“Hai.”Keyna yang sedang duduk di pinggir kolam renang dan termenung menatap air kolam sedikit berjengit kaget. Ia menoleh dan melihat Louis berdiri dengan senyum manisnya. Wanita itu balas tersenyum.“Oh, hallo, Tuan Muda Louis.”"Maaf, mengagetkanmu.""Tidak apa-apa, Tuan Muda."“Boleh aku bergabung?”Keyna menjawab dengan anggukan kepala. Louis lalu duduk berjarak di samping perawat Daddynya. Kaki mereka mengayun pelan memainkan air kolam.“Daddy sama siapa?” tanya Louis.“Dokter Jaslan.”“Biasanya jika Uncle Jaslan memeriksa Daddy, kamu selalu membantunya.”“Pemeriksaan sudah selesai. Mereka hanya sedang berbincang masalah … entah aku kurang paham obrolan keduanya,” kilah Keyna. Saat itu, Keyna kembali mengingat ucapan William yang membuatnya sedih.“Oh. Mereka bersahabat. Daddy sangat mempercayai Uncle Jasl
“Ma-maksud Tuan?” Keyna mengerutkan kening dalam-dalam mendengar permintaan William.“Tidur di sini,” ulang William sambil menepuk sisi ranjangnya.Keyna menggeleng. Ia malah mundur tiga langkah. Dadanya berdegup kencang sekali.“Kamu di sini untuk menjalankan perintahku, Key! Lagipula kita adalah sepasang suami-istri,” ucap William dengan tegas.Akhirnya, Keyna mengangguk. Ia naik ke ranjang hidrolik dan membaringkan tubuhnya di sisi William. Awalnya ia bimbang, bagaimana posisi yang baik. Dengan kikuk, wanita itu meringkuk di dekat dada suami pura-puranya. Menurutnya, akan tidak sopan jika ia memunggungi William.“Tidurlah, Key.”Keyna menatap wajah William yang kini sangat dekat. Harum cologne yang digunakan setelah Tuannya setelah mandi menguar penciumannya. Ternyata, berbaring di samping William membuatnya nyaman. Wanita itu memejamkan mata dan tak lama kemudian tertidur.Jika Keyna bisa tertidur, tidak dengan William. Lelaki yang tidak muda lagi itu memperhatikan wanita di sampi
Mungkin seharusnya, Keyna tidak mendengarkan perbincangan antara ayah dan anak bungsunya ini. Mereka kini sedang membahas keuangan. Suatu hal yang membuat telinga wanita itu panas mendengar angka-angka fantastis yang diucapkan keluarga kaya raya itu dengan santai.“Ehm, Tuan. Maaf. Sudah semakin panas. Tuan mau masuk?” Keyna terpaksa menginterupsi kedua lelaki di sampingnya.Tanpa menjawab, William mengangguk. Ia membalik kursi rodanya sendiri lalu mengarahkan benda beroda itu masuk. Keyna menunduk santun pada Louis dan pamit untuk menemani William.“Terima kasih karena telah menghentikan perbincangan membosankan tadi,” bisik Louis sebelum Keyna benar-benar pergi.Keyna hanya tersenyum sedikit. Ia lalu menderap langkahnya mengikuti William yang telah mendahuluinya masuk ke dalam kamar perawatan.Sesampai di kamar, Keyna langsung membantu William berbaring di ranjang hidrolik. Kemudian, perawat itu menyiapkan peralatan mandi tuannya. Selesai membilas tubuh William, ia juga membantu mem
Keyna menoleh cepat pada asal suara. Sacha berdiri dengan kedua tangan saling bersilang di perut ratanya. Putri kedua William itu menatap perawat Daddy-nya dengan pandangan tak bersahabat.“Nona Sacha,” sapa Keyna sambil menunduk dalam.“Kamu belum menjawab pertanyaanku. Apa pekerjaanmu sebenarnya?” ulang Sacha.“Sa-saya perawat, Nona,” jawab Keyna terbata dengan masih menundukkan kepalanya.“Daddy sepertinya sangat menikmati pijatanmu. Seorang perawat seharusnya tidak memijat yang membuat tuannya mendesah puas begitu, bukan?” cecar Sacha.“Saya belajar tehnik pijatan untuk merelaksasikan otot yang tegang, Nona. Kebetulan, karena terapi tadi pagi, otot-otot kaki Tuan William terlihat agak tegang, jadi saya memijatnya.”“Apa kamu juga menggoda Daddy dengan usapan tanganmu hingga ke pangkal pahanya?” tuduh Sacha.Keyna menggeleng keras. “Tidak, Nona. Saya tida
