Happy Reading. "Aku sudah ingat semuanya," cetus Zayla menatap datar pada sahabatnya itu. "Tapi aku mohon, rahasiakan ini dari siapapun termasuk keluarga Kak Ansel," pinta Zayla memasang wajah datar. "K-kamu serius, Zay. Kamu beneran ingat semuanya?" tanya Serly sangat terkejut. Bibirnya sampai dibungkam oleh Zayla karena suaranya terlalu nyaring. "Jangan keras-keras, nanti kedengeran sama mama dan papa," ucap Zayla setengah berbisik. Ia sampai menoleh ke kanan dan ke kiri karena takut Rina dan Bagas tiba-tiba muncul di sana. "Maaf, maaf. Aku kaget banget soalnya," Serly terkekeh kecil. Namun di detik berikutnya ia langsung mendekap Zayla dengan sangat erat. "Zay, aku seneng banget akhirnya kamu bisa mengingat semuanya," Serly tak bisa mengungkapkan rasa bahagianya itu, ia hanya bisa menangis haru. "Jangan kenceng-kenceng. Aku enggak bisa nafas. Kamu menekan perutku terlalu kuat," protes Zayla berusaha melepaskan pelukan sahabatnya itu. Panik, itulah yahh Serly rasakan sekarang.
Happy Reading. "Kamu apakan anakku!" Teriak Bagas segera menghampiri sang putri tercinta yang merintih kesakitan. "Sayang, kamu baik-baik saja 'kan?" kepanikan melanda Bagas dan juga Arion yang ada di sana. "Perut aku sakit banget, Pa. Aku seperti mau melahirkan," ucap Zayla terbata. Rasanya sangat sakit seperti di cabik-cabik. "Bagaimana mungkin kamu mau melahirkan sedangkan usia kehamilan kamu masih 6 bulan, Nak," kata Bagas sambil menekan tombol merah di sisi ranjang yang terhubung ke ruangan dokter. "Kamu tenang dulu, Zayla. Rileks, jangan tegang. Ada kakak di sini. Aku mohon tenanglah demi calon anak kita," Arion berusaha menenangkan Zayla agar tak terjadi hal buruk kepada calon anaknya, terutama terhadap Zayla. "Ini semua gara-gara kamu. Kehadiran mu selalu menjadi bencana dan membuat Zayla celaka. Apa kamu belum puas membuat hidupnya hancur, huh!" Geram Bagas menatap tajam pada Arion. Bahkan tangannya mencengkram kerah baju Arion dari saking marahnya. Sampai akhirnya dokt
Happy Reading. Sesuai dengan permintaan Zayla, sekarang wanita itu benar-benar ikut tinggal bersama Arion yang akan ditemani oleh Ansel. Pria itu bersikukuh ingin menjaga Zayla di sana, tidak masalah jika harus berhadapan dengan Arion setiap harinya. "Jangan terlalu banyak gerak yang akan membuatmu kelelahan. Enggak baik buat kesehatan kamu dan juga calon bayi kamu," ucap Ansel sambil mengusap perut buncit Zayla. penuh kasih sayang. "Iya, Kak. Ada kalian yang akan menjaga aku di sini. Jadi aku enggak perlu takut untuk kelelahan 'kan?" Zayla tersenyum lembut kepada dua pria yang ada di dekatnya. "Tentu saja," jawab Ansel dan Arion secara bersamaan. Mereka sama-sama menyayangi Zayla lebih dari dirinya sendiri. Sedangkan Arion mencintai Zayla layaknya seorang kekasih, bukan seperti kakak dan adik pada umumnya. "Kamarku di sebelah mana?" Zayla mengalihkan topik pembicaraan karena ingin segera beristirahat. Sejak ia hamil, tubuhnya cepat merasa lelah, dan lebih sering rebahan di atas
Happy Reading. "Kurang ajar! Berani sekali kalian masuk ke ruangan ku!" Teriak Juanda kepada Zack dan Rega yang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya. Tanpa basa-basi, Rega mengunci tubuh Juanda hingga pria itu tak bisa bergerak sedikitpun. Pria baya itu diikat di kursi kerjanya agar tak membuat ulah selagi Zack mengutarakan maksud dan tujuannya ke sana. "Tuan Juanda Erlangga!" Zack menepuk puncak pria itu sambil mengitarinya dan menatap tajam kepadanya. Sikap Zack yang seperti itu tidak jauh berbeda dengan Arion ketika sedang marah. "Anda sangat berani sekali mencuri saham milik orang lain. Kau pikir, keluarga Wesley akan diam saja setelah membiarkan mu cukup lama menikmati kekayaannya," Zack berkata sambil duduk di hadapan Juanda yang telah disiapkan kursi oleh Rega. "Apa maksudmu, sialan! Jangan bersikap sok pahlawan. Bukankah bos mu sudah gila, jadi dia tidak bisa menjadi pemimpin di perusahaan ini lagi. Semua dewan pun tak sudi mempunyai pemimpin gila seperti
