“Kenapa kau belum tidur?” tegur Julliet melihat kedatangan Floryn ditengah malam hanya untuk mengembalikan laptop yang telah dia pinjam.“Aku tidak bisa tidur. Kau sendiri kenapa tidak bekerja?”Julliet menggeleng, menikmati sebatang rokok dengan segelas anggur. “Hari ini aku sedang datang bulan.”“Seharusnya kau berhenti merokok dan minum alcohol dulu, nanti perutmu keram,” nasihat Floryn.Julliet tertawa tidak terpengaruh oleh nasihat temannya.Floryn berdiri menyandarkan bahunya pada kusen jendela, malam akan segera berakhir kurang dari tiga jam lagi. Rumah bordil Samantha tampak masih beroperasi karena suara musiknya bisa sampai terdengar keluar.Melihat keterdiaman Floryn yang melamun untuk menghabiskan beberapa menit waktunya dengan memandangi malam dengan wajah yang pucat, Julliet akhirnya mematikan rokok di tangannya dan mendekat, berdiri di hadapan Floryn.“Flo, ada apa?” tanya Julliet menyentak keterdiaman Floryn.Floryn tertunduk menyembunyikan kesedihan yang sulit untuk
“Nona, maaf saya datang terlambat.”Nara terdiam berdiri besandar pada pagar balkon masih mengenakan gaun tidurnya, gadis kecil itu tengah melihat keramaian banyak orang asing yang terus berdatangan ke rumahnya. Orion, anjing peliharaannya terlihat asyik berlarian di sekitar kakinya.Floryn semakin mendekat, menyadari Nara yang selalu hyperaktif, kini terlihat tidak begitu bersemangat. “Nona, apa ada sesuatu yang mengganggu perasaan Anda?”Nara tetap diam, butuh waktu beberapa menit untuk Floryn menunggu Nara berkenan bicara.“Aku tidak suka bertemu para nona bangsawan,” ucap Nara menopang dagunya di kepalan tangan.“Mengapa?” tanya Floryn berhati-hati.“Mereka membosankan dan bermulut tajam,” jawab Nara terdengar menggerutu.Floryn tersenyum lembut, dia memahami betul perasaan Nara. Kalangan bangsawan selalu memiliki aturan etika dalam segala tindakan, Nara yang sudah berusia Sembilan tahun telah dianggap bukan anak-anak lagi, dia pasti dituntut berlaku anggun dan lebih bijaksana.Se
Hari ini, Nara menggunakan gaun selutut berwarna biru polos dengan topi besar yang berenda, rambut panjangnya terikat dihiasi oleh pita. Nara berjalan dengan tali pengekang di tangannya, membawa Orion untuk ikut serta karena para tamu juga membawa hewan peliharaan.Dibelakangnya, Floryn berjalan menjinjing sebuah keranjang rotan berisi maianan dan keperluan Nara.Pagi ini, mereka berdua akan pergi menuju villa keluarga Morgan yang terletak di pinggiran sungai. Villa itu berjarak hampir satu kilometer dari rumah utama. Jalan-jalan setapak dan berbatu khusus kuda berkelok dengan rumput-rumput liar yang tumbuh, sementara jalanan yang bisa dilalui mobil diteguhi oleh pohon-pohon bamboo melengkung ke jalan, pinggiran jalan terhalang oleh pagar kayu memungkinkan untuk hewan liar tidak bisa lewat sembarangan.Sepanjang jalan Floryn mengingatkan Nara tentang cara memberi salam pada beberapa tamu yang berasal dai negara berbeda. “Nona, Anda tidak lelah?” tanya Floryn.Nara menggeleng, sesek
Dua buah kapal yang membawa Nara dan anak-anak lainnya mulai kembali mendekat ke daratan, suara tawa mereka masih terdengar.Matahari yang bersinar cerah sudah mulai berada di puncaknya. Floryn memeriksa smartwatch, memastikan jika waktunya Nara pulang tidak terlambat, sudah waktuya Nara pergi tidur siang.Begitu Nara sudah kembali, dengan sigap Floryn merapikan pakaiannya yang sempat berantakan. “Anda menikmatinya Nona?” tanya Floryn.Nara mengangguk dengan senyuman cerahnya. Beberapa menit sebelum pergi ke tempat ini, Floryn mengumpulkan beberapa jenis makanan dari berbagai negara yang dibuat khusus Felix. Floryn menganjurkan Nara untuk membagikan permen cokelat, kue rumput laut dan kue cup keju.Anak-anak lebih suka makanan yang didominasi manis, asin dan gurih. Tampaknya rencana Floryn cukup berhasil membuat para tamu menyukai Nara. “Sudah waktunya Anda pulang, Nona. Anda harus beristirahat,” kata Floryn.“Aku rindu Alfred, ayo temui dia dulu,” ajak Nara melompat menuruni tangga
