“Hugo, kau harus menceritakan semuanya kepadaku. Atau aku yang akan mencari tau sendiri,” kataku saat memberi Hugo sebuah ultimatum. Entah apa alasan Benjamin terlalu bernafsu untuk mengejar bisnis ini sampai-sampai dia menerorku bahkan ketika aku berada di rumah sakit. Hugo bersiap pergi. Aku yakin dia akan mencari Benjamin. “Bahkan jika kau membunuh Benjamin, itu tidak akan menyelesaikan masalah apapun. Masalah Benjamin akan tetap hidup. Hentikan pertengkaranmu dengan saudaramu, Hugo. Jika kau ingin kita semua selamat, kau harus terbuka dan bekerjasama denganku.”Hugo memalingkan wajahnya. Mungkin aku tidak cukup bagus baginya untuk membagi beban perusahaan. Dia memilih menanggung semuanya sendiri. Tanpa dia sadari, pilihannya itu akan menjadi kelemahan bagi musuhnya untuk semakin menghancurkan dirinya. Harus kuakui rencana honeymoon-ku gagal total. Kami kembali ke California esok harinya. Aku bahkan tidak sanggup membawa badanku sendiri karena harus menggunakan alat bantu kursi
Permainan Hugo sama sekali tidak bisa kutebak. Hugo memastikan aku tidak akan melakukan manuver apapun tepat disaat krisis konflik antara dirinya dan Benjamin, saudara kembarnya sendiri, semakin memanas. Dengan cerdiknya dia mendatangkan orang tuaku dari Seattle untuk tinggal sementara waktu di rumah baru kami di LA Dia menjadikan alasan kesehatanku agar Mom dan Dad bisa menghibur dan mengalihkan kecemasanku menjelang masa kehamilan yang sudah memasuki bulan ketujuh. Sementara itu, Hugo bebas pergi kemanapun dia mau. Felix meneleponku tempo hari untuk memberitahu bahwa Angel membantunya di holding company sampai aku aktif bekerja kembali. Dan aku sudah menyetujuinya. Mom dan Dad sibuk membantuku mempersiapkan kamar bayi untuk si kembar. Dad dengan senang hati mengecat dinding kamar dan memasang wallpaper bertema luar angkasa sebagai hiasan. Sedangkan Mom terus bercerita tentang bagaimana aku dan Theo saat bayi dulu. Ini adalah topik yang sangat ingin kuhindari. “Sebentar lagi per
“Emily? Kenapa kau tertidur disini?” Mom menggoyangkan badanku mencoba membangunkanku dari mimpi buruk. Aku melihat Mom sebelum mengerjapkan mataku memastikan bahwa aku tidak salah lihat. “Tidurlah di kamar sayang, good night,” kata Mom sambil mengecup kepalaku. Aku menegakkan tubuhku. Kedua tanganku menopang kepalaku yang masih terasa masih berputar-putar. Hidupku sungguh sial. Siang malam aku dihantui oleh misteri dari wajah yang sama. Kini aku harus terbiasa menghadapi Benjamin di dunia mimpi dan Hugo di dunia nyata. Keduanya adalah sama-sama menodongkan pisaunya ke leherku. Hugo belum juga menghubungiku. Begitu juga Anthony. Tak kusangka Hugo menyembunyikan bisnis ilegal mereka di New York. Aku akan bertahan sementara waktu sampai bayiku lahir sebelum mencari tahu lebih dalam. Oh sial! Ayah dari anak-anakku adalah seorang penyelundup. Jelas aku tidak bisa kembali tidur malam ini. Mataku terus terjaga sampai pagi datang. Hari ini adalah peringatan satu tahun kematian Theo. M
