Share

04. Bwrtengkar

Jayden semakin menggigil, tubuhnya semakin ringkih. Dia meringkuk di atas ranjangnya, sejak kepergian Andrew dokter setelah memeriksanya. Dia bangun dari tidurnya, hanya dua jam dia tidur. Setelah itu dia terbangun lagi, hatinya gelisah dan jantungnya berdebar cepat.

"Mana obatku, kenapa dia tidak juga menghubungiku sialan!" umpat Jayden.

Wajahnya menatap meja lama sekali, alat-alat hisap juga suntikannya sudah tidak ada di sana. Dia mencari ponselnya, menghubungi orang yang biasa memberinya barang laknat itu. Dan sialnya ponselnya tidak aktif, tubuhnya semakin menggigil. Dengan cepat dia beranjak dari ranjangnya dan segera keluar dari kamarnya.

Segera turun ke bawah, dengan mata yang melebar dan wajah marah dia mencari pembantunya yang biasa membereskan kamarnya.

"Bi Ratih, siapa yang membereskan meja di kamarku?!" teriak Jayden baru menyadari barangnya sudah tidak ada sejak semalam, bahkan dia juga sakau sebelum di beri obat oleh dokter Andrew.

Dengan tergopoh, bi Ratih mendekat dan menunduk ketakutan. Dia merasa takut Jayden yang sedang marah padanya.

"Kemana barang-barangku hah?!" tanya Jayden berteriak kencang di depan wajah bi Ratih yang menunduk.

"Maaf tuan Jayden, kata dokter Andrew barang-barang milik anda harus di simpan. Anda jangan menggunakan itu lagi." jawab bi Ratih gemetaran.

"Di mana kamu simpan barang itu?! Cepat ambil!" teriak Jayden lagi sambil mencengkeram pundak bi Ratih.

"Sudah saya simpan di tempat yang jauh tuan. Maafkan saya." jawab bi Ratih lagi.

"Di mana? Kamu mau aku pecat atau cepat ambilkan barang-barang itu brengsek!" ucap Jayden lagi.

Dia semakin kalap ingin menampar bi Ratih, tapi ketika satu tangannya melayang. Tangan itu di tahan oleh satu tangan kokoh dan menghempaskannya ke samping.

"Apa-apaan kamu? Kamu mau memukul bi Ratih yang tak berdosa? Hah?!" teriak laki-laki yang baru saja menyelamatkan bi Ratih.

Jayden menoleh ke arah laki-laki itu, dia menatap tajam pada laki-laki yang juga menatapnya tajam. Sejak tadi Aldo memperhatikan Jayden dari jauh, dia ingin tahu sejauh mana sikap kasar Jayden pada pembantunya.

"Huh, untuk apa kamu datang kemari? Apa mau mengolok-olokku?!" ucap Jayden tersenyum sinis.

"Huh, benar-benar ya kamu itu. Sudah jatuh tertimpa tangga, memang sebaiknya Marlyn pergi darimu. Dari pada bertahan denganmu yang susah di atur." ucap Aldo kesal.

"Urus saja selingkuhanmu itu, dia perempuan jalang yang tidak pernah menerimaku yang seperti ini!" ucap Jayden.

"Jangan mengatakan wanitaku jalang Jayden! Semuanya itu karena kamu, kamu yang bodoh oleh barang laknat. Tadinya aku dan Marlyn ingin minta maaf padamu, tapi kamu menghina Marlyn." kata Aldo kesal dengan ucapan Jayden.

"Wanitamu? Hah, karena dia pantas di sebut jalang, yang mau saja di rayu dan menyerahkan tubuhnya pada laki-laki tidak tahu diri sepertimu!"

Bug!

Aldo memukul pipi Jayden dengan keras, laki-laki yang sedang lemah itu pun terhuyung. Bi Ratih pun kaget, dia menghampiri Jayden hendak membantunya. Tapi di tepis kasar oleh Jayden.

"Hahah, kamu marah karena jalang itu? Hahah!" ucap Jayden tertawa mengejek.

