Kembali ke desa Mekarsari.
Kebun milik pak Bima dan pak Suli sudah mulai bisa dipanen 2 hari lagi. Sedangkan milik petani lain juga sudah bisa dipanen sekitar seminggu kemudian. Rama menjual beberapa bahan insektisida, pestisida dan pupuk. Ada yang berbahan organik maupun sintetis.
"Nah ini sabun yang aku janjikan..." Selesai dari kebun, Rama mulai membagikan beberapa sabun batangan kepada para penduduk desa yang ingin pergi ke kali."Ini beneran gratis Tuan Muda Rama?""Waah, anakku akan semakin cantik kalau memakai sabun ini.""Terima kasih Tuan Muda Rama."Penduduk desa bergantian mengucapkan pujian dan terima kasih kepada Rama. Semua kini memandang Rama dengan takjub, masalah pertanian mereka terselesaikan, Rama juga membagikan sabun batangan secara gratis pada mereka. Siapa yang tidak menyukai barang gratis, bahkan bantuan Rama terhadap kebun-kebun yang terkena hama sangat membantu. Tadinya warga mengira mereka akan kembali terlilit hutan dan upeti jika kali ini kembali mengalami gagal panen. Melihat hasil kebun yang sangat bagus dan berlimpah, warga bersuka cita."Bagaimana jika kita mengadakan pesta malam ini?" Kata Jaya."Setujuuu....""Kita adakan di balai pertemuan!""Masing-masing bawa makanan dari rumah ke balai pertemuan, dan kita akan berbagi disana?""Setujuuu..."Masing-masing warga mulai bersorak dan mengutarakan pendapat mereka kemudian menatap Rama."Ah, aku setuju-setuju saja..." Jelas Rama ketika para penduduk meminta persetujuannya.***Dirumah...Rama mengeluarkan beberapa potong roti, daging sapi cincang berbentuk bulat, selada, tomat,bawang bombay dan telur dari onshop. Tak lupa saos pedas dan mayonaise. Rama akan membuat banyak roti lapis untuk menjamu para warga. Saos pedas, saos manis, dan mayonaise sudah Rama letakkan di alas daun pisang, kemudian roti lapis ia balut pula dengan daun pisang. Rama membawa makanan itu dibantu dengan ibu Sri, pak Bima dan Jaya."Apa tidak sebaiknya makanan biasa saja Nduk? Makanan ini akan membuat penduduk curiga..." Kata pak Bima."Tenang saja pak, siapa yang akan percaya aku bisa sihir." Kata Rama meyakinkan."Benar pak, lagipula warga desa sudah mengagumi Rama, mana berani mereka menuduh seperti itu..."kata Jaya meyakinkan."Bapak dan ibu khawatir nduk, semoga Dewa melindungi kamu dari prasangka." Kata ibu lagi."Tenang saja bu, pak... Rama hanya ingin berbagi kenikmatan bersama warga desa." Kata Rama meyakinkan.Ibu Sri dan pak Bima memandang takjub Rama, matanya berbinar sambil berlinang air mata yang ditahan. Jaya langsung menepuk bahu Rama bangga.Mereka kemudian membawa roti lapis ke balai pertemuan. Disana sudah berjejer berbagai macam makanan, ada bubur sagu, tumisan sayur, ada buah, dan ada minuman putih. Tak salah ketika Rama membuat roti lapis, karna ia tau warga sangat miskin, banyak dari mereka bahkan memiliki utang sama halnya dengan keluarga Rama. Upeti hasil kebun membuat mereka meminjam kepada rentenir, setidaknya kebun masih bisa bertahan. Jika tidak bisa dijual, mereka bisa memakannya sendiri. Ketika keluarga Rama sampai, semua orang menatap takjub dengan roti lapis yang mereka bawa. Mereka belum pernah melihat olahan makanan seperti itu.Ketika nampan roti lapis disajikan, banyak dari warga mengambil roti lapis tersebut. Meskipun ada pula yang malu-malu mengambilnya."ENAAAAAK!!!""MAKANAN APA INI? LEZAT SEKALI...""SAYUR INI TERASA RENYAH DAN MANIS...""TOMATNYA JUGA BESAR DAN MANIS""ADA DAGINGNYA, ADA DAGING!!!"Ketika mendengar kata daging disebutkan, semua warga menatap makanan mereka dan mulai meneteskan airmata. Kapan terakhir kali mereka memakan daging?Tidak ada yang ingat, karna desa Mekarsari hanya memiliki pertanian, mereka sama sekali lupa kapan terakhir kali memakan daging. Bahkan daging ikan sekalipun. Daging hanya bisa dinikmati orang kaya, pejabat, bangsawan, dan keluarga kerajaan. Setelah merasakan nikmatnya daging, warga percaya jika Rama dan keluarganya, memang keluarga kerajaan. Hanya itu hal masuk akal yang bisa mereka pikirkan.
