Celahmu akan kuanggap sempurna oleh hatiku yang memang ditakdirkan untukmu dan mencintaimu.(Filzah-Arash – Sekeping Hati)Filzah memutuskan kembali ke kamar Arash dengan perasaan sedih, perkataan sang mama mertua menorehkan rasa sakit di dadanya. Sambil menaiki anak tangga, Filzah menghela napas panjang dan mengembuskannya, ia berharap rasa sakit itu menguap bersama embusan napasnya. "Ya Allah, kuatkanlah hati ini, meski kejadian tadi membuat perasaanku sakit, jangan biarkan hati ini patah, demi Kak Arash dan demi rumah tangga kami. Berilah aku kesabaran menghadapi sikap mama mertuaku. Jadikan hatiku selalu lapang menerima ujian kehidupan rumah tanggaku, Aamiin,” ucapnya lirih sambil menyeka butiran bening yang kembali menetes di pipinya. "Aku tidak boleh menangis dan tidak boleh kelihatan bersedih di depan Kak Arash. Sebaiknya aku tidak menceritakan apa yang baru saja kualami," gumamnya sambil memastikan matanya tak basah lagi."Biar bagaimanapun beliau juga orang tuaku, seper
Sejauh apapun kamu menjauh, bila hatiku ingin kamu. Aku bisa apa?(Alvisyah – Sekeping Hati)Pukul 10.00 Nirina, Cynthia, Azzura, dan wanita seusia Nirina datang. Mereka di sambut Arash dan Filzah dengan hangat. “Pak, tolong keluarkan bawaan kami dari bagasi dan bawa langsung ke dapur,” perintah Nirina pada sopir keluarga Priambudi.“Baik, Nyonya.” sopir keluarga Priambudi itu dengan cekatan mengeluarkan bawaan yang dimaksud Nirina, tentu saja Arash turut membantunya.“Dek, maaf Bunda lancang sudah memerintahkan Pak Bayu untuk meletakkan barang bawaan kami ke dapur kalian tanpa seizin yang punya rumah,” ujar Nirina pada sang putri yang saat ini berada di dapur mengambilkan minum.“Ya Allah, Bunda. Enggak apalah, santai saja, kayak sama siapa aja sih, Bunda” jawab Filzah sambil tersenyum manis.“Rumahnya asri, ya, Sayang. Banyak tanaman di depan, samping, dan belakang,” ucap Nirina sambil menelusuri rumah itu. Rumah yang mengingatkannya pada rumah kedua orang tuanya, tetapi lebih be
Hidup adalah sebuah pertanyaan. Untuk mendapatkan jawaban kita harus menjalaninya terlebih dahulu.(Filzah – Sekeping Hati)Arash lebih memilih mengalah dan meninggalkan Filzah menangis di kamar. “Mungkin akan lebih baik bila aku memberi waktu dan ruang untuk Filzah sendirian. Biarlah dia menumpahkan perasaannya dan menenangkan dirinya,” gumam Arash. Arash menyadari, akan sangat sulit baginya menjelaskan kesalahpahaman ini bila sang istri masih dikuasai amarah. “Maafkan aku, Zah. Aku memang pembohong, tapi aku punya alasan untuk tidak jujur padamu. Aku takut menyakiti hatimu,” ucapnya lirih sambil mengacak rambutnya. Laki-laki tampan itu beranjak menuju ruang makan, tepat di depan kamar utama. Dituangkannya air minum ke dalam gelas dan duduk di salah satu kursi di sana. Arash melihat pekerjaan berberes rumah yang ditinggalkan Filzah dan masih belum selesai, dia pun tergerak untuk melanjutkannya. Arash masih sibuk menyapu lantai ketika Bik Ulil datang dengan diantar Azzura.“Assal
Cinta itu terlalu suci untuk dinodai, terlalu tinggi untuk dikhianati, terlalu indah untuk dikotori. Karena ia adalah anugerah yang harus dijaga kesuciannya, Diagungkan ketinggiannya, dan dikagumi keindahannya.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi)Filzah segera menutup dan menguci pintu kamar. Perlahan tubuhnya luruh menyandar pintu kamar. Air mata satu persatu jatuh. Arash yang menyadari kesalahannya telah berlaku kasar pada sang istri segera menyusul. Arash sudah tidak peduli keberadaan sang mantan dan mamanya. “Zah, tolong buka pintunya, Zah. Tolong maafkan aku!” pintanya sambil terus mengetuk pintu.Arash mendengar deru mobil Alvisyah meninggalkan rumahnya, tetapi Arash sama sekali tidak peduli. Saat ini yang terpenting baginya hanyalah Filzah. “Ya Allah, apa yang telah aku lakukan tadi? Kenapa aku tidak bisa mengontrol emosi dan tanganku?” Arash mengusap kasar wajahnya, frustrasi, hingga terduduk di lantai depan pintu kamarnya.“Sayang, aku mohon, buka pintunya. Aku minta maaf,” u
