Sejak pertemuannya dengan Nyonya Diana dua hari yang lalu. Kini Bening sedikit bisa menghirup udara bebas karena sang Nyonya telah mengizinkannya untuk bisa keluar kamar.
Sehingga Bening bisa sedikit menikmati keindahan rumah megah ini. Setelah berhari-hari terkurung di dalam kamar.
Langkah kaki Bening tampak menyusuri setiap sudut ruangan yang terdapat di rumah besar yang beberapa hari ini telah ia tinggali. Hembusan hafas lega gadis bermata teduh itu rasakan saat tangannya berhasil membuka pintu utama untuk menghirup udara kebebasan.
"Sampai berapa lama lagi aku akan terkurung disini?" tanya Bening kepada dirinya sendiri.
Malam harinya.
Bening terlihat memukau dengan gaun tidur terusan berbahan satin yang melekat sempurna di tubuhnya. Saat ini gadis itu tengah berdiri di atas balkon kamar menikmati udara malam dengan hembusan angin yang mampu menerbangkan surai indahnya.
Setelah merasa dingin mulai menusuk tulang. Bening memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan beristirahat. Namun langkah kaki gadis itu terhenti saat netra indahnya menangkap siluet yang kini tengah duduk di sofa dalam temaram kamar karena lampu yang tidak dinyalakan.
"Siapa kamu?!" sentak Bening karena merasa kaget dan takut yang melebur menjadi satu.
Gadis itu bingung kapan orang asing itu muncul dan bagaimana ia bisa masuk? Berbagai pertanyaan pun mulai bersarang di otaknya.
Dalam keremangan malam Bening masih bisa menyimpulkan bahwa orang yang telah lancang memasuki kamarnya adalah seorang laki-laki.
Takk-
Lampu menyala sempurna, yang Bening sendiri tidak tahu siapa yang telah menyalakannya karena sedari tadi ia tetap berdiri di tempatnya dengan bergetar ketakutan. Sedangkan pria itu juga masih tetap bergeming di tempat duduknya. Namun rasa penasaran itu mengabur saat pria itu menunjukan sesuatu di tangan kanannya. Ya, sebuah remot. Jadi pria itu yang telah menyalakan lampu. Tapi bagaimana bisa pria itu tahu ada benda seperti itu di kamar ini. Bahkan Bening yang notabene sudah beberapa hari menempati kamar ini tidak pernah tahu akan keberadaan benda itu.
Kini Bening bisa melihat dengan jelas wajah pria yang telah lancang menduduki sofa di kamarnya. Seorang pria tampan dengan rahang tegas dan memiliki tatapan setajam elang. Tatapan dingin nan mematikan hingga bisa membuat siapapun yang menatapnya akan hanyut dan tenggelam dalam pesonanya.
"Si-siapa kamu?!" Bening tergagap tidak segarang tadi.
Pria yang mendapat pertanyaan dari gadis di hadapannya itu hanya mengangkat sebelah alis. Membiarkan pertanyaan yang menurutnya tidak penting itu hilang terbawa hembusan angin. Mata tajamnya tak berhenti menelisik objek di hadapannya dengan tatapan liar seolah ingin menerkam.
Pria itu adalah Arga yang tengah duduk santai dengan segelas anggur merah di tangannya. Ia begitu menikmati seraut wajah ketakutan gadis yang berdiri tak jauh darinya.
Tak ada niatan sedikitpun di hati Arga untuk menjawab pertanyaan gadis itu tentang siapa dirinya. Ia bahkan terlalu larut dengan kepuasan karena melihat raut ketakutan yang terpancar di netra indah gadis polos itu.
Tidak ingin berlama-lama terjebak dalam situasi semacam ini, Bening segera berlari ke arah pintu untuk melarikan diri. Namun semua usahanya sia-sia karena pintu sudah otomatis terkunci. Kini hanya meratap yang bisa Bening lakukan dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
'Tuhan tolong selamatkan aku dari siapa pun yang ingin berbuat jahat kepada ku.'
Hanya doa yang bisa Bening panjatkan mengingat orang yang dihadapinya saat ini sudah dapat dipastikan bukan orang sembarangan. Namun orang yang sangat berkuasa. Kalau tidak bagaimana bisa lelaki itu tiba-tiba berada disini dengan begitu mudahnya.
"Jangan menangis! Kemarilah mendekat padaku!" Suara serak nan seksi pria itu terdengar di indera pendengaran Bening.
Bening mundur ketakutan saat pria asing yang tidak ia ketahui namanya itu berjalan mendekat ke arahnya.
"Pergi, jangan mendekat!"
