Menyadari gelombang kejutnya sampai menghempaskan Opi dan Akara, ia segera menjentikkan jarinya, membuat pelindung pada mereka. Sett… Tiba-tiba Lina berada di depan Avav, menggenggam kepala pelayan itu dan melemparnya ke arah Marbun Bidara. Tubuhnya melesat sangat cepat, ia langsung mengaktifkan sayap peri untuk mengurangi kecepatan, namun hal itu sia-sia. Set… Lagi-lagi gadis itu pindah tempat dengan sangat cepat, hingga nampak seperti berteleport secara tiba-tiba, ia kini berada tepat di samping Raja Marbun Bidara yang jaraknya berkilo-kilometer darinya. Raja itu masih terlentang, berada di atas pepohonan yang hancur. Dengan cepat kepalanya digenggam, lalu dilempar ke arah pelayannya yang masih melesat di udara. Swushhh...Brakk.. "Agkk!" Keduanya saling terbentur sangat kuat, hingga keluar darah dari mulutnya. Lagi-lagi Lina berpindah di antara keduanya, menggenggam kepala mereka dan memutar tubuhnya. Wuss… Dilemparkannya lagi ke arah hutan di bawahnya, lalu ia tiba-tiba be
Serikat Pedang Kabut, Ibukota Kerajaan Glint Suatu kawasan yang berada di samping istana kerajaan Glint, memiliki halaman luas dengan banyak murid yang sedang berlatih bersama. Para siswa itu dengan mantap menghunuskan pedang sambil melangkahkan kaki kanan, lalu memutar tubuhnya dengan kaki kiri sebagai tumpuan. [Kepada seluruh warga Kekaisaran Amerta!] Mendengar suara pengumuman, mereka sontak berhenti dan menengok ke arah kota. Di atas kota sudah ada seperti hologram yang memvisualkan tubuh Ren. [Saya Ren, selaku Kepala divisi Keamanan, menetapkan Raja kerajaan Glint, Marbun Bidara sebagai pelaku kejahatan!] "Apa!?" Mereka langsung tercengang, salah satunya termasuk pria bernama Yon Beton. .. Rumah lelang keluarga Meranti di tengah kota Rumah lelang yang sangat besar dengan beberapa lantai, di jendela lantai dua, ada seorang gadis cantik dengan rambut pendek seleher. Gadis kecil itu bernama Kana, anak dengan bakat yang buruk seperti Akara dan dulu menolongnya saat masih di
"Kenapa!? Apa yang terjadi!?" "Itu api dari esensi api surgawi!" jawabnya sedikit berteriak. "Bocah itu!? Dia hanya ranah Maskumambang 1 bulan energi 9 bintang!" teriak Opi karena panik, sekaligus tidak percaya. "Benar, bocah itu. Esensi dengan energi yang begitu murni, sekaligus sangat mengerikan. Bisa langsung membunuh seketika master aura ranah Gambuh 6 bulan energi, atau binatang sihir tingkat naga satu pola," imbuhnya membuat Opi terbelalak dan ingin terbang menolong nonanya. "Hentikan!" Salamander sontak memalangkan ekornya di depan Opi, namun ada hentakan energi yang mengejutkan keduanya. "Dia akan dipromosikan naik ranah Mijil 2 bulan energi!?" ujar Opi, lalu ada ledakan energi yang membuat mereka harus semakin menjauh. Kini mereka berjarak sekitar 50 meter, dengan kobaran api biru yang membuat pepohonan menjadi bara. "Apa yang terjadi!?" seru keduanya secara bersamaan saat melihat perubahan warna pada api biru. .. Disaat yang sama, Akara terbangun, terkejut dan melepas
Akara yang tadinya panik kini mengintip perlahan, ternyata ada benjolan juga di dahinya, pemuda itu malah tertawa melupakan kekesalannya. Akan tetapi, Lina segera meraih kedua pipinya. “Terima kasih telah menolongku. Lagi?” ujarnya membuka percakapan. “Terima kasih juga telah melukaiku. Lagi,” Ekspresi Lina langsung berubah kesal, namun kemudian menghela nafasnya untuk menenangkan diri. “Aku Lina, siapa namamu?” “Akara,” jawabnya dengan suara pelan, lalu melirik ke arah tubuh gadis telanjang yang duduk di pangkuannya. Ia langsung tersipu, seketika Lina menyadarinya dan malah tersenyum menggoda. "Apa yang kamu lihat bocah?" Lina meraih dagu Akara dan menatapnya dengan sinis. Seperti laki-laki normal pada umumnya, Akara terpana dengan keindahan tubuh Lina hingga membuat adik kecilnya bangun dan menyentuh mulut bawah Lina yang merekah. "Aghh!" Lina langsung saja mengejang seperti tersengat listrik dan melompat dari pangkuannya. Walau sempat panik, tapi kemudian ia tersenyum tipis
