Jennie berteriak saat ada yang melingkarkan tangan di pinggangnya dan mencium tengkuknya.
Gara yang terkejut refleks melepas pelukannya. “Cuma dipeluk saja sampai berteriak-teriak. Semalam kamu bilang sudah rela mengikhlaskan tubuhmu untuk suamimu, tapi mana?”
Wanita berkebaya itu memutar tubuhnya, hingga menghadap suaminya. “Maafkan aku Gara, aku nggak tahu kalau itu kamu. Lagian kamu datang diam-diam kayak gitu udah kayak maling aja.”
“Kamu pikir siapa yang berani masuk kamar ini dan memelukmu? Kalau pun ada yang berani memeluk kamu, dia akan berhadapan dengan saya.” ucapnya sambil berjalan menuju tempat tidur, lalu duduk di tepiannya.“Yang bener?" Jennie tersenyum mengejek sambil berjalan menghampiri suaminya. “Jadi aku nggak boleh mencari laki-laki untuk penggantimu dong ya sebelum kita berpisah?”
Ia sengaja berbicara seperti itu untuk melihat reaksi suaminya. Jennie penasaran den
"Mereka sangat aneh. Dikit-dikit berantem nanti baikan lagi. Aku kalau jadi Jennie juga kesel banget tuh sama Gara," kata Sisil sambil mengintip keponakannya dari balik pintu kamar yang terbuka sedikit."Gara persis daddy-nya. Nggak berani bilang suka, tapi nggak mau melepas juga," timpal Andin sambil melirik suaminya yang berdiri di sampingnya."Karena dia anak saya, Bee," sahut Haidar sambil terkekeh. "Kalau dia tidak mirip dengan saya ataupun kamu, itu patut dicurigai."Tiba-tiba Andin memukul lengan suaminya dengan keras. "Kamu menuduhku selingkuh?""Bukan itu maksud saya, Bee." Haidar memeluk istrinya sambil tersenyum. "Kamu ini sensitif banget sih seperti orang hamil. Apa jangan-jangan kamu lagi hamil ya?""Ya Ampun, kalian udah tua, tapi mau punya anak lagi? Sadar umur woy ...!" Seloroh Sisil sambil melirik dengan Andin dan Haidar."Aku nggak hamil," sahut Andin sambil menggeser Sisil, ia ingin melihat anak dan menantunya lagi. "Aku y
Jennie terdiam. Ia sadar ucapannya telah menyinggung suaminya. “Maafkan ucapanku,” kata Jennie dengan lembut. “Tapi, aku mohon jangan melakukannya sekarang! Besok saja kalau kita sudah pulang.”“Supaya besok kamu bisa kabur dari saya?"“Suamiku, Sayang.” Jennie menangkup wajah laki-laki yang sedang mengungkung tubuhnya. “Aku takut kedinginan lagi kalau harus keramas. Semalam aku udah pasrah, aku pikir semalam bakal mati kedinginan.”‘Benar juga apa yang dia katakan.’Akhirnya Gara bangun dan berdiri, ia kembali memakai jas yang sempat ia lempar.Jennie bangun, lalu menghampiri suaminya. Ia menangkup wajah laki-laki tampan itu. “Aku akan melayanimu selayaknya seorang istri. Aku akan tetap berada di sampingmu sampai kapan pun kalau kamu yang mengingkan aku. Dan aku akan pergi jika kamu yang menginginkannya.”Laki-laki itu melingkarkan tangannya di pinggang sang istri
Gara dan Jennie buru-buru bangun. Mereka panik mendengar teriakan sang mommy.“Aku bilang juga apa, nanti aja di rumah,” kata Jennie sambil berusaha mengancingkan kancing bajunya, tapi tidak masuk-masuk.“Biar saya bantu.” Gara membantu mengancingkan sambil memejamkan mata karena gundukan kenyal itu sangat menarik perhatiannya."Gara cepetan!""Sebentar lagi," jawab Gara sambil berusaha menenangkan dirinya yang merasa sesak napas melihat tubuh sang istri."Lama banget sih!""Sudah selesai!" Gara menegakkan tubuhnya, lalu tersenyum melihat wajah sang istri yang terlihat panik. "Tarik napas dulu!"Jennie pun menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Ia melakukannya berkali-kali sampai merasa tenang.Setelah merasa tenang Jennie segera membuka pintu kamarnya untuk menemui sang mertua."Ada apa, Mom?" tanya Jennie sambil tersenyum canggung.“Sayang, kenapa rambutmu b
“Jangan, Nak!” Sang mommy memeluk menantunya dari belakang. “Kalau ingin menjadi istri yang baik, ikuti kemauan suamimu bukan mertuamu.” Andin mencium pipi menantunya dengan penuh kasih sayang. “Kalian menantu Mommy, buatlah anak Mommy bahagia,” ucapnya sambil berurai air mata.“Aku akan berusaha membahagiakan suamiku supaya Mommy bahagia, aku sayang Mommy.” Jennie memeluk lengan wanita paruh baya itu.“Sini, Nak!” Andin melambaikan tangannya supaya sang pengantin yang sedang duduk sambil menitikkan air mata mendengar ucapan sang mertua, berjalan perlahan mendekati wanita itu.“Kalian berjanjilah sama Mommy, akan menjadi menantu Mommy selamanya! Kalau anak-anak Mommy melukai hati kalian, jangan sungkan untuk bilang sama Mommy.”Jenni dan Anisa yang sudah lama tidak merasakan kehangat pelukan seoramg ibu menjadi sangat bahagia mempunyai mertua yang baik hati seperti ibu kandung s
"Istrimu," jawab Haidar sambil berlalu dari hadapan Sisil dan Aldin."Haaah ... kalian ini sungguh menyebalkan!" pekik Sisil sambil mengangkat bibir atasnya.Aldin mendekati istrinya sambil menatap wanita paruh baya itu dengan senyuman nakal. “Apa selama ini aku kurang romantis?” Aldin menarik pinggang istrinya, hingga merapat ke tubuhnya.“Ng-nggak, Hubby, aku nggak pernah bilang seperti itu,” jawab Sisil sambil berusaha melepas tangan sang suami dari pinggangnya.Sisil celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan, ia malu jika terlihat oleh orang di desa itu yang tidak terbiasa dengan perlakuan romantis seperti di kota yang dilakukan di depan umum.Namun, Aldin menarik kembali istrinya dan melingkarkan tangannya di dada sang istri sambil berbisik. "Cuaca di sini cocok ya untuk bulan madu."“Hubby, lepasin! Nanti ada yang melihat," kata Sisil pelan.Di rumah itu sedang ada acara pernikahan tentu saja banyak or
Sisil memeluk keponakanya dengan erat. “Tante pernah merasakan itu dan hampir bercerai dengan suamiku, tapi Om kamu mengalami kecelakaan dan saat itu Tante baru tahu kalau dia hanya dijebak.”“Itu berbeda.”“Ya ... situasi Tante saat itu memang berbeda, Om Aldin hampir melakukan itu karena dijebak, lain halnya dengan Bara dan Anisa.”Sisil mengembuskan napasnya perlahan sebelum melanjutkan ucapannya. Masih terasa sakit jika teringat akan kejadian itu. Tidak bisa dipungkiri kalau masa lalu tidak akan pernah hilang dalam ingatan. Kita hanya berusaha untuk tidak mengingatnya lagi, bukan menghilangkan ingatan itu.“Sebelum mengetahui kebenarannya, dunia Tante seakan hancur, nggak ada yang bisa Tante lakukan selain mencoba menutup luka dengan rapat. Namun, Tuhan begitu baik menitipkan malaikat kecil di rahim Tante sebagai penghapus kesedihan itu, sama halnya dengan kehadiran Jennie dalam hidupmu. Dia datang untuk mengo
“Gara kamu jahat banget!” Jennie bangun dari duduknya, lalu berjalan mendekati meja rias. “Apanya yang aneh sih?”Pria tampan yang masih tertawa itu mendekati istrinya. “Kamu nggak sadar bulu mata kamu cuma ada sebelah?”“Ah iya, aku buka saja yang ini.” Jennie mengambil bulu mata yang satunya lagi. Padahal tanpa memakai bulu mata palsu pun bulumatanya sudah lebat dan lentik.“Begini lebih baik.” Pria yang berdiri di belakangnya itu tersenyum manis padanya terlihat dari pantulan cermin.“Aku harus merapikan riasan mataku.” Jennie bangun dari duduknya. “Aku ke kamar Anisa dulu.”“Apa semua wanita seperti itu? Selalu ribet kalau berdandan,” gumamnya sambil menatap sang istri dari cermin. “Padahal dia lebih cantik kalau tidak berdandan.”Laki-laki itu menelpon orang suruhannya yang ia tugaskan untuk mengawasi ibu mertuanya setelah istriny
“Ya iyalah. Walaupun aku nggak cinta sama kamu, tapi kamu sudah menjadi suamiku. Itu artinya kamu milikku!""Oh begitu ya." Gara mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Jadi saya ini milik kamu?""Iya!" jawab Jennie dengan tegas. Selama kamu menjadi suamiku aku nggak akan membiarkan orang lain memilikimu walau hanya sebatas angan-angan. Aku nggak rela.""Tentu saja kamu tidak akan rela membiarkan suami sebaik saya diambil orang. Kalau kamu lepas dari saya, belum tentu kamu akan mendapatkan laki-laki sempurna seperti saya.""Astaga ...!" Jennie menepok jidatnya. "Kenapa dia malah semakin parah. Kayaknya dia gila ditinggal kawin cinta pertamanya.""Saya masih waras." Gara meniup wajah istrinya, lalu berkata, "Saya bersyukur terlepas dari dia, jadi saya bisa bersamamu."Ucapan Gara membuat Jennie salah tingkah, lalu ia mencoba mengajukan pertanyaan pada suaminya yang sempurna itu."Gara ... apa kamu rela kalau milikmu diambil or