Malam itu suara sorak bergembira membahana di desa Mekarsari. Para warga ada yang menyanyikan lagu kerajaan ada yang menari dan bertepuk tangan. Suasana hangat memeluk setiap tubuh.Di desa Mekarsari terdiri dari 13 kepala keluarga yang membangun rumah, 11 keluarga berbahan kayu-jerami dan 2 lainnya berbahan bata-sirap. Ke dua rumah tersebut adalah milik pak Wijaya Kusuma seorang pedagang yang baik hati dan pak Arya seorang kepala desa yang sangat angkuh dan sombong.
Seperti biasa ketika musim panen tiba, pak Arya akan membawa 2 orang pengawalnya yang bertubuh kekar untuk meminta upeti. Upeti yang harusnya dibayar adalah 20% dari hasil panen. Melihat hasil panen warga yang melimpah sikap tamak mempengaruhinya.
"Kalian harus membayar umpeti 25%!"katanya kepada pak Bima dan pak Suli yg sedang panen. " Warga lain juga akan dikenakan upeti 25%!!"sambungnya lagi.
Pak Bima langsung mengepalkan tangan dan menggeretakkan giginya.
"Bukankah upeti pinjam tanah hanya 20% dari hasil panen?!" Pak Wijaya mulai angkat bicara.
"Ada perubahan upeti, karna badai. Bahan baku tidak bisa datang, jadi untuk menutupi kerugian, upeti dinaikkan menjadi 25%!!!" Jelas pak Arya berbohong dengan senyum sinisnya.
"Hmm... Berapa harga yang akan kami dapatkan dari harga cabai ini menurut pak Arya?" Tanya Rama.
Semua warga desa menatap Rama kebingungan, bahkan Pak Arya juga kebingungan. Disaat seperti ini, dia malah menanyakan harga yang akan Rama dapatkan.
Pak Arya terlihat berpikir sebelum bicara."setidaknya kalian akan mendapatkan 1 logam emas perkilo ."jelas pak Arya yakin, 'tidak mungkin harga pertanian di desa Mekarsari akan dihargai lebih mahal dari ini.'pikirnya.
Rama tersenyum."kapan kami harus membayar upeti hasil panen?"tanya Rama lagi.
"Kalian harus membayar sekarang, karna kalian sudah memetik hasilnya. Kalian harus membayar upeti meskipun cabai tersebut tidak laku!! Karna ini upeti pinjam tanah!!"
Rama terlihat menganggukkan kepalanya, padahal Rama paham betul mengingat ingatan pemilik tubuh sebelumnya. Namun Rama hanya ingin memperjelas perkataan licik si kepala desa. Pak Arya hanya tidak tau berapa harga cabe yang akan Rama jual.
"Bagaimana kami bisa membayarnya? Beri kami kesempatan untuk menjualnya terlebih dahulu!!" Seru pak Bima.
"Betul, beri kami kesempatan menjual terlebih dahulu!!" Sorak para warga.
"DIAM!!!" pak Arya langsung menggebrak meja.
Semua warga langsung ketakutan, pak Arya ini tidak memiliki empati dan sopan santun. Padahal ia tau pak Bima adalah keluarga kerajaan. Namun ia berani menaikkan suaranya. Jika di dalam kerajaan ada yang berani seperti itu, maka seluruh keluarganya akan dihukum.
"Haish... Paman jangan marah...bagaimana jika paman kasih kami surat hutang dulu." Jelas Rama.
Pak Arya mengeryit, menilik maksud Rama, namun tak menemukan rencana apapun dalam perkataan Rama. Anak itu terkesan memohon padanya sekarang.
