Pak tua itu lalu terdiam, sedangkan Yon Beton langsung bangun dan tertawa lepas.
"Akara? Kau bocah sampah waktu itu!?""Ya, dan kau sampai sekarang masih menjadi manusia sampah!" jawab Akara yang masih berdiri di tempatnya. Tatapannya benar-benar begitu tajam penuh dendam, ia menahannya seakan sewaktu-waktu bisa meledak. Sedangkan Yon Beton masih begitu santai karena memang tidak ada dendam darinya."Dia adalah Akara, sepuluh tahun silam yang telah membunuh tuan muda keluarga cabang kami, Cor Beton. Sekarang dia kembali dengan bersama gadis pembawa sial itu!" teriaknya sembari menunjuk ke arah Kana dan membuat gadis itu menunduk saat semua mata memandanginya. Sedangkan Akara sudah mulai melakukan peregangan tangannya."Kalian berdua sama-sama sampah, sangat cocok bersama!" Bruak... Pukulan Penghancur Hidung tepat mengenainya, hingga membuatnya terpelanting sebelum akhirnya tersungkur di lantai. Apa-apaan pergerakannya itu!? Sangat cepat sekali! <"Tidak perlu banyak bacot! Kalau aku ingin membunuhmu bisa aku lakukan dengan mudah!" jawab Akara sambil menekan kakinya hingga pria gemuk itu berteriak kesakitan. Dengan suara tidak jelas, ia memohon ampun sambil menelangkupkan kedua tangannya ke depan. Akara lalu mengangkat kakinya dan akhirnya Angkat Galon bisa mengeluarkan bor spiral dari mulutnya. Tanpa berkata apa-apa, pemuda itu hanya menunjukkan jari telunjuknya ke arah bawah. Mengetahui maksudnya, kepala keluarga Galon hanya bisa terbelalak, lalu bersujud hingga kepalanya membentur lantai. Akara lalu menoleh ke arah Yon Beton, membuat pria itu panik hingga jatuh terduduk. Ia lalu melenggang pergi, meraih tangan gadis tembem berambut pendek dan meninggalkan kediaman keluarga Beton. Tidak ada yang bisa dikatakan oleh para warga selain menyingkir, memberikan jalan pada keduanya...Di perjalanan Akara bertanya kepada Kana."Kamu bilang bahwa Vania anak mereka, kenapa dia tidak dikenali saat di A
Akara terbang mengikuti aliran sungai. Ia melihat sebuah kapal dan segera menyalakan mata ularnya, namun tidak menemukan keberadaan bocah kecil di sana. Ia lalu melanjutkan hingga sampailah di kota Glint. Dari atas sungai Oll saja sudah nampak betapa megahnya istana Glint di ujung kota sana, tepat bersandar pada pegunungan Vodor. Dengan kedua pedang kayu yang sudah bersandar di pundaknya, Akara langsung menuju tujuan utamanya. Terbang membelah kota membuat para warga berbondong-bondong melihat ke atas langit, bertanya-tanya akan siapakah pemuda yang terbang di atasnya. Sesampainya di istana Glint, ia mendarat di halaman yang luas dengan puluhan orang sedang berlatih di sana. Seketika mereka langsung menghentikan latihannya dan mengerumuni Akara. Mencapai ranah abadi semuda itu? Siapa dia? Mereka mengagumi Akara, namun ada salah satu pemuda yang begitu terkejut saat melihat sepasang pedang kayu di pundaknya. Para penjaga langsung berdatangan, menyibak kerumunan d
Begitu mengherankan. Kakek tua sepertinya memiliki anak yang masih berumur 10 tahunan. Ada hal lagi yang membuat Akara mengernyitkan dahinya merasa heran. Kedatangan seorang wanita muda dengan paras yang cantik, namun dengan raut wajah kesal yang memuakkan."Suamiku! Kenapa mengganggu Civon Kates!?" bentaknya memarahi pak tua Vonci Kates yang tak lain dan tidak bukan adalah suaminya, sekaligus Raja Glint."Itu..." Vonci Kates benar-benar kalang kabut, ia takut dengan istrinya, bahkan anaknya juga terlihat tidak menghormatinya.Wanita itu lalu menoleh ke arah Vania, membuat gadis kecil itu ketakutan hingga memeluk lengan Akara dengan eratnya."Gadis kecil tidak tau terima kasih! Kemari kau!" teriaknya."Istriku!" Vonci Kates mendekatinya dengan masih terlihat takut padanya. "Suami bodoh! Apa-apaan kau menuruti pemuda sepertinya dan mengabaikan anakmu!" bentaknya, hingga membuat pak tua itu terdiam dan menunduk. Pandangan wanita lalu tertuju pada para pelayan di sekitar Akara."Kenapa