Namun teriakan Bening tidak menyurutkan langkah Arga untuk dapat meraih gadis yang terlihat begitu menggoda di matanya itu.
"Mau apa kamu? Stop, berhenti di sana!" teriak Bening semakin histeris. Trauma karena pernah nyaris menjadi korban pelecehan di masa lalu membuat Bening tak dapat mengontrol emosinya.
"Apa yang kamu inginkan dariku?!"
Jiwa Arga sebagai sang pemburu dan penakluk wanita merasa tertantang akibat penolakan yang Bening lakukan. Sisi liarnya bangkit tanpa bisa dicega. Gadis polos nan menggoda itu tampak begitu menggiurkan di matanya. Sungguh amat sayang jika diabaikan begitu saja.
Tadinya Arga datang ke tempat ini hanya ingin memastikan seperti apa gadis yang akan menjadi istri mainannya. Karena tadi siang sang Mommy baru saja memberi kabar bahwa gadis itu sudah bersedia menandatangani surat perjanjian mereka.
Namun siapa yang bisa menduga bahwa malam ini Arga akan bertemu bidadari yang akan menjadi mainan barunya selama setahun ke depan. Apakah ini yang dinamakan keberuntungan.
"Panggil aku Arga. Dan kau lah yang akan menghangatkan ranjangku selama setahun ke depan!" bisik Arga tepat di telinga Bening saat pria itu berhasil membawa Bening ke dalam rengkuhannya.
Kata-kata yang keluar dari bibir Arga membuat Bening meremang hingga seketika bulu kuduknya merinding.
'Apakah pria ini yang akan menjadi suamiku?'
Bening tercenung sesaat setelah mengetahui kebenaran siapa calon suaminya. Walaupun Nyonya Diana mengatakan bahwa pernikahan mereka hanya sebuah perkawinan kontrak tetapi bagi Bening pernikahan tetaplah pernikahan. Ikatan suci yang di ikrarkan di hadapan Tuhan. Tidak peduli bagaimana cara pernikahan itu dilakukan.
Hembusan nafas dan aroma tubuh yang menguar dari tubuh pria yang kini mengungkung tubuh mungilnya mampu Bening rasakan. Karena untuk pertama kalinya ia bisa sedekat ini dengan seorang pria dewasa.
"Lepaskan!" Bening tak berhenti merontah dan menolak sejuta pesona yang pria itu tawarkan. Namun, ketidakberdayaan melawan kekuatan pria yang jauh diatasnya itu membuat Bening tak bisa berbuat apa-apa.
Perlahan Arga mendekatkan wajah mereka hingga hidung keduanya bersentuhan. Kata-kata memuja tak berhenti terucap dari bibir Arga. Hingga-
Heemmpp-
Arga melumat ganas bibir merah jambu yang sedari tadi tampak menggoda di matanya. Bening yang mendapat serangan mendadak itu pun berusaha melepaskan ciuman itu sekuat tenaga dengan cara memukul punggung pria yang dengan kurang ajarnya telah mengambil ciuman pertamanya.
"Manis!" bisik Arga sensual setelah tautan bibir mereka terlepas.
Sementara Bening berusaha mengatur deru nafasnya yang sempat terkikis dengan meraup oksigen sebanyak mungkin untuk mengisi rongga paru-parunya.
Candu, satu kata yang bisa menggambarkan kenikmatan bibir yang baru saja dicecap Arga tadi. Belum pernah ia merasakan bibir semanis madu seperti ini sebelumnya dari sekian banyak perempuan yang pernah ia kencani.
Ketagihan, tentu saja hal itu yang Arga rasakan saat ini. Baru merasakan bibirnya saja sudah bisa membuat Arga hilang kendali seperti ini. Bagaimana jika ia berbuat lebih.
Arga ingin bisa merasakannya lagi dan lagi hingga ia merasa bosan. Mata teduh itu seakan menghipnotis seluruh kesadarannya. Bibirnya yang merekah merah dengan warna alami yang begitu menggoda berhasil membuatnya merasa frustasi. Sungguh Arga tidak akan melepaskan mangsanya kali ini.
Arga kembali merengkuh tubuh Bening dalam dekapannya. Sebelah tangannya yang besar mencengkeram rahang rapuh gadis itu agar menghadap ke arahnya. Perlahan tapi pasti Arga telah berhasil meraup kembali kenikmatan dari bibir yang beberapa saat yang lalu telah menjadi candu untuknya.
"Buka mulutmu!" titah Arga di sela ciumannya.
Namun Bening masih bergeming dengan tetap mengatupkan bibirnya agar semakin merapat. Sebagai seorang Casanova sejati Arga tentu saja tidak kekurangan ide untuk menaklukkan gadis keras kepala dalam pelukannya saat ini.