"Surat hutang? Maksudnya?"
"Paman beri kami surat hutang yang menyatakan kami berhutang sebanyak 25% untuk pembelian cabai seharga 1logam emas perkilonya, jika kami tidak membayar setelah pulang dari kota. Maka paman boleh menjadikan kami budak."
Semua warga termasuk pak Bima, Jaya, ibu Sri dan pak Wijaya langsung menatap Rama tidak percaya. Bagaimana bisa dia begitu percaya diri bisa menjual cabai hasil panen mereka. Panen kali ini memang bagus, besar dan mulus. Namun siapa yang berani membeli cabai dengan harga 1 logam emas?
Pak Arya tersenyum licik kemudian mengintruksikan pengawalnya untuk mengambil kertas ,kuas dan tinta. Kemudian meminta pengawalnya menulis kata-kata Rama tadi, didalam pikirannya sebentar lagi ia akan menjadi lebih kaya.
Pak Suli mendekati Rama, "Tuan Muda Rama... Apakah mungkin cabai kita akan dihargai 1 logam emas perkilonya?" Tanyanya meyakinkan.
Rama mengangguk,"paman harus percaya, jika paman ragu, biar aku yang menanggung cabai paman nanti."jelas Rama yakin.
Rama ingat, si pengepul Andik Pratama berkata harga cabai akan sangat mahal karna sedang langka, terlebih ada badai. Pasti harga cabai akan sesuai dengan perkiraan Rama. Barang langka akan sangat mahal, namun banyak dari mereka yang ketakutan. Meskipun langka, cabai adalah jenis sayuran yang bisa busuk. Jadi mereka harus menjualnya dengan cepat, dengan harga yang bagus pula.
"Cap jari disitu..." Kata Pak Arya dengan senyum kemenangan. Ia memandang hina sekaligus berterimakasih kasih atas kebodohan Rama. 'Keluarga kerajaan yang bodoh!'pikirnya.
"Terima kasih paman..." Rama menangkupkan tangannya dan memberi hormat.
"Baiklah... Jangan lupa aku akan menagih kalian nanti, ingat! Jangan berpikir untuk kabur, jika kalian kabur, maka keluarga kalian yang ada di desa akan aku jadikan budak!!!"ancam pak Arya dengan mata yang melotot.
Rama mengangguk polos,di masa modern yang Rama pelajari, jangan jadi orang yang banyak omong, apapun ide yang ada dikepala kita. Cukup kita yang tau. Karna tak semua orang akan senang jika melihat ide tersebut bisa berjalan lancar. Artinya lebih banyak manusia yang suka melihat kegagalan orang lain ketimbang kesuksesannya. Maka dari itu, Rama memilih untuk terlihat polos dan bodoh saat ini.
"Tuan muda Rama, aku akan ikut bersamamu ke kota. Aku tidak ingin kau menanggung hutangku... Kau sudah membantu hasil panen ku tidak gagal."Pak Suli mendekati Rama ketika pak Arya dan pengawalnya berlalu pergi. "Aku bersyukur jika paman bisa ikut...tapi tak apa jika aku yang menanggung hutangnya, karna ini ideku..." Jelas Rama lagi. Pak Suli langsung bersujud dan meneteskan airmata. Rama sudah menolongnya memberantas hama, memberikan pupuk untuk cabainya dan kini bersedia menanggung hutangnya. Entah bagaimana paman Suli dan keluarganya akan membalas kebaikan Rama. "Nduk, sebaiknya kita bersiap berangkat, karna jika terlambat maka cabai kita akan mengalami penurunan kualitas."ajak pak Bima. "Bapak di desa saja sama ibu, biar Jaya dan Rama yang berangkat." Jelas Jaya. Rama langsung mengangguk setuju. "Betul, lebih baik Bapak jaga ibu dirumah... Biar kita yang berangkat.""Kalian bisa memakai kereta kudaku, agar bisa cepat sampai.." Jelas pak Wijaya."kebetulan aku akan ke kota juga