Sebaik-baik rindu adalah rindu yang ketika terpenuhi menjadi energi baik untuk membuatmu semakin termotivasi.(Arash💔Filzah)Arash berulang kali mengacak rambutnya. Dia sangat menyesal sudah menyakiti Filzah, apalagi sudah menampar sang istri.“Apa yang telah aku lakukan? Mengapa aku begitu bodoh?!” Arash menatap telapak tangan yang sudah menampar wajah sang isteri lalu mengusap kasar wajahnya.“Filzah, maafin aku. Aku sudah mengingkari janjiku, bahkan aku sudah melakukan kekerasan fisik padamu. Aku merasa gagal. Aku bukan suami yang baik,” isaknya penuh penyesalan.. Bik Ulil merasa iba dengan apa yang menimpa sang majikan. “Sebaiknya Den Arash sekarang membersihkan diri dulu dan salat. Setelah tenang, Den Arash bisa mencari Non Filzah. Bibi akan menyiapkan makan malam dulu,” bujuk Bik Ulil.“Bik Ulil tidak usah menyiapkan makan malam untukku, aku belum lapar. Silakan Bibi menghangatkan lauk untuk makan malam. Lalu, Bibi makanlah lebih dulu. Usai mandi dan salat, aku akan mencari F
Hati yang kuat takkan pernah goyah dengan berbagai tekanan, karena tekad telah mengalahkan segalanya(Sekeping Hati)Usai menceritakan permasalahan rumah tangganya pada Bik Jum, Filzah merasa beban yang ditanggung hatinya sedikit ringan. “Non Filzah sebaiknya istirahat dulu. Setelah melewati perjalanan panjang, pasti Non Filzah lelah. Sebentar Bibi siapkan sarapan buat Non,” ujar Bik Jum sambil mengantar Filzah ke kamar yang baru saja dibersihkannya.Filzah yang merasa lelah pun mengiyakan perintah Bik Jum. Gadis cantik itu menyeret koper dan membawanya masuk ke dalam kamar yang diperuntukkan untuknya, kamar yang biasa dia tempati saat liburan di rumah Bik Jum.Filzah memilih membersihkan tubuhnya dulu sebelum beristirahat. Sekarang tubuhnya terasa segar dan lebih ringan—berkurang rasa lelahnya. Saat Filzah akan membaringkan tubuhnya, terdengar panggilan Bik Jum mengajaknya sarapan. “Non Filzah silakan melanjutkan istirahatnya. Nanti saatnya makan siang, Bibi akan bangunkan!”
Cinta itu suatu perasaan yang indah bila dirasa, sakit bila diacuhkan, dan kecewa bila tidak terbalas.(Sekeping Hati)Zayyan masih tidak percaya, Filzah meninggalkan rumah Arash tanpa sepengetahuan dirinya dan keluarga. Rasa khawatir sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adik menyelimuti hatinya. Saat ini hatinya bimbang diterpa kekhawatiran setelah meninggalkan rumah Arash. Beruntung ada Azzura di sampingnya. Wanita cantik itu adalah penawar dari segala gundanya.“Bagaimana kalau bunda tahu? Bunda pasti syok dan menangis seharian. Filzah tidak pernah jauh dari keluarga. Sejak kecil dia selalu berada di samping bunda dan oma. Bahkan untuk bisa kuliah di luar negeri seperti aku pun bunda tidak mengizinkannya,” ucapnya lirih. Saat ini Zayyan dan Azzura dalam perjalanan pulang ke rumah.“Apa rencanamu, Kak?” tanya Azzura memastikan. Azzura sangat tahu, masalah ini sangat sensitif terjadi pada keluarga suaminya. Kasih sayang yang besar membuat keluarga itu saling menjaga dan mera
Kamu adalah kepingan hatiku yang telah hilang, bersamamu aku Bahagia.(Arash Habibi Elmani – Sekeping Hati)Filzah ingin mempercepat langkahnya, rasanya ia ingin segera menjauh dari Mirza. Namun, tanpa sepengetahuan Filzah, Mirza tengah mengikutinya dari belakang. Pemuda manis itu hendak menyusul Filzah, dia tidak mau terjadi sesuatu pada Filzah. Dia ingin memastikan wanita itu sampai di rumah Bik Jum dengan selamat. Dari kejauhan Filzah melihat mobil yang sangat dia kenali. Sebuah mobil mewah berwana hitam metalik dan itu adalah milik ayahnya. Perlahan mobil itu semakin mendekatinya. Dia bingung harus berbuat apa. Filzah pun memutuskan untuk kembali ke masjid. Dia ingin menghindar dari kedua orang tuanya. Namun, saat membalikkan badan, ia tercengang karena mendapati Mirza telah berada di belakangnya. Filzah bimbang, antara kembali ke masjid dan menghadapi Mirza lagi atau bertemu keluarganya. Jujur, Filzah belum siap untuk itu. “Maaf, aku tidak bermaksud menguntitmu. Aku hanya ingi