Bukit Victoria, sebuah bukit yang langsung menghadap Selat Timur Laut dan Kepulauan Edinberg itu juga merupakan ujung timur dari Distrik Orc, Kota Telhi, Daerah Otonom Karelia. Kota yang hanya terdiri dari 3 distrik itu seharusnya dapat terlihat dengan jelas dari puncak bukit ini. Tapi kini, semuanya telah sirna.“Eh, dimana Telhi?”Alisa Garbareva, seorang gadis yang pernah dibesarkan di panti asuhan Distrik Kartava itu sangat terkejut dengan apa yang ia lihat pada malam itu bersama sahabatnya, Floria Fresilca.Kota Telhi yang seharusnya dipenuhi oleh ladang-ladang, rumah-rumah penduduk, serta lampu-lampu yang menerangi jalanan kecil itu seakan lenyap tak tersisa. Sekarang yang terlihat hanyalah sebuah lubang galian besar dengan ukuran hampir seluas kota itu. Ada beberapa lampu besar menyinari jalan berpasir, terlihat juga sejumlah kendaraan besar yang berlalu lalang sambil membawa bebatuan berwarna hitam.“Apa? Tidak mungkin,”Flo yang memandangi tempat itu juga seakan tak percaya de
Itu adalah sebuah rumah kecil dengan dinding kayu. Rumah itu terlihat sederhana, tapi memiliki sebuah ruang tamu, kamar tidur dan satu kamar mandi yang tidak terlalu buruk.Rinka Sukhova, salah satu senior Alisa di SMA Khusus Wanita Kartovik itu sekarang tinggal di tempat yang sederhana tersebut. Tidak diketahui dengan pasti apa yang menyebabkan gadis Suku Volga dari kutub utara itu memilih tinggal di kampung yang kecil ini.Sang senior lalu mengambil sebuah kotak obat untuk mengobati luka di kaki Alisa. Kini ia terlihat berbeda bila dibandingkan saat dirinya masih di Kartovik.“Ahh...”“Eh, maaf. Bagian itu sakit ya?” tanya Rinka.Sepertinya perlu waktu lebih lama agar luka di kaki Alisa bisa sembuh secara total, mengingat luka itu disebabkan oleh peluru kaca dari pistol sihir Sachiko. Walaupun pada umumnya material padat yang tercipta dari manipulasi wujud partikel gaib akan kembali menguap dalam rentang waktu tertentu, tapi bekas luka yang ditinggalkannya bersifat permanen seperti t
Seorang gadis yang seusia dengan Floria nampak bergelantungan dengan posisi terbalik di sebuah pohon ek. Rambut hitamnya yang bergelombang nampak terayun ke bawah. Ia terlihat memandangi wajah Alisa dengan posisi terbalik.“Kemampuan sensorik yang hebat. Kau bisa mengetahui keberadaanku hanya dengan bantuan angin tipis saja. Kau sangat menakjubkan, gadis penyihir angin,”Gadis berambut hitam itu tersenyum padanya, namun Alisa masih menaruh rasa curiga. Terlebih lagi ia belum pernah bertemu dengannya.“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Alisa padanya.“Ah, aku hanya melihatmu berjalan di jalan itu sambil merenung. Jadi aku mengajakmu untuk kemari sebentar, Alisa Garbareva. Uhh...”Gadis misterius itu mengayunkan tubuhnya sebelum akhirnya melompat salto ke tanah. Tapi karena ia mengetahui namanya, Alisa pun semakin curiga. Sontak dirinya mundur satu langkah dari posisinya.“Apa? Bagaimana kau bisa tahu namaku?” tanya Alisa tegas.“Uhh, pastinya aku tahu 'lah. Aku 'kan satu angkatan den
Alisa, Floria dan Rinka seakan mematung melihat sesuatu yang mengerikan tepat di depan mata mereka. Begitu pula dengan Jeanne. Wanita itu sangat depresi dan ketakutan begitu melihat hal yang mengerikan itu terjadi di depan matanya.“Ti-tidak...”Sesosok wanita berambut sama dengan Jeanne tepat berada di depan mereka. Ia nampak tergantung di dekat kasurnya dengan kondisi leher yang terikat tali. Tubuhnya sedikit berayun dengan kondisi tangan dan kaki yang lemas.Alisa melihat pada sebuah benda kecil yang tergeletak di bawah tubuh yang tergantung itu. Gadis itu pun sangat terkejut begitu menyadari benda yang seharusnya melekat di jari Joy kini sudah tergeletak di lantai.“Cincin Angkenya lepas dari jarinya. Itu artinya Kak Joy sudah...”“AAAAA... JOOOOYYYYY!!”Jeanne berteriak histeris begitu menyadari bahwa ia kehilangan putri semata wayangnya dengan cara yang sangat mengerikan. Floria pun menghampirinya dan berusaha menenangkan wanita itu.Sementara itu, Rinka memandangi tubuh kawannya