"Tuan Muda, aku akan menginap di penginapan Melati. Karna berada di jalan utama, akan mudah untuk menemukannya," jelas Pak Wijaya hormat pada akhirnya."Baiklah, ketika urusan disini selesai, aku akan langsung menyusul kalian.""Tuan Muda Rama, tolong jaga diri anda..." Kata pak Suli juga. Rama mengangguk dan tersenyum meyakinkan. Pak Wijaya dan pak Suli masuk kedalam kereta kuda, dan berlalu. "Jadi kalian belum makan?" Rama kembali fokus kepada Alan.Alan mengangguk takut."Dimana kalian tinggal?" Tanya Jaya. Alan menunjuk ke arah perkampungan pinggir jalan, Rama menatap perkampungan itu nanar. Beberapa kemah didirikan, berdinding kan pelepah daun dan atap jerami. Rama mengisyaratkan Alan untuk menuntunnya. Jaya menatap ragu namun tetap mengikuti Rama dan Alan, ketiga adik Alan mengikuti mereka dengan tertatih. Tapi ketika mereka akan masuk, beberapa pemuda yang sama kurusnya namun terlihat masih mempunyai tenaga menghentikan mereka. "Kalian jangan masuk Alan, keluargamu terkena
"BRAK!!!" Seseorang terlempar keluar dari penginapan. Hampir saja mengenai Rama dan Jaya yang akan masuk ke penginapan. Untungnya Jaya yang memang menguasai bela diri langsung menahan tubuh Rama ke belakang. Padahal Rama modern juga lebih peka, meskipun ia hanya mengikuti silat sampai sabuk hijau. "Uhuk!" Pak Petra yang terlempar itu mengeluarkan darah, meskipun tidak banyak namun tubuhnya mengalami luka dalam. Semua orang memandang tanpa berbuat apapun, lalu Rama juga melihat pak Wijaya dan pak Suli di dalam tanpa berbuat apapun. 'Apa yang sebenarnya terjadi? '"Bush!" Surya seorang bangsawan, menyiram petra dengan semangkok sup sayur."Coba kau rasakan, apakah masakanmu ini layak untuk aku makan?!" Katanya lagi dengan sebelah kaki yang kini berada di dada pak Petra. "Uhuk!! Maa... Maafkan aku Tuan Muda Surya!! Aku mohon... Beri aku kesempatan.""Duk!!" Pak Petra langsung berlutut ketika Surya melepaskan kakinya di dada pak Petra. "Waktumu hanya sampai besok!" Katanya kemudian be
"Baiklah, besok pagi ketika urusanku sudah selesai. Aku akan memberikan beberapa resep masakan pada paman." Kata Rama berjanji pada pak Petra. ketika urusannya dengan pak Andik selesai, maka Rama akan memberikan beberapa resep tambahan untuk menu di penginapan Melati. Jadi, di sinilah ia sekarang. Di rumah pak Andik Pratama. Setelah berkeliling akhirnya mereka menemukan rumah pak Andik. Rumah bata yang terbuat sangat mewah, dikelilingi pagar tinggi. Ketika masuk mereka juga disuguhi dengan taman bunga yang indah, ada kolam ikan dengan jembatan kayu yang menghubungkan kerumah utama. Pak Andik menyambut mereka dengan ramah, dan lebih ramah lagi ketika melihat hasil panen cabai yang sangat bagus. "Jadi berapa harga cabai yang akan paman beli perkilonya?" Tanya Rama. "4 logam emas!!!" Seru pak Andik. Mendengar harga yang sangat mahal itu pak Wijaya, pak Suli dan Jaya langsung terperangah. Menatap Rama tak percaya. "Baiklah paman, tapi aku ingin memberikan hadiah untukmu. Bisakah kit
"Tuan...."Rupanya Rianty menunggu Rama di depan penginapan. Ketika Rama turun dari kereta kuda, ia langsung mencegatnya dengan tangan di pinggang dan wajah cantik yang cemberut. Rama tersenyum ramah, seperti suami yang dicegat istri karna pulang terlambat. "Wah kau semangat sekali nona muda..." Goda Jaya. Hari ini Rianty terlihat cantik dengan rambut yang dikepang satu kebelakang. "Tuan, lebih cepat lebih baik untuk kau buktikan kemampuan memasakmu.""Baiklah... Tapi apa boleh aku kekamarku dulu untuk mengambil persiapan?" Kata Rama, padahal ia hanya ingin tempat aman untuk diam-diam membeli bumbu di onshop. "Baik... Jangan berpikir untuk kabur ya Tuan Muda!!" Ancam Rianty. "Hei mana mungkin kami kabur!!" Tegas Jaya, sementara Jaya dan Rianty berdebat, Rama naik ke lantai 2 , kekamar ia dan Jaya. Sesampainya dikamar, Rama membuka onshop dan membeli beberapa bumbu ikan bakar, madu, kaldu ayam, garam, veksin, dan bumbu saji bihun goreng. Tidak lupa tepung kriyuk serbaguna dan miny