Walau terlihat tak berdaya, Lina berusaha mengangkat kepalanya. Dengan susah payah, ia sedikit menggeser kepalanya hingga kini menghadap ke arah datangnya Salamander. "Bocah itu memberikan obat perangsang padaku!" "Ohh?" Mendengar ucapan Lina, Salamander segera mengurungkan niatnya untuk menyerang. "Apa!?" sedangkan Opi langsung menatap Akara dengan begitu kesal, namun tetap terbang ke arah Lina. "Nona, apa yang…" Brushhh… Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Opi dihantam ombak magma. "Opi!?" Lina begitu panik, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Menggerakkan ujung jarinya saja kini sangatlah sulit baginya. Opi tergulung ombak magma, namun seketika magma di sekitarnya membatu karena hawa dinginnya. Walau tidak mati terbakar, Opi tersegel dalam batu dan menyisakan kepalanya saja. "Sialan! Lepaskan aku!" Opi masih terus berontak, namun hal itu sia-sia saja. Batu yang mengurungnya begitu tebal dan kokoh. "Jangan sakiti nonaku!" teriaknya lagi begitu mengetahui ia tidak bisa l
"Semua masalah akan ditangani oleh akademi Amerta. Secara fasilitas dan kemampuan kami ditanggung oleh Kekaisaran Amerta, apakah Kerajaan Glint melebihi kami?" lanjutnya sambil menarik kembali potongan batu giok yang sebelumnya ia berikan di depan Raja Marbun Bidara."Maaf Yang Mulia!" Guru Lor Lumut langsung berlutut setelah mendengar tuan Ren yang merasa tersinggung dengan perkataan Raja Marbun Bidara.“Maaf tuan Ren, Raja Marbun tidak berniat menyinggung perasaan tuan,” lanjutnya, diikuti oleh pelayan Avava yang juga berlutut.“Saya meminta maaf, mewakili Raja Marbun Bidara. Beliau telah kehilangan pangeran, anak semata wayangnya dan tidak berniat menyinggung Yang Mulia Ren dan Yang Mulia Danur!” "Mewakili? Apa otoritasmu setara dengannya? Orangnya sendiri berada di sini, apa perlu perwakilan!?" Tuan Ren kini benar-benar kesal, terlihat dari lirikan matanya yang tajam, walau hanya dari lubang kecil pada topengnya.Melihat hal itu
Gua giok hijauRaja Marbun Bidara bersama beberapa pengawalnya telah menelusuri seluruh gua dengan teliti dan seksama. Raja kerajaan Glint itu kini menunggu para bawahannya di depan pintu masuk ngarai, melihat hutan yang telah terbakar habis.“Yang Mulia!” Salah satu pengawal melapor kepada Raja Marbun Bidara.“Menemukan sesuatu?” ujar Raja Marbun Bidara sambil tetap masih mengamati sekitarnya.“Tidak ada apapun selain racun dari king kobra ungu, magma Salamander dan lelehan batu gua yang sudah mengering,”“Kalau begitu kenapa masih melapor!?” bentak Raja Marbun Bidara kesal karena tidak puas dengan hasil laporan pengawalnya.Pengawalnya pun terdiam dan bingung ingin menjawab apa.…Di rumah AkaraRemaja laki-laki itu keluar dari kamarnya, memakai jaket kulit berwarna hitam seperti ayahnya, dan sepasang pedang kayu di punggungnya. Tatanan rambut yang tadinya ia sisir ke belakang seperti ayahnya, kini ia bikin poni untuk menutupi bekas luka di
Akara menemukan tulang belulang yang sangat banyak di depan sebuah gua. Tulang dari manusia, juga berbagai jenis hewan. Udara yang keluar dari gua juga mengeluarkan bau tak sedap, membuat tanaman di sekitar gua mengering, bahkan mati.Ia tutupi hidupnya menggunakan tangan dan perlahan-lahan mendekati mulut gua, lalu memasukkan tangannya ke dalam kabut racun yang keluar dari gua. Seakan terbakar, tangannya melepuh saat menyentuh kabut racun."Agggkk!"Dengan cepat Akara menarik tangannya dan mengaktifkan mata ularnya. Ia melihat ke dalam gua dan menemukan setangkai bunga yang memiliki suhu hangat. Bunga yang berada di lantai gua, mahkota bunga berada di bawah dan di tengahnya ada seperti jagung.Cetak!Ia jentikkan jarinya untuk membuat pelindung, sekaligus mengeluarkan sebutir pil. Setelah memakan pil anti racun, ia segera berjalan masuk ke dalam gua. "Bunga bangkai racun?" Akara langsung tersenyum saat melihat bunga bangkai di depannya. Akan tetapi, wa