Aldo pun ingin memukulinya lagi, tapi di tahan oleh bi Ratih dan menahannya agar tidak memukul Jayden lagi.

"Tuan Aldo, jangan memukul tuan Jayden lagi. Tolong tahan diri anda, tuan Jayden sedang di kuasai emosinya. Saya mohon tuan bersabar." kata bi Ratih menarik tangan Aldo.

Tatapan sayu nan tajam dari Jayden di tujukan pada Aldo, senyuman sinis itu mengembang di bibrinya. Aldo mendengus kasar, dia lalu memejamkan matanya. Seharusnya dia datang untuk minta maaf pada sahabatnya itu, malah tersulut emosi karena ucapan Jayden.

"Aku minta maaf, Jayden. Juga Marlyn ingin minta maaf padamu." kata Aldo akhirnya mengalah.

"Bulshit! Kalian meminta maaf tapi tetap saja melakukan perselingkuhan. Pergilah, sebelum aku mengusirmu secara kasar." kata Jayden.

"Jayden."

"Pergi!"

Ucapan Jayden yang lantang itu membuat Aldo diam menatap kaget pada sahabatnya itu. Dia datang ingin bicara baik-baik masalah Marlyn, dia juga akan memberitahu kalau sebenarnya Marlyn masih sayang padanya. Tapi Jayden sepertinya tidak bisa di ajak bicara baik-baik.

"Aku akan pergi, tapi jangan sakiti bi Ratih. Dia yang selalu setia padamu, yang selalu membantumu dan mengurus segalanya." kata Aldo.

"Heh, pembantuku lebih baik dari pada perempuan jalang yang tidak setia. Dan sahabat yang menikungku dari belakang, cuih! Aku jijik melihat kalian berdua!" ucap Jayden.

Aldo kembali, tangannya mengepal matanya beralih menatap bi Ratih yang masih menunduk. Dia mendengus kasar, sangat jengkel sekali dengan ucapan Jayden itu, tapi memang salah dia juga karena mencintai Marlyn dan mencoba mendekatinya.

Jayden menuju tangga, dia meniti satu demi satu tangga dengan langkah gontai dan sempoyongan. Wajahnya kusut dan pucat, tangannya menjuntai dan sedikit bergetar. Dampak dari sakau itu masih dia rasakan, seluruh tubuhnya sakit seperti remuk redam bagai di pukul palu godam. Tiba-tiba,

"Aaaaargh!"

Teriakan Jayden membuat Bi Ratih dan Aldo terkejut, keduanya langsung naik tangga menolong Jayden yang lunglai di undakan tangga terakhir. Dengan sigap Aldo menangkap tubuh Jayden yang jatuh, di bantu Bi Ratih dia membawa laki-laki itu ke dalam kamarnya.

Di baringkannya tubuh Jayden, matanya menatap ke atas dengan tatapan kosong. Mulutnya bergetar seperti mengucapkan sesuatu entah apa.

"Bi, telepon dokter Andrew!" kata Aldo.

"Baik tuan Aldo." ucap Bi Ratih.

Dia bergegas keluar dari kamar Jayden, menghubungi dokter Andrew agar segera datang ke rumah Jayden dan memeriksanya atau menyuntik obatnya agar lebih tenang lagi.

"Halo dokter Andrew?" ucap Bi Ratih menempelkan gagang telepon di telinganya.

"Ya Bi Ratih, ada apa? Jayden ngamuk lagi?" tanya dokter Andrew.

"Iya dokter, tapi ada tuan Aldo di kamarnya." jawab Bi Ratih.

"Apa?! Aldo? Aldo datang kesitu?!" tanya dokter Andrew kaget di seberang sana.

"Iya dokter, Tuan Jayden marah sama Tuan Aldo. Lalu dia naik tangga dan akhirnya jatuh, sekarang sudah di kamarnya di temani Tuan Aldo." jawab Bi Ratih.

"Ya sudah, aku akan ke sana sekarang." kata dokter Andrew.

"Iya dokter, secepatnya ya."

"Ya."

Klik!

