Seluruh pasak itu melesak cepat bagaikan hujan menuju ke arah Arya Santanu. Melihat hal itu, Arya Santanu menggunakan dua kaki iblis dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Kelincahan si petani itu sangatlah luar biasa. Ia bisa menghindari serangan beruntun dari ribuan pasak kecil yang melesak ke arahnya. Sese