Floryn menggigit bibirnya menahan ringisan sakitnya kala gigi Nara menusuk permukaan kulitnya dengan kencang sampai membuat tulang ibu jarinya linu sakit berada dalam cengkraman gigitan. Nara kalap, dia tidak tahu bagaimana meluapkan kesedihan dan amarahnya yang menjadi satu, dan kini dia menjadi menjadikan tangan Floryn sebagai pelampiasan begitu kedua tangannya yang ingin memukul kepalanya sendiri ditahan Floryn.Air mata tergenang di pelupuk, mata Nara yang basah berkilau menatap gemetar Floryn yang menahan sakit dalam diam. Floryn segan menghentikannya, dibandingkan membiarkan Nara melukai dirinya sendiri, lebih baik Floryn yang terluka. Dia sudah dewasa, dan dia sudah terbiasa dilukai.Dua pengawal saling melirik terjebak kebingungan, mereka tidak tega melihat Floryn yang kesakitan, disisi lain mereka tidak tahu bagaimana cara menenangkan Nara agar dia berhenti menggigit Floryn.Darah mengucur terjatuh, menodai dagu Nara. “Hentikan Nara!” teriak Alfred menahan lengan Floryn da
“Apa kau tidak berencana menjadikan dia pengganti ayahnya jika nanti pensiun menjadi kepala pelayan?” tanya Nathalia menengok ke belakang, ada sebuah mobil pribadi yang mengikuti rombongan mobil pengawal.Mobil itu ditumpangi Teresia Morgan, kakak dari ibu Steve Morrgan. Teresia tengah disetir secara pribadi oleh Roan, anak tunggal dari seorang kepala pelayan senior keluarga Morgan.“Aku sudah pernah membujuknya Bibi, aku juga membutuhkan dia memantau dermaga. Namun anak nakal itu lebih suka menjadi polisi,” jawab Axel Morgan.“Kau harus membujuknya, sepertinya dia anak yang baik seperti ayah dan ibunya.”“Sulit menemukan seseorang yang bisa kita percaya dalam berbagai hal. David sudah bekerja dengan puluhan tahun mendampingi keluarga kita dari generasi ke generasi, sementara Piper sudah bekerja denganku lebih dua puluh tahun lamanya, tidak ada orang yang bisa bekerja selama itu dengan keluarga kita dengan jujur dan setia,” puji Steve disambut senyuman Axel yang setuju akan pernyata
“Tunggu!” panggil Alfred menghentikan langkah Roan. Roan membalikan badan, menghadap Alfred yang berdiri dalam ketegangan dengan suara napas tersenggal tidak berturan.Marah dan terkejut menjadi satu, Alfred tidak menyangka orang yang telah lancang membawa Floryn adalah anak kepala pelayan di kediaman saudaranya.Tangan Alfred terkepal, melihat Floryn yang terkulai lemas dalam pelukan Roan, tangannya yang terluka terayun di udara, dengan jelas Alfred dapat melihat keadaannya yang tidak baik-baik saja.Alfred sangat khawatir dengan keadaannya yang sakit, namun mengapa harus lelaki lain yang lebih dulu mendapatkan kesempatan untuk menjadi sandarannya? Mengapa Alfred selalu hanya menjadi pihak yang mengukir luka dalam hidupnya?Gadis itu miliknya..“Tuan Muda,” sapa Roan dengan sopan. “Kau mau membawa dia kemana?” tanya Alfred tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari Floryn.Pelukan Roan menguat. “Saya akan membawa Flo ke rumah sakit, dia sakit dan butuh pertolongan.”Nada hangat Roan
Belaian lembut sebuah tangan membawa Floryn tertidur lelap dalam kenyamanan, bibir pucatnya sedikit melukis guratan senyuman samar.Sebuah mimpi indah datang seperti serbuk gula, membawa kenangan manis tentang masa kecilnya yang bahagia. Suara tawa dirinya yang masih kecil terdengar, dia berlarian diantara bayangan samar wajah hangat ibunya yang sudah mulai dia lupakan.Aroma kue yang keluar dari oven dan lelehan cokelat bisa dia rasakan disetiap syaraf nadinya.Suara Emier yang memanggil terdengar, dia berjalan mencari Floryn yang merangkak bersembunyi di bawah meja mengenakan topinya. Emier harus apel pagi dan mengenakan seragam lengkapnya, namun Floryn mencurinya agar ayahnya tidak pergi bekerja karena ini adalah hari pertamanya masuk taman kanak-kanak.“Sayang, dimana Flo?” tanya Emier.Floryn menutup mulutnya menahan tawa, meihat bayangan kaki Emier yang terlihat diantara taplak meja tipis bermotif bunga.Taplak meja itu tersingkap, Floryn menjerit dengan tawa begitu Emier menem