Plak! Sebuah tamparan mengenai pipi Surya, Antoni bangsawan dari klan Jagatraya yang digadang-gadang sebagai penerus, melayangkan tamparan itu. Matanya memerah karna marah, bahkan ia ingin menghajar Surya hingga babak belur. Jika saja Surya bukan bagian dari klan, itu bisa saja terjadi. Namun Antoni masih menahan amarahnya. "Kau, ku beri misi untuk mendapatkan toko itu bagaimanapun caranya!!Tapi yang kudengar kau malah memberikan tips pada makanannya!!! Dimana otakmu?!!" Kata Antoni dengan tangan dikepal. Surya memegangi pipinya yang memerah, ia menahan malu saat ini. Namun ia tak bisa melawan karna Antoni mempunyai temperamen yang tidak bisa ditahan. "Kakak tertua, aku khilaf karna rasa masakan itu. Aku benar-benar minta maaf!!" Ucap Surya sembari berlutut."Rasanya belum pernah aku rasakan, aku seperti tersihir!!" Kata Surya beralasan. "Cih!!!" Itu hanya penginapan biasa, bahkan yang datang kesana bukanlah para bangsawan. Penginapan itu hanya memiliki nilai jual karna letaknya!
Selama di perjalanan dalam kereta kuda, Rama melapisi pantatnya dengan bantal tambahan yang membuatnya merasa nyaman. Kini ia berancana menjenguk Alan dan adik-adiknya sebelum kembali ke Mekarsari. Tak cukup waktu lama Rama menemukan mereka sedang makan lahap dengan roti dan selay yang Rama tinggalkan. Bahkan sepertinya Alan juga mengambil beberapa sayuran liar untuk membuat sup. Sepertinya kekhawatiran Rama memudar, melihat Alan yang cekatan dan bertanggung jawab dalam menjaga adik-adiknya. "Paman...""Panggil aku abang..."perintah Rama ketika mereka mulai memanggilnya kembali dengan sebutan paman. Rama sedikit canggung dengan panggilan tersebut. Ia merasa belum terlalu tua. "Abang Rama..."kata Alan dengan senyum canggungnya. Santi mulai sembuh, bahkan nafsu makannya sangat besar sekarang." Jelas Alan. "Abang Rama, Terima kasih sudah merawatku..." Santi memeluk kaki Rama. Ia masih terlihat memakai masker yang diberikan Rama, dan sepertinya masker itu sudah dicuci beberapa kali. Ra
"Beraninya kamu menghina keluarga kerajaan!!" Jaya akan maju menghajar pak Arya, namun Rama kembali menahannya. Saat ini jika Jaya menghajar Pak Arya, ia hanya akan menimbulkan masalah baru. Terlebih Rama tidak ingin pak Arya merasa lebih sombong ketika yakin keluarga Adipati memang dibuang. "Paman... Kami kesini ingin membayar upeti, bebaskan keluarga kami!"Mendengar kata-kata Rama mata Arya kembali dipenuhi rasa tamak akan kekayaan. "Aku tidak akan menerima kurang dari 25%!! Jika kalian memberikan kurang dari itu maka keluarga kalian akan aku tahan!!""Kami menjual 40kg cabai dikali dengan 1 logam emas, sama dengan 40 logam emas, jika 25% untuk paman, maka kami membayar 10 logam emas untuk paman. Masing-masing dari kami akan membayar 5 logam emas." Kata Rama kemudian menyerahkan 5 logam emas,disusul pak Suli yang juga memberikan 5 logam emas kepada pak Arya. Untung saja ia mendengarkan nasehat Rama untuk menukar 1 batang emas dengan beberapa logam emas dan perak. Pak Arya menata