Alisa selamat untuk kali ini. Serangan bola sihir raksasa eksplosif itu berhasil ditepis oleh seniornya sekaligus salah satu pelaku utama perundungannya di masa lalu. Hal ini pun tentunya membuat Penny sangat terkejut.“Tunggu, kenapa? Kenapa kau bisa ada disini?” Penny bertanya-tanya.Sophie mengacungkan pedangnya yang bercahaya kuning itu pada gadis berambut hitam tersebut.“Penny Schaeffer. Aku sudah tahu semua yang kau lakukan pada kawanku Joy,” tegas Sophie.“Eh, Kak Sophie?”“Sebaiknya kau menyerah sekarang dan mempertanggungjawabkan perbuatanmu itu. Sihir kegelapanmu tidak akan berguna melawan sihir cahayaku,” lanjutnya.Mendengar ucapan itu membuat Penny kembali tertawa terbahak-bahak. Dirinya masih tak mau menyerah walaupun lawannya adalah gadis penyihir cahaya dengan kemampuan bertarung yang tinggi.“Hihi... HAHAHAA....”Sophie menelan ludah melihat ekspresi gadis itu.“MENYERAH KATAMU? KAU PIKIR AKU AKAN MELAKUKAN HAL ITU SETELAH APA YANG KALIAN LAKUKAN PADAKU PULUHAN TAHUN
Cahaya yang sangat terang masih menutupi seluruh pandangan. Tak ada hal lain yang bisa dilihat selain daripada itu.“Uh, terang sekali,”Gadis berambut hitam itu menutupi kepalanya karena tak tahan dengan cahaya silau yang ada di depannya. Namun perlahan cahaya itu menghilang. Ia pun terkejut dengan apa yang ia lihat di depannya.“Eh? Apa yang terjadi? Dimana aku?”Dirinya kini berada di sebuah kota kecil yang subur dengan perkebunan. Terlihat rumah-rumah warga yang berjajar dengan rapi dan bersih. Terlihat pula jalanan kecil yang cukup sepi dengan saluran air yang jernih di sampingnya.“Ini, Telhi?”Gadis itu baru menyadari bahwa ia sekarang tengah berdiri di kota kelahirannya yang kini sudah musnah akibat pertambangan mineral itu. Mengingat hal itu, ia pun berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri bahwa ia sedang terkena pengaruh sihir.“Tidak, tidak. Ini sihir ‘Illusia’ milik Sophie sialan itu. Aku tidak boleh terjebak di dalamnya. Aku harus segera sadar,”Gadis bernama Penny Schae
Angin dingin berhembus diantara celah-celah pepohonan yang rindang itu. Terlihat 4 orang gadis yang tengah berdiri di sebuah tempat dekat perkebunan warga. Mereka berdiri di depan sebuah gundukan tanah dengan sebuah batu di ujungnya. Terlihat pada batu itu bertuliskan nama ‘Jouiria Valderlia’ dalam alfabet Archipelrunska.Sophie Alkatiri dan Rinka Sukhova, mereka kini hanya tinggal berdua saja setelah sahabat mereka, Joy sudah pergi meninggalkan mereka selamanya dengan cara yang tragis. Sekarang mereka hanya bisa melihat gundukan tanah bertuliskan nama sahabatnya itu saja. Itulah yang sekarang hanya tersisa darinya.Sementara itu Alisa berdiri di belakang Sophie sambil menggenggam tangan Floria. Ia nampak sangat kehilangan, walaupun Joy sendiri pernah merundungnya bersama Sophie dan kawan-kawannya di masa lalu.“Hei, Flo,”“Iya, Alisa?”“Kau masih ingat tak soal nasihat yang pernah diucapkan Sister Weiss?” tanya Alisa.“Tentang apa?” tanya Flo balik.“Dia pernah berkata ‘kalau ada yang
Pemandangan yang asing terlihat di depan mata gadis itu. Kartovik, sebuah kota pendidikan tempat dirinya menimba ilmu di SMA Khusus Wanita kini terlihat jauh berbeda dibandingkan saat dirinya baru meninggalkan kota itu untuk Program Akselerasinya.Kota itu nampak lebih luas dan megah sekarang. Jalan raya yang awalnya berupa paving block kini berlapis aspal hitam. Trotoarnya juga kini jauh lebih lebar dengan hiasan lampu-lampu jalan yang lebih beragam. Bangunan-bangunan berlantai 5 hingga 6 kini sudah mendominasi dibandingkan bangunan berlantai 2 dan 3.“Ini Kartovik 'kan?”Alisa masih bertanya-tanya apakah dirinya benar-benar sudah pulang ke tempat dirinya menimba ilmu, ataukah ini hanya ilusi sihir belaka. Tapi dirinya baru sadar setelah teringat sesuatu.“Eh, iya. Kalau tidak salah saat aku mau berangkat ke Vitania, kota ini memang sedang mengalami ekspansi dan perbaikan infrastruktur besar-besaran. Aku baru ingat itu,” ucap Alisa.Bus pun berhenti sejenak di sebuah perempatan untuk