Karena kesal melihat Bening yang tak jua memberi akses masuk untuknya. Arga dengan sengaja meremas sebelah dada Bening dengan keras hingga membuat gadis itu refleks mendesah. Kesempatan itu digunakan Arga untuk mengeksplor bibir merekah Bening dengan melesakkan lidahnya agar lebih dalam menguasai rongga mulutnya.
Tidak ada yang bisa Bening lakukan untuk menolak perbuatan pria yang kini menguasai tubuhnya itu. Hanya air mata yang tak berhenti keluar dari sudut mata sebagai bukti betapa tidak berdaya dirinya saat ini. Apakah dia akan kehilangan harta berharganya malam ini?
"Lepaskan saya! Hiks hiks cukup! Jangan perlakukan saya seperti perempuan murahan. Saya mohon kasihanilah saya!" ratap Bening menghibah saat Arga sudah melepaskan ciuman mereka."Mengasihanimu?!" Arga tersenyum miring sarat akan ejekan."Bukan kah memang seperti ini pekerjaan mu?" imbuhnya yang membuat hati Bening seketika menjadi sesak dan terbakar akibat tuduhan yang tidak tepat sasaran itu. Mengapa begitu mudah bagi pria itu menilai dirinya serendah itu."Saya bukan perempuan murahan!" hardik Bening dengan menyentak tubuhnya hingga terlepas dari kungkungan sang Casanova."Bukan murahan heh! Tapi pelacur maksudmu!"Plakk-Sebuah tamparan mendarat tepat di rahang tegas pria tampan itu hingga membuat wajahnya menoleh ke samping akibat kerasnya tamparan yang diberikan Bening. Bahkan tangan gadis itu juga terasa kebas.Mendapat perlakuan seperti itu membuat
Sehari sebelum pertemuan pertama Bening dengan Arga berlangsung. Telah terjadi kekacauan besar di salah satu ruangan yang berada di gedung teratas Ramiro group. Tepatnya di ruangan milik pewaris tunggal kerajaan bisnis ini.Prang ... prang ... prang ...!Suara benda jatuh dan terbentur dinding terdengar sangat jelas oleh indera pendengaran."Pria itu sudah tidak menghargai keberadaan ku lagi. Aku muak dengan semua ini. Aagghhhh!" teriaknya dengan kembali membanting apapun yang ada di dekatnya.Ruangan itu tak ubahnya seperti kapal pecah dengan kertas yang bertebaran di mana-mana. Lantai yang dipenuhi dengan serpihan beling akibat pajangan bermaterial kaca yang telah dibanting hingga hancur berkeping-keping."Sial ...! Pria itu sudah benar-benar menguji kesabaranku. Lihat saja aku tidak akan pernah tinggal diam dengan semua ini!" Arga mengepalkan tangannya kuat guna sedikit menguraikan amarahnya.Tidak ada satu orang pun yang berani mendekat,
Di sebuah tempat hiburan malam terbesar dan termahal di ibu kota. Terlihat segerombolan pria dan wanita yang sepertinya sedang menikmati pesta di tengah hingar bingarnya musik yang menggema. Semua orang tampak hanyut dalam alunan musik yang dibawakan oleh seorang DJ ternama hingga membuat mereka ikut menggoyangkan tubuh seirama dengan alunan suara musik tersebut.Seorang pria bertubuh atletis dengan garis wajah yang sempurna hidung mancung serta mata setajam elang baru saja tiba. Ia terlihat mengedarkan mata melihat suasana pesta salah seorang temannya itu."Hai Arga!" Seorang pria berwajah oriental tengah melambaikan tangannya ke arah pria yang baru datang tersebut.Pria yang bernama lengkap Jaasir Arga Ramiro itu pun melangkah ke arah sahabatnya itu berada."Kenapa baru datang, Dude?" tanya pria yang sedang duduk dengan seorang wanita berpakaian seksi. Arga pun ikut mendaratkan bokongnya di salah satu so
Prang-Suara benturan terdengar nyaring saat benda pipih berbentuk tablet itu menghantam dinding. Hingga menjadikan benda itu serpihan yang tak berbentuk lagi.Seseorang tampak menggertakkan gigi hingga rahangnya mengeras dengan wajah memerah karena menahan amarah. Tangannya terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih.Tidak ada satupun yang berani angkat bicara di dalam ruangan itu. Suasana terasa sangat mencekam. Mereka semua tertunduk dengan wajah memutih karena pucat ketakutan."Di mana anak bodoh itu sekarang?!" tanya pria yang tadi melempar tablet di tangannya. Suaranya terdengar berat karena masih menahan amarah."Tuan muda belum datang, Tuan," jawab sang asisten."John, tahan semua berita yang sudah terlanjur menyebar itu. Aku mau semua berita itu sudah lenyap besok pagi!" titah Tuan Jordan kepada sang asisten.Dia lah CEO Ramiro group. Jo