Dengan tenang Benjamin menelepon ambulan dan meletakkan kantong belanjaannya di lantai. Dia membantuku bersandar di sofa sebelum pergi meninggalkanku. Sementara aku terus melihat Benjamin sampai dia hilang dari pandanganku sambil menahan segala umpatan yang sempat aku pikirkan. Benjamin membuatku terkejut hingga air ketubanku pecah dan dia dengan seenaknya meninggalkanku. Brengsek! Matilda berlari ke arahku dan segera membantuku. Tak lama kemudian ambulan datang dan membawaku ke rumah sakit. “Masih bukaan satu, tapi air ketuban sudah pecah. Perkiraan tanggal maju satu bulan dari yang seharusnya. Kita akan bersiap untuk melakukan operasi sesar,” kata dokter. “Dok, lakukan apapun sebelum aku kehilangan kesadaran karena aku sudah mulai kesakitan,” sahutku. “Emily, Tuan Hugo menuju kesini. Bertahanlah.” Matilda berusaha menenangkanku. Aku sangat gugup karena aku akan bertemu dengan anak-anakku sebentar lagi. Bagaimana rupa mereka, apakah mereka akan lahir dengan selamat dan utuh, o
“Dia jelas mengincarku,” kataku sambil melambaikan tangan kepada Everly yang sedang belajar berjalan. Aku sedang bersama Anthony di halaman belakang rumah saat dia berkunjung. “Bagaimana hubunganmu dengan Hugo setelah anak kalian lahir?” tanya Anthony. Setengah hati aku menjawab, “Tidak lebih baik.” Anthony menghela nafas. Cepat atau lambat dia akan menghadapi perceraianku dengan Hugo, dan itu membutuhkan tenaga extra. “Aku harus menyelematkan semua asetku untuk masa depan anak-anakku. Saat ini Hugo masih sibuk memisahkan bisnis ilegal untuk membersihkan hartanya. Kau tau itu hampir mustahil untuk dilakukan,” kataku.“Kau benar. Hubungan Hugo dan Benjamin semakin intens karena rencana pemisahan yang Hugo lakukan. Em, ini berpotensi menyebabkan masuknya pihak ketiga. Kau tidak khawatir dengan itu?” Anthony menatapku dan mata kami beradu. “Jika ada pihak ketiga yang muncul, mereka pasti bukan orang baru. Mereka selama ini bersembunyi dibalik bayang-bayang. Aku harus segera pergi seb
“Em, tunggu dulu. Kau sebaiknya menunggu Hugo.” Anthony mencoba mencegahku menghubungi Benjamin dan bertemu dengannya.“Hugo pasti memiliki alasan yang kuat untuk tidak atau belum melibatkanmu. Tenangkan dirimu, Em. Benjamin bisa menjadi pilihan yang lebih buruk daripada menunggu keputusan Hugo,” kata Anthony panjang lebar. Aku menahan tanganku untuk tidak menjawab panggilan dari Benjamin. Setelah Natal yang terasa salah kaprah, jelas aku tidak bisa berdiam diri. Seharusnya Sinterklas yang datang menemui anak-anakku. Bukan sekelompok penguntit yang menyeramkan dan membuatku kehilangan akal sehat. “Aku sudah memberikan cukup waktu kepada Hugo. Kau tau betapa aku sangat menghindari untuk terlibat dalam kegilaan ini. Penyelundupan berlian. Kau percaya semua itu? Sial!” bentakku.Anthony mengatupkan bibirnya dan menarik nafas panjang. Aku pun tidak kalah frustasi mendengar kenyataan kelam itu. Bahkan kini semua aset warisan dari Theo akan terancam hilang jika kasus ini sampai diketahu
“Benjamin! Demi Tuhan aku adalah kakak iparmu! Lepaskan aku.” Aku tidak percaya Ben berani menutup mataku dan mengikat kedua tanganku persis seperti adegan saat pertama kali aku mengunjungi Restoran Are You Hungry Baby. Ben tidak menghiraukanku dan tetap mengikat tanganku. Dia tidak melepaskanku. Aku mