Saat peserta lainnya melompat keluar arena, pemuda bercaping mendekati Akara dan menepuk pundaknya.
"Berhati-hatilah!" Ia lalu melompat menuju tribun, meninggalkan kedua petarung di dalam arena.Dung!... Sonic Boom terbentuk bersamaan dengan pukulan gong tanda mulainya pertandingan. Akara melesat dengan aura ranah Gambuh puncak yang menyala di belakang pundaknya. Akan tetapi, ada sinar laser keemasan yang membuatnya harus menyilangkan kedua pedang untuk menangkisnya. Cahaya laser jadi seperti sebuah benda yang terbelah menjadi empat dan menyebar, dua menuju langit dan dua lainnya menggerus tanah di belakangnya. Sedangkan Akara masih melesat walau kecepatannya berkurang.Wush!... Ia sudah berada di depan pemuda berpakaian putih tanpa lengan, memperlihatkan otot lengannya yang langsung diselimuti oleh energi keemasan dan membentuk bilah pedang. Mereka saling mengayunkan kedua pedangnya dengan sangat cepat, bahkan terjadi percikan yang tak terhitung jumlahnDi gelapnya malam dengan cahaya remang-remang dari bulan, menyinari seorang gadis cantik bergaun merah muda. Berdiri di ujung balkon, wajah cantik polosnya menghadap ke arah lautan biru yang semakin jauh semakin gelap. Ditemani suara dempuran ombak, angin malam yang dingin menerpa tubuhnya, membuat gaun dan rambut hitam panjangnya merumbai indah. Ia lalu menghirup napas dalam-dalam dan memejam hingga kepalanya menatap langit, lalu menghembuskan napas sembari membuka matanya. Kilauan jutaan bintang terpampang di depannya, lalu menoleh ke belakang saat gadis berambut putih mendekatinya secara perlahan-lahan."Kak Akara di mana kak?" Sapanya sambil mengikuti pergerakan gadis yang mendekatinya."Dia masih latihan," jawabnya pelan sambil melihat ke arah lautan. Mereka berdua jadi melihat ke arah lautan, membuat suasana sunyi dan hanya ada suara semilir angin dan dempuran ombak hingga akhirnya Lina menoleh ke arahnya."Alice, suruh Oren ke sini," ucapnya pelan,
Babak semifinal, para peserta sudah memasuki arena, namun kurang satu orang. Mereka yang seharusnya berlima, kini hanya berempat saja. 2 orang dari akademi Cahaya Ilahi yaitu Rose, si gadis cantik berpakaian seksi dengan sehelai kain merah panjang. Satunya lagi Slamet Kopling, pemuda berambut putih. Sedangkan dua lainnya dari akademi Amerta. Jeku si pemuda bertopeng dan Akara, pemuda berjaket hitam. Satu orang yang belum adalah Triden, pemuda berjubah dan bermasker hitam yang tidak pernah menunjukkan wajahnya. Saat para penonton bertanya-tanya akan ketidakhadirannya, akhirnya pembawa acara segera membuka suara. Ia menjelaskan ketidakikutsertaan Triden karena suatu hal, namun tidak menjelaskan secara pasti. Tentu saja mereka kecewa akan berkurangnya peserta, juga pertandingan jadi lebih singkat dan hanya tersisa 3x lagi. 4 kartu undian langsung berjejer, melayang di tengah-tengah arena. Kecuali Rose, mereka mengalirkan energinya untuk menarik kartu undian dengan santai. Lay
Selendang sutra merah meliuk-liuk menghindari anak panah, meluncur seakan mematuk Jeku, namun pemuda bercaping langsung terbang menjauh. Sedangkan badan selendang, berjejer untung menahan anak panah. Tidak menahannya apalagi terobek, namun begitu lentur terdorong oleh anak panah. Akan tetapi, tiba-tiba selendang menegang lurus, mendorong ujungnya melesat lebih cepat dan juga menangkis anak panah hingga terpental. Jeku yang menyadari selendang semakin cepat, langsung bermanuver ke atas dan terbang berbalik arah. Sonic Boom kembali terbentuk saat ia melesat ke arah ujung selendang yang terlihat tajam, namun langsung meliuk hingga membuat kain di ujung capingnya tersobek. Sambil melesat dan dikejar ujung selendang yang berbalik arah, ia melepaskan anak panah berkali-kali. Setelah itu terbang semakin tinggi sambil mengumpulkan energi pada anak panahnya. Banyak sekali aliran energi yang muncul dengan jangkauan puluhan meter, masuk ke dalam anak panah. Ia sempat menoleh ke beber
Melihat serangan menuju ke arahnya, Rose bergerak ke samping, namun para anak panah ikut berbelok mengejarnya. Ia langsung menjauh kembali, menciptakan Sonic Boom dan kecepatan lajunya hingga merobek kehampaan. Di dalam arena yang berupa sebuah planet dengan seluruh sisinya berupa tanah padat, ia tenggelam di ujungnya cakrawala hingga Jeku tidak bisa melihatnya lagi. Dengan robekan kehampaan seperti cincin di belakangnya, kini robekan kehampaan seperti garis-garis di depannya mulai menghilang. Tidak lenyap begitu saja, namun seperti ekor yang mengejar anak panah. Aura Alkemisnya masih menyala, lalu aliran energi terbentuk saat ia menarik panahnya. Ia menyerap energi dengan cangkupan ratusan meter, hingga seperti badai energi yang bergerak ke arahnya. Akan tetapi, ujung panahnya bukannya ia arahkan kepada Rose, namun mengarah turun. Sonic Boom seperti cincin berjejer di atasnya dan berlapis-lapis semakin tinggi, lalu bergetar hebat saat Jeku melepaskan anak panahn
Sehelai selendang itu berubah kembali menjadi gadis seksi, dengan 4 ujung selendang yang tajam mengarah ke depan. Jwesh! Crak!.... Jeku melepaskan anak panahnya, tepat mengenai kepala Rose dan menembusnya. Akan tetapi, keempat ujung selendang sutra merah yang tajam, juga menembus tubuh pemuda bercaping itu. Para penonton langsung terbelalak, disusul kubah pelindung yang terbuka dan arena kembali seperti semula. Kedua petarung berdiri tenang di posisinya masing-masing, menunggu hasil pertandingan mereka. Para penonton juga bertanya-tanya akan siapa yang berhasil menang. Akhirnya energi berkumpul di atas arena dan membentuk tulisan nama pemenangnya yaitu Rose.Para siswa akademi Amerta tidak terima akan keputusan itu dan protes. Apa maksudnya!? Jeku menembakkan anak panah terlebih dahulu! Gadis itu juga terkena anak panah sebelum melukai Jeku! Kalau dianggap seri masih wajar, tapi ini kok malah aneh hasilnya!Energi yang membentuk layar proyektor kembali muncul, dan
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb