Share

Donatur

"Lin. Pak Broto datang lagi tuh. Nyariin kamu." Siska mendatangi Celine di belakang. Dia meninggalkan kerjaannya di depan dan meminta karyawan lain untuk menggantikannya sebentar.

Celine sedang menyusun beberapa barang di gudang. Setahun terakhir, dia meminta kepada HRD untuk dipindahkan ke posisi ini, supaya tidak bertemu banyak orang. Dia memang cantik, jadi banyak pembeli lelaki yang suka menggoda.

Penampilannya sederhana, tapi paras ayunya tidak bisa menipu. Sekali pun hanya memakai seragam karyawan, banyak lelaki yang menyukai. Karena itulah, mini market ini menjadi ramai sejak dia bergabung.

Lagipula menjadi kasir berisiko tinggi. Melihat uang matanya langsung hijau. Apalagi tanggungannya banyak. Kalau di bagian gudang, dia bisa sambil mengecek barang-barang promo. Lumayan bisa mengirit pengeluaran.

"Bilang aja aku lagi sibuk. Barang baru datang. Mau dilabeli harga dulu," tolaknya halus.

"Jangan gitu, Lin. Dia nungguin dari tadi. Kasian, kan?" Siska mengedip mata. Celine sudah tahu. Kalau begini, pasti sahabatnya diberi tip oleh Broto untuk memanggilnya ke belakang.

Siska menarik lengannya. Celine melihat situasi sebentar. Untunglah Pak Andre sedang keluar makan siang. Jadi dia bisa bolos. Aman.

"Elin ..." Suara seorang lelaki paruh baya menyapanya ramah. Tangan lelaki hendak memeluknya.

Dia bergerak menjauh. Takut.

"Eh, Bapak. Ada apa ? Elin lagi kerja." Gadis itu menolak secara halus. Tidak enak kalau bersikap kasar kepada orang tua. Bagaimana pun juga harus tetap menghormati.

"Jangan panggil bapak, dong. Mas aja biar mesra," katanya genit. Tua-tua keladi. Makin tua makin jadi. Jadi gatalnya. Huh!

Celine dan Siska hampir saja tersedak mendengar itu. Mereka saling berpandangan dan tersenyum menahan tawa. Mas? Ingat umur, Pak. Cucu sudah berapa, ya?

"Eh."

Dia menggaruk kepala yang tidak gatal. Lidahnya berasa kaku kalau harus memanggil Broto dengan sebutan mas. Apalagi Siska sedari tadi tersenyum menggoda. Dasar!

"Ini, mas bawakan jajanan buat anak-anak. Kebetulan lewat sini. Jadi, mampir sekalian beli pulsa." Broto mengeluarkan kresek besar hitam dan menyerahkannya kepada gadis itu.

"Makasih, Pak. Eh, Mas." Celine mengambilnya dang mengintip sedikit. Ada snack dan cokelat serta entah kue apalagi, yang pasti banyak macamnya. Anak-anak pasti suka.

Siska tertawa terbahak melihat mereka. Memang lucu sekali. Apalagi terlihat oleh banyak orang. Celine jadi serba salah dibuatnya.

"Elin, nanti malam minggu ada acara, gak? Jalan sama mas, yuk. Ada film baru di bioskop. Film romantis," kata Broto. Sengaja merapatkan tubuh sambil berbisik manja. Ih.

Tawa Siska semakin kencang.

"Awas kamu, ya!" rutuk Celine. Gemas juga rasanya melihat kelakuan sahabatnya itu.

"Anu, Pak. Kayaknya Elin dapat shift malam," elaknya.

Kapok. Pergi dengan Broto bukannya bisa menonton. Sepanjang film diputar, lelaki itu malah sibuk meremas tangannya. Sedikit-sedikit mau memeluk. Celine takut, sekaligus ... jijik.

"Oh, ya sudah. Lain kali saja kalau begitu." Broto nampak kecewa, tapi biarkan saja. Tidakboleh dibiasakan, nanti malah semakin menjadi.

"Elin udah makan siang? Ini mas bawain geprek. Jangan telat makan, nanti sakit," lanjutnya sambil menyerahkan dua kotak ayam geprek.

Celine menerimanya, danengucap syukur dalam hati. "Alhamdulillah, dapat makan siang gratis."

Eh, tunggu! Pantas Siska memaksanya keluar. Ayam gepreknya ada dua. Tentu saja yang satunya jatah buat dia. Celine menoleh ke arah sahabatnya itu. Gadis itu malah tersenyum malu-malu.

"Ehem!

Tiba-tiba terdengar suara seseorang di belakang. Mereka tersentak. Siska kembali fokus pada pekerjaannya, pura-pura menghitung uang.

Celine sendiri pasrah saja pada nasib. Mau bagaimana lagi?

"Elin! Bukannya kamu masih harus kerja. Kenapa malah ngobrol?" Suara Andre menggelegar, membuat kaget semua orang.

"Eh maaf, Mas. Elin masuk dulu."

Dia berpamitan kepada Broto. Gawat kalau sampai Andre marah. Bisa merembet ke mana-mana. Kenapa dia malah datang?

"Yaudah kalau begitu. Mas pulang dulu ya. Nanti mas mampir lagi."

Broto melambaikan tangan sebelum keluar dari toko itu. Gadis itu membalas dengan senyuman, sebagai ucapan terima kasih atas pemberiannya. Kebur Andre datang, dia menjadi lupa.

Mata Andre melotot. Tentu saja dia tidak berani memarahi Broto. Pak tua itu pelanggan, kalau kabur bisa berkurang omset toko. Celine lagi yang kena.

"Kalau waktunya kerja, jangan pacaran!" sungutnya.

Galak juga atasan yang satu ini, walaupun sebenarnya baik. Dia hanya menerapkan disiplin kepada para karyawan. Kalau tidak begitu, semua orang bisa bersikap bebas semaunya. Toko ini dilengkapi CCTV. Mereka diawasi. Jika ada yang nakal, dia yang dapat sangsi. Itulah Risiko menjadi atasan.

"Siapa juga yang pacaran?" jawab Celine kesal kemudian berjalan ke belakang.

Kalau Andre sudah marah, sudah pasti mereka akan terlambar pulang. Setelah selesai jam kerja, akan dapat wejangan untuk pencerahan.

"Siska. Jangan tertawa. Nanti kamu salah hitung uang." Gadis itu mengangguk saat dibentak atasan mereka. Kena juga. Nasib.

* * *

Broto. Duda dua anak berusia lima puluh tahunan. Lumayan kaya, punya kontrakan sepuluh pintu di gang sebelah. Anak-anaknya sudah menikah. Bahkan dia sudah punya cucu. Dia ditinggal istrinya yang sudah wafat karena sakit.

Sudah setahun ini menyukai Celine, begitulah informasi yang diterima dari Siska. Itu juga yang membuat gadis itu meminta pindah ke bagian gudang. Dulu waktu masih menjadi kasir, Broto setiap hari belanja ke toko hanya untuk melihatnya.

Celine merasa risih, tapi dia masih menghormati Broto karena lebih tua. Lagipula sejak dia tau gadis itu mengurus dan mengelola panti, dia menjadi donatur tetap di sana. Satu juta rupiah mengalir tiap bulan ke rekening. Jumlah yang cukup banyak untuk biaya hidup anak-anak selama sebulan.

Sebenarnya ada beberapa donatur untuk panti, tapi tidak sebanyak dia. Hanya beberapa ratus ribu. Itu juga tidak tetap setiap bulannya. Kadang ada transferan, kadang tidak.

Setahun ini berat bagi Celine. Sebelum Pak Broto, ada pengusaha yang menjadi donatur tetap. Dia mentransfer tiga juta setiap bulan. Namun, beliau sudah meninggal.

Bapak Rahardian namanya. Gadis itu sudah pergi menghadap pihak bank untuk meminta informasi, tapi ditolak dengan alasan privasi nasabah. Sampai saat ini, dia masih tidak tahu siapa orangnya. Setelah Bapak Rahardian meninggal, transferannya juga ikut menghilang.

Sejak itulah, Celine mulai pontang panting mencari tambahan. Berjuang sendiri, seperti mulai dari nol saat pertama kali membuka panti. Tak lama, bertemulah dengan Broto ini. Dia murah hati, suka membawakan kue untuk anak-anak. Sebenarnya Celine tahu maksudnya apa. Broto ingin menjadikannya sebagai istri.

Dengan sopan Celine menolak. Dia belum ingin menikah, masih ingin mengurus anak-anak. Jikalau pun memang mau, sudah sejak dulu dia menerima lamaran Jali, anak sulung Abah dan ummi.

Sepertinya Broto masih belum mau menyerah. Tetap bersikeras mengejarnya. Mungkin saja semakin penasaran karena ditolak terus menerus. Laki-laki biasanya memang menyukai hal itu, tantangan.

Celine bertanya dalam hati, mengapa sejak dulu mereka semua selalu sama? Mendekatinya karena ada maunya saja.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status