Aura ranahnya berputar sangat cepat, membuat aliran energi dari segala penjuru mengalir ke arahnya. Sedangkan Akara masih begitu tenang meraih kedua pedang kayunya, lalu menyalakan aura ranahnya saat pak tua itu tepat di depannya. Getaran di sana masih terus terjadi, hingga membuat para warga keluar dari rumah karena panik. Semua sorot mata langsung tertuju ke arah istana yang dipenuhi oleh duri raksasa. Bencana! Apalagi yang terjadi dengan kota ini!?"Pak tua! Ranahmu begitu tinggi kenapa bisa-bisanya mendapatkan wanita bodoh itu? Apakah matamu sudah dibutakan oleh..." Brushhhh... Ada lonjakan tanah berbentuk ular naga dari bawah, membuat Akara menghindar dengan terkejut. Naga batu itu melayang, melingkar di sekitar pemiliknya. Pak tua itu sudah tidak bisa diajak kompromi, ia benar-benar sudah kalap ditelan oleh emosi. Di tangannya sudah ada rantai, dengan gada di ujungnya yang berbentuk prisma segitiga yang dihiasi duri-duri di pinggirannya. Swush swush swush... Vonci Kates memutark
Efek tebasannya membelah bagian dalam pegunungan, hingga membuatnya seperti ada 2 pegunungan yang berjejer. Akara langsung mengeluarkan kelima energi dari Esensi Surgawi, membuat pedangnya menekan Vonci Kates dan memaksanya menahan menggunakan kedua tangan. Wushh... Tiba-tiba Akara melesat naik, disusul oleh batu runcing yang melonjak di bawahnya. Batu-batu runcing itu seakan memenuhi lubang yang memotong pegunungan, bahkan menjadi lebih tinggi. Kini Vonci Kates langsung melesat mengejar Akara dengan energi yang sudah terkumpul di kepalan tangannya. Energi begitu besar hingga menyebabkan retakan di armor batu miliknya. Bukan pecah, tapi malah menciptakan aliran energi seperti magma di sana.Glengg!! Ayunan pedang dan pukulannya kembali membentur di langit, membuat gelombang energi yang menerpa kota Glint dari atas. Banyak genteng rumah yang langsung ambrol, membuat banyak wanita dan anak -anak yang berteriak kesakitan. Mendengar hal itu, Akara menjentikkan jarinya
Kediaman keluarga Galon. Yon Beton bersama istrinya tergesa-gesa mendatangi suatu bangunan. Ia bahkan membuka pintu di sana dengan begitu kencang. Seketika kerumunan orang di sana langsung menoleh ke arahnya."Berhasilkah kalian!?" teriaknya nampak panik sekaligus kesal. Tanpa menjawab, kerumunan orang itu menyingkir dan nampaklah seorang gadis yang duduk di kursi dengan tangan, kaki dan mulutnya yang sudah terikat. Raut wajahnya begitu ketakutan, dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.Melihat gadis itu, Yon Beton langsung tersenyum lebar, lalu muncul sebuah pedang di tangannya. "Bocah pembawa sial!" Ia menyeringai sambil mendekat, namun segera diteriaki oleh seseorang."Apa yang kau lakukan!?" Pria bertubuh gemuk yang duduk dengan santai di ujung ruangan, gigi bagian depannya sudah ompong semua, membuat bibirnya berkeriput masuk ke dalam."Apalagi? Bunuh bocah ini lah!" jawab Yon Beton dengan kesal, namun langsung menu
Kediaman keluarga Galon sudah hancur, bahkan pondasinya sudah hancur hingga menjadi cekungan yang begitu dalam seperti danau kering. Walau aura Naga milik Akara sudah ditutup, namun Yon Beton, Angkat Galon dan anggota keluarganya masih tersungkur tak berdaya. Tekanan yang begitu besar, membuat darah di tubuh mereka seperti diperas keluar dari setiap pori-pori. Warga berdatangan untuk melihat apa yang telah terjadi. Walau mereka berjarak puluhan meter agar tidak terkena tekanan gravitasi, namun keadaan di bawah sana masih dapat terlihat dengan jelas. Mereka bergidik ngeri dengan apa yang terjadi, hingga akhirnya ada yang menyadarinya bahwa itu Akara. Lihatlah! Bukankah itu pemuda yang sebelumnya? Kenapa keluarga Galon menyinggungnya lagi?Gadis bernama Kana melepaskan pelukan Akara, lalu pemuda itu mengusap air mata yang membasahi mukanya. Setelah itu ia melepaskan jaket kulit yang ia kenakan dan digunakan untuk menutupi tubuh gadisnya. Ditelangkupkan dari arah dep
Cahaya kekuningan sang mentari telah menyinari pegunungan Vodor, membuatnya terlihat lebih megah dan gagah. Hawa dingin yang sejuk khas pegunungan menemani para warga yang sudah beraktivitas pagi. Di jalan utama kota Oll Hulu, aktivitas para warga itu tiba-tiba terhenti dan menoleh ke arah yang sama. Ada sepasang muda-mudi yang menggandeng bocah kecil di tengah-tengah mereka, membuatnya terlihat seperti sebuah keluarga. Ada yang tidak sadar akan kehadiran mereka dan malah membicarakan kejadian tadi malam. "Mengerikan sekali, bahkan tulangnya saja benar-benar menjadi abu!" Begitu serunya ia bercerita karena posisi membelakangi jalan, namun ada salah satu temannya yang langsung menyenggol lengannya. Ia sedikit melotot sambil menunjuk ke arah jalan, membuat si pencerita itu menoleh dan seketika panik.Mendengar cerita salah satu warga tadi, Kana lalu menoleh ke arah Akara. Pemuda itu masih begitu santai dan terus menatap ke jalan. Sampailah mereka di sebuah bangunan