Setelah kepergian Raka dari ruangannya. Arga terlihat mondar-mandir di ruangan miliknya. Seperti ada yang mengganggu pikirannya saat ini."Apa kabar dengan gadis itu?" monolognya saat bayangan wajah Bening tiba-tiba terlintas di dalam pikirannya. "Aku harus segera menemuinya!"Namun, langkah panjang Arga terhenti saat suara sang Mommy kembali terngiang di telinganya.'Arga tolong jangan biarkan gadis itu merasa tertekan sebelum pernikahan kalian terjadi karena itu akan membuat rencana yang telah kita susun rapi bisa menjadi berantakan. Mommy mohon Sayang. Setelah semua berjalan sesuai dengan rencana, kau bisa melakukan apapun sesuai dengan kehendakmu. Mommy janji tidak akan melarang!'"Mommy benar aku harus bisa menahan diri. Gadis itu benar-benar racun!"Arga pun kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti tadi untuk meninggalkan ruangan."Zalia saya pergi dulu. B
Brakk! Byurr-"Ibu?!"Bening kaget karena Ibunya tiba-tiba datang dan menyiramkan seember air kepadanya yang membuat sekujur tubuh dan kasurnya basah."I-ibu ada apa. Kenapa-?""Bangun pemalas! Siapa yang menyuruhmu bermalas-malasan seperti ini, Hah?!""Tapi Bu, Bening sedang tidak enak badan.""Dasar pemalas kau! Tidak usah banyak alasan, kau bukan majikan di rumah ini. Berani-beraninya kau melalaikan tugasmu. Lihat lah rumah berantakan, cucian menumpuk di belakang dan meja makan masih kosong tidak ada makanan. Tapi kau malah enak-enakan tidur. Apa kau ingin melihatku mati kelaparan?!""Tidak Bu, Bening tidak berbohong Bening memang sedang-""Sudah ku katakan jangan banyak alasan. Ingat ya Bening aku sangat menyesal melahirkanmu di dunia ini. Jadi jangan berharap bisa mendapat simpati dari ku dengan berpura-pura sakit. Cepat bangun dan si
"Bodoh, kenapa sayur ini asin sekali!"Pyarr-Tiba-tiba Sandra membanting semangkuk kuah sayur yang baru saja dimasak Bening ke lantai hingga hancur."Maaf Bu tapi tadi-""Diam! Makanan seperti itu yang ingin kau berikan padaku, Hah!""Tapi tadi Bening sudah mencicipinya dan rasanya sudah enak Bu!""Kau ini bisa sekali membantahku. Kau pikir lidahku yang bermasalah, begitu?! Katakan!" Sandra pun berdiri dan menarik rambut Bening dengan begitu kuat hingga gadis itu merintih kesakitan."Ampun Bu, maafkan Bening. Sakit Bu, tolong lepas!""Lepas kau bilang. Rasakan ini!" Sandra semakin mengeratkan genggaman tangannya di rambut Bening. Hingga gadis itu merasa rambutnya akan lepas dari kulit kepala."Aww, sakit Bu. Ampun!" Rintihan kesakitan Bening sama sekali tidak membuat Sandra merasa iba."Makanya kalo kerja
Di rumah Bening.Malam harinya Bening duduk di atas kasur setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah tangga. Rasa lelah begitu ia rasakan saat ini. Tadi ia pulang agak sore karena harus menyelesaikan target jumlah cabai yang harus dipetiknya.Apalagi tadi waktunya sempat tersita dengan kedatangan anak Pak lurah yang mengajaknya untuk berbicara. Bening senyum-senyum sendiri mengingat pembicaraannya dengan Galih di saung beberapa jam yang lalu.'Bening, Mas Galih cinta sama kamu. Sebenarnya perasaan ini sudah lama Mas rasakan, tapi baru sekarang Mas berani mengungkapkannya. Mas Galih tidak butuh jawaban sekarang. Bening bisa memikirkan nya dulu.'Itu lah kata-kata yang diucapkan anak Pak lurah tadi kepada Bening. Kata-kata yang selalu terngiang-ngiang di telinganya hingga membuat hatinya berbunga-bunga.Terdengar suara derit pintu terbuka yang menandakan ada orang datang. 'Mungkin pria itu,' pikir Bening. Tidak mungkin itu Ibunya karena mal