“Kakak, aku bisa memasak untukmu!” ujar Qiana bersemangat, mematahkan ekspektasi Ned yang liar.Untuk beberapa saat Ned mengamati wajah yang kelihatan senang itu. Mata Qiana berkedip-kedip lucu seperti tak menghiraukan kekecewaannya.“Apa itu penawaran terbaikmu?”Qiana mengangguk sekuatnya. “Kau lelaki pertama yang akan mencicipi masakanku. Aku belum pernah memasak untuk lelaki mana pun sebelumnya.” Sejujurnya Qiana belum pernah memasak apa pun selain air dan mie instan. Tapi dia membuatnya terdengar menarik bagi Ned.“Hm, ciuman pertama. Masakan pertama. Cukup menarik juga.” Ned bergumam sendiri.Muka Qiana langsung memerah. Ned seperti hendak mengingatkannya pada kejadian di klub saat lelaki itu menciumnya. Bagaimana dia bisa yakin itu ciuman pertama Qiana?“Jadi, apa Kakak setuju?” Qiana mengabaikan ucapan Ned barusan. Fokuslah Qiana! Jangan terpancing!Ned tampak berpikir keras, mendatangkan kekhawatiran b
“Ehem. Kakak, maaf ada sedikit masalah. Karenanya agak lama. Tapi kurasa kau tidak akan kecewa.” Qiana membuka tudung saji dan meletakkan piring berisi potongan steak dan sayuran ke atas meja lalu menatanya di depan Ned.Dia juga menuang segelas air putih untuk lelaki itu.“Silakan. Steak Sirloin panggang ala Qiana.” Qiana mengulas senyum terbaik yang bisa diberikannya.Ned menghela napas. Steak itu terlihat lumayan. Ada juga tambahan potongan kentang, wortel dan buncis. Baunya juga mirip steak sungguhan. Ned menyebutnya sungguhan, karena tidak yakin pada rasanya.“Kau tidak ikut makan?” tanya Ned seraya meraih pisau dan garpu. “Tidak. Aku sudah kenyang.” Qiana sedikit meringis saat mengatakan itu. Sebenarnyalah dia lebih dari kenyang. Entah berapa potong steak hangus yang dia habiskan. Itu cukup lumayan. Jauh lebih enak dari sepotong roti isi telur yang sering disantapnya. Sekarang perutnya terasa hendak meledak.Ned mulai mengiris. Dagingnya sed
“Kakak, apa kau baik-baik saja?” Qiana menanyakan itu tanpa berani melihat pada Ned. Dia duduk di pinggir ranjang yang berlawanan dengan Ned. Ned sendiri sudah berbaring dan memejamkan matanya. Dia seperti tidak mendengar pertanyaan gadis itu.“Apa kau marah padaku?” Qiana mulai melirik sedikit pada Ned. Lelaki itu terlihat lebih menakutkan bila sedang diam.“Aku minta maaf. Steaknya memang sedikit asin. Tapi percayalah, aku memasaknya dengan setulus hati dan sepenuh jiwaku. Aku tidak pernah memasak sebaik itu.” Qiana meringis teringat betapa bergaramnya steak yang dimakan Ned. Mungkin karena itulah Ned jadi murka. Mungkin karena tekanan darahnya sedang tinggi setelah mengkonsumsi makanan asin terlalu banyak.Tapi mungkin juga lelaki itu tidak sedang marah. Barangkali saja dia hanya sangat mengantuk. Qiana bergumam di dalam hati.“Kakak...”“Bisakah kau tidak menggangguku? Aku cukup beruntung tidak tewas setelah makan steak bera
“Kau gila!” Refleks Qiana memaki. Adam terbahak. Respon Qiana sangat lucu menurutnya. Tak ada gadis yang menolak jika Adam menginginkannya. Kecuali satu orang tentunya.“Oke, aku cuma bercanda. Tidak perlu semarah itu. Bagaimana kalau makan malam denganku?”“Aku sibuk. Tidak ada waktu.” Qiana melanjutkan langkahnya menuju sebuah lift.“Takut ketahuan pacarmu?”“Tuan Jackson, itu bukan urusanmu.” Qiana mengabaikan lelaki itu dan masuk ke sebuah lift. Dia menjadi benar-benar kesal. Adam ternyata lebih merepotkan dibanding Ned .Sepeninggal Qiana, tawa adam menjadi surut. Seperti ada awan gelap yang menutupi wajahnya. Dia berbalik dari arah lift dan berlalu dari tempat itu.Keluar dari lift, Qiana malah bertemu orang yang lebih membuatnya jengkel. Olivia Traven yang kini telah berganti nama belakang menjadi Olivia Neilson, kakak tiri Qiana. Di sebelahnya melangkah dengan anggun, Laura Neilson, istri baru ayahnya.“Qiana? Ini benar-benar sebuah keberuntungan bagi kami.” Olivia terlihat s