Keyna duduk si samping ranjang hidrolik. Wanita itu mencerna ucapan William barusan. Secara tidak sengaja, tuannya itu mengatakan bahwa ia perhatian pada putra-putrinya hingga mengetahui jam tidur mereka.“Sejak remaja, Fred memang senang bergadang. Ada saja yang dilakukannya. Aku membiarkannya karena hal itu tidak pernah mengganggu aktifitas rutin,” imbuh William.“Oh. Itu sebabnya Tuan Muda Frederix begitu candu pada kopi. Mungkin karena beliau membutuhkan kafein tinggi untuk beraktifitas malam.”“Kamu memperhatikan juga? Iya betul, Fred memang pecandu kopi. Seharian ia bisa meminum sampai lima gelas kopi bahkan kadang lebih.”Mulut William begitu lancar menceritakan tentang putra sulungnya. Bagaimana Frederix lahir dan kemudian menjadi anak berprestasi di bangku sekolah. Hingga akhirnya suara sendunya terdengar saat mengenang putra sulungnya itu berpamitan untuk berkarir di luar negeri.“Fred baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Aku sudah berencana memberikan sat
Akh. Ternyata selain aslinya William adalah ayah yang perhatian, ia juga ternyata adalah suami romantis. Walaupun menurut Louis, lelaki di sampingnya menikah karena perjodohan, tetap saja taman bunga itu merupakan perwujudan kasih sayang pada istrinya.“Pasti istri Anda bahagia sekali ketika Anda memberikan kejutan taman bunga dengan namanya,” ucap Keyna.“Tidak.”Keyna menoleh menatap wajah tampan lelaki di kursi roda. Ekspresi William datar saja sambil tetap memandang taman tersebut.“Maksud Tuan, istri Anda tidak senang?” tanya Keyna bingung.William diam saja. Lalu, Keyna sadar, bahwa ia tidak diperkenankan bertanya sesuatu.“Maafkan kelancangan pertanyaan saya, Tuan.” Keyna buru-buru meminta maaf.Satu tarikan napas panjang dari hidung William terdengar berat. Lelaki itu tidak menjawab permintaan maaf perawatnya. Ia hanya tersenyum setengah bibir.“Dahlia ternyata alerg
Suasana hati William membaik. Apalagi, setelah ia berbincang cukup lama bersama putra bungsunya. Agaknya, mereka juga baru menyadari, banyak kemiripan di antara keduanya.Louis bahkan menunggui Daddy-nya hingga tertidur. Perlahan, ia bangkit dari kursi dan mengecup dahi lelaki yang terbaring itu. Pemandangan yang mengharukan bagi Keyna.Pemuda tampan itu lalu meminta Keyna mengikutinya. Keyna menggeleng pelan karena tidak bisa meninggalkan William sendirian.“Hanya di depan pintu, Keyna. Aku tidak ingin Daddy terbangun oleh perbincangan kita.” Louis mengungkapkan alasannya.Akhirnya, Keyna mengangguk. Mereka kini berada di luar kamar perawatan. Pintu dibiarkan tidak tertutup rapat, agar Keyna masih dapat memantau keadaan William.“Aku hanya mau mengucapkan terima kasih,” ucap Louis.“Terima kasih untuk apa, Tuan Muda?”“Karena kamu langsung pulang, saat Daddy mengamuk tadi siang.”“Itu memang sudah bagian dari tugas saya, Tuan Muda.”Louis mengangguk. “Dan kamu bekerja profesional.”K
Malam itu di ranjang hidroliknya, William mencerna ucapan Louis. Andai saja putra-putrinya tau bahwa ia telah menikahi Keyna. Mereka mungkin akan terkejut dan bertambah kesal dengan wanita itu.Tapi mau bagaimana lagi, ia memang tidak ingin disentuh wanita. Keyna adalah wanita pilihannya dari sekian banyak pelamar. Saat bertemu pertama kali dengan wanita itu, William langsung merasakan ada kecocokan antara dirinya dengan Keyna.Lalu, William terkekeh saat mengingat Louis bertanya tentang wanita yang dekat dengannya saat ini. Ketika ia menjawab Keyna, Louis mengatakan ia tidak keberatan dengan perawat tersebut. Meskipun, kakak-kakaknya tetap tidak menginginkan Daddy mereka tidak terlibat sama sekali dengan wanita.“Keyna,” panggil William.“Ya, Tuan?” Keyna yang sedang membersihkan perlengkapan kesehatan menoleh. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”“Tolong ambil kardus itu.” William mengendikkan dagu pada kardus berukuran sedang di meja tamu.Keyna beranjak ke dekat meja. Wanita itu memb