Happy Reading. Hari ini Arion menemani Zayla untuk periksa kandungan. Ia tak sabar ingin melihat sang buah hati dari layar monitor saat USG. Arion benar-benar menjaga Zayla layaknya permata. Tak sedikitpun ia membiarkan Zayla terluka atau bahkan kelelahan. Sejauh ini perkembangan Zayla lumayan baik, ingatannya sedikit demi sedikit sudah mulai kembali. Tentu saja semua itu sesuai dengan apa yang sudah Zayla rencanakan sejak awal. Zayla menatap Arion yang sedang melakukan pendaftaran untuk pemeriksaan itu. Mereka memang sengaja tidak membuat janji dengan dokter kandungan karena Zayla mendadak mengajak Arion ke rumah sakit. "Maaf ya, sudah buat kamu menunggu lama," ucap Arion setelah kembali dari tempat pendaftaran. "Enggak apa-apa, Kak. Makasih juga sudah mau nemenin aku buat periksa kandungan," kata Zayla sangat tulus. "Itu sudah tanggung jawab ku sebagai ayah biologis dari anak kita," Arion mencium tangan Zayla dengan sangat lembut. Ia mencurahkan segenap cintanya kepada wanita
Happy Reading. Arion memegangi tangan dan pinggang Zayla selama turun dari mobil dan memasuki rumah. Ia benar-benar menjaga Zayla layaknya permata, tak ingin calon ibu dari anaknya terluka sedikitpun. "Ingat kata Dokter tadi ya, pokoknya kalau mau apa-apa tinggal bilang aja sama Kakak, oke," ucap Arion tak melepaskan pegangan tangannya sedikitpun. "Iya, Kak," jawab Zayla tersenyum senang. Ia tak menyangka jika pria yang sudah menghacurkan masa depan dan mentalnya bisa bersikap selembut itu. "Kayaknya aku pengen rujak buah deh, Kak," tiba-tiba saja Zayla ngidam rujak buah yang sangat pedas. "Kakak akan belikan, kamu tunggu saja di dalam kamar," itulah yang Arion inginkan. Direpotkan oleh keinginan calon anak mereka adalah impiannya sejak lama. Setibanya di ruang tengah, Zayla terkejut akan kehadiran Mama dan Papanya. Ah, jangan lupakan Serly yang juga ada di sana. "Zayla, kamu dari mana saja, Mama nungguin kamu dari tadi," seru Rina saat melihat putri tercinta dipapah oleh Arion.
Happy Reading. Perasaan Zayla tidak tenang saat setelah kepergian Arion dari rumahnya. Sungguh ia tak bisa tidur karena terus kepikiran dengan kakak angkatnya tersebut. "Kenapa perasaan ku enggak enak ya? Aku takut terjadi sesuatu sama Kak Ion." Gumam Zayla bertanya-tanya. Baru kali ini ia merasakan hal seperti itu. Zayla meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Ia mencoba untuk menghubungi sang Kakak. Berhubung sekarang di kota A sudah jam 12 malam, itu artinya di kota J sudah jam 1 siang. Semoga saja pesan yang dikirimkan oleh Zayla segera dibalas oleh Arion. "Yah, aku lupa. Mana mungkin Kak Ion sampai di kota J, sedangkan perjalanan ke sana bisa menghabiskan waktu 20 jam. Tapi enggak apa-apa deh aku kirim pesan duluan, nanti juga pasti dibalas setelah sampai di Bandara." Monolog Zayla sambil mengetik pesan kepada Arion. Setelahnya Zayla meletakkan kembali ponselnya itu, berharap besok pagi sudah ada balasan dari Arion. Dengan memaksakan diri untuk segera tidur, Zayla menutup ma
Happy Reading. Rina dan Bagas bergegas ke kediaman Wesley. Mereka berdua sangat marah setelah melihat berita yang beredar pagi tadi. Mereka sangat mengkhawatirkan Zayla dan bayi yang ada dalam kandungannya. "Gimana ini, Pa. Bagaimana perasaan Zayla nanti, dia pasti sangat hancur setelah melihat berita yang lagi viral," ucap Rina yang sudah menangis. "Papa akan mengurus semua ini bersama dengan Ansel, tapi kita harus menunggu sampai Arion kembali. Semua ini butuh bukti dari keterangan Arion juga, Ma," terang Bagas dengan perasaan tak menentu. "Mama enggak akan sanggup jika melihat Zayla bersedih lagi, Pa," isak Rina dalam tangisnya. Sebagai seorang ibu, ia sangat menyayangkan kejadian yang menimpa putrinya itu. "Papa pun merasakan sakit yang luar biasa, Ma," lirihnya seraya menggenggam tangan sang istri guna untuk menenangkannya. Setibanya di kediaman Wesley, Rina berjalan cepat memasuki rumah besar itu yang diikuti oleh Bagas di belakangnya. Pikiran buruk terus memenuhi benaknya