Itu adalah sebuah pertarungan yang seimbang setelah makan malam yang tenang.Mereka berdiri berhadapan dapam jarak beberapa langkah. Bertempat di atap restoran termewah di kota, sebuah lantai atas yang terbuka. Malam itu The River ditutup untuk umum. Masing-masing penjaga dari mereka hanya berdiri di depan pintu bawah bangunan. Tak ada satu pun yang diperbolehkan masuk sampai salah satu dari mereka keluar sebagai pemenang.Ini telah lebih dari tiga jam, Nick menghitung. Mungkin tuannya dan Adam Jackson telah memulai pertarungannya dua jam yang lalu.Nick telah lama bersama tuannya. Dia juga mengenal Adam Jackson yang keras kepala. Pertarungan terakhir keduanya adalah dua tahun yang lalu. Berlangsung hampir setengah hari. Keduanya sudah sangat berantakan dan babak belur. Tapi tuannyalah yang masih tegak berdiri hingga akhir.Sayangnya, saat Adam yang tak lagi bergerak dibawa pergi, tuannya pun ambruk dan harus menjalani perawatan selama seminggu lebih.Nick mengkhawatirkan tuannya. T
Ned dan Adam menoleh bersamaan, lalu bangkit perlahan. Adam menyeringai seraya menyusut sudut bibirnya yang berdarah. Dia terkekeh demi melihat Qiana. Tak mengira jika pertarungan mereka bisa dilihat gadis itu.Ned juga terkejut dengan kedatangan gadis itu. Padahal ada banyak orang yang berjaga di bawah sana. Tapi dia tidak heran jika Qiana bisa sampai di sini. Dia sudah menyaksikan banyak kenekatan gadis itu.“Apa yang kau lakukan di sini? Siapa yang menyuruhmu datang?”“Bukankah harusnya aku yang bertanya, apa yang Tuan-tuan lakukan di sini? Kalian seperti anak kecil yang bertengkar. Benar-benar memalukan!” Qiana memarahi kedua lelaki itu.Adam kini terbahak. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Padahal penampilannya saat itu sangat mengenaskan.Mereka adalah dua orang paling berpengaruh di kota. Dan gadis muda ini memarahi mereka seperti dua anak kecil yang nakal.Adam berjalan mendekat. “Ini urusan laki-laki. Anak gadis tidak boleh ikut campur,” ujarnya setengah mengol
“Hm, benarkah?” Ned menunduk, menjadi sangat tertarik dengan pernyataan Qiana.Gadis itu memaki dirinya sendiri dalam hati. Mulutnya akhir-akhir ini menjadi sangat kurang ajar dan membuatnya malu.Qiana mengangguk dengan putus asa. Apalagi yang bisa dikatakannya? Dia tidak punya alasan lain untuk berkelit.Ned meraih dagu gadis itu yang menjadi makin merah wajahnya. bermaksud mencium.“Kakak, aku baru ingat.” Qiana menjauhkan lengan besar itu. Dia tahu sesuatu akan menjadi kacau karena pernyataannya barusan. Karenanya dengan gugup dia terus berpikir. Untunglah dia jadi teringat.“Ibu pernah mengatakan ingin bertemu kau. Jadi, sebelum operasi, maukah kau menjenguknya?” “... tapi jangan katakan apa pun. Dia hanya tahu kalau seorang teman meminjamiku uang.” Qiana agak khawatir. Tak masalah jika Ned tidak mau. Dia lebih cemas jika lelaki ini datang. Adakah dia mau bekerjasama untuk tidak mengatakan hal-hal konyol yang sedang terjadi di antara mereka?Yang lebih penting lagi, Qiana henda
Qiana akhirnya menutup mulutnya rapat-rapat dan tak mengatakan apapun lagi. Ancaman Ned terdengar menakutkan baginya.Setelah pelayan datang membawakan makanan, Qiana makan sampai kekenyangan. Dia tak peduli dengan tatapan protes dari Ned yang makan dengan perlahan.Selesai sarapan, mereka pergi ke rumah sakit dengan menggunakan mobil yang dikemudikan sendiri oleh Ned. Sepanjang perjalanan, Qiana tidak henti-hentinya mengingatkan lelaki itu untuk tidak bicara sembarangan.“Ingat, kita kenal sudah lama. Cukup akrab. Jadi kau tidak keberatan meminjamiku uang.”“Bagaimana kita bisa kenal lama? Kau bahkan baru tinggal di kota ini beberapa bulan.” Ned membuat kata-kata Qiana terdengar tidak masuk akal.“Hm, katakan saja kita pernah bertemu dulu saat kau pergi ke Blackstone....”Ned menginjak rem secara mendadak hingga tubuh Qiana tersentak ke depan.“Kakak, ada apa?” Lelaki itu berpaling pada Qiana, “Apa kau pernah berpikir kalau kita memang pernah bertemu sebelumnya?”“Eh?” Qiana terliha