Bi Ratih menutup sambungan teleponnya. Dia segera mengambil air minum di dapur untuk di bawa ke kamar Jayden. Pikirannya kacau sekali melihat pertengkaran tadi antara Jayden dan Aldo. Entah apa penyebabnya Jayden bisa sampai kecanduan narkoba.

Beberapa bulan laki-laki itu masih bersikap wajar. Dia tahu kalau Jayden mengkonsumsi narkoba, tapi seingat dia dulu pertama kali melihatnya hanya sedikit di meja. Tapi satu bulan kemudian justru ada pipa, selang dan juga lintingan kertas untuk di gunakan menghisap narkoba.

Entah apa lagi yang dia ingat alat-alat itu, ingin dia membakarnya. Karena barang-barang itu, Jayden jadi berubah pendiam, kasar dan juga suka sekali mengurung diri di kamarnya. Tak jarang Bi Ratih mendengar Jayden tertawa keras dan juga berjoget lepas setelah menggunakan narkoba itu. Kadang juga bicara sendiri, entahlah. Bi Ratih jadi sedih melihat majikannya itu berubah karena barang laknat itu.

Tak lama, mobil dokter Andrew memasuki halaman rumah Jayden. Dia langsung keluar setelah menghentikan mobilnya, melangkah cepat menuju tangga di lantai atas. Dia cemas saat bi Ratih memberitahu kalau di dalam kamar Jayden ada Aldo, selingkuhan Marlyn kekasih Jayden sekaligus sahabat mereka.

"Bagaimana Jayden bi Ratih?" tanya dokter Andrew ketika Bi Ratih keluar dari kamar Jayden.

"Tuan Jayden diam saja dokter, matanya menatap ke atas terus. Kosong." jawab Bi Ratih.

"Ya sudah, aku masuk dulu ke dalam."

Dokter Andrew langsung masuk ke dalam kamar Jayden. Dia melihat Aldo duduk di sisi ranjang Jayden, langkahnya cepat mendekati ranjang Jayden. Segera mengeluarkan alat stetoskop dan memeriksa detak jantung Jayden. Masih berdetak cepat, dia lalu mengambil jarum suntik dan obat untuk di berikan pada Jayden.

"Kenapa dia bisa begini?!" tanya dokter Andrew menusukkan jarum suntik di lengan Jayden.

"Karena aku." jawab Aldo pasrah.

"Kenapa kamu datang kesini?" tanya dokter Andrew.

Aldo diam, dia menatap wajah Jayden yang perlahan menutup kelopak matanya setelah di suntikkan obat oleh dokter Andrew.

"Aldo?"

"Aku hanya mau minta maaf sama dia, dan tadi kami sempat bertengkar." jawab Aldo lirih.

"Aku sudah kasih tahu sama kamu, jangan datang ke rumah Jayden. Dia sedang tidak stabil kondisinya, kamu lihat sendirikan sekarang?" kata dokter Andrew.

"Aku tidak tahu akan separah ini, Andrew." ucap Aldo.

"Sudahlah, lebih baik kamu pulang saja. Tidak ada gunanya minta maaf. Jika ingin minta maaf, sebaiknya tunggu Jayden sembuh dan bisa menguasai emosinya. Bisa menerima semuanya dengan ikhlas." kata dokter Andrew.

Aldo diam lagi, dia menarik napas panjang. Sejujurnya dia memang sangat bersalah sekali pada Jayden, apa lagi Jayden memergokinya di hotel bersama dengan Marlyn. Sangat bersalah sekali, tapi hatinya benar-benar menginginkan Marlyn. Dan di saat yang tepat, Jayden terpuruk karena narkoba itu. Saat itu dia mempengaruhi Marlyn dan dia semakin dekat dan hubungan mereka lebih jauh lagi.

"Kenapa masih di sini?" tanya dokter Andrew menatap Aldo.

Aldo lalu berbalik, dia pun melangkah pergi. Keluar dari kamar Jayden, menarik handle pintu. Tapi matanya melebar ketika melihat sosok di depannya berdiri terpaku juga menatap Aldo.

"Aldo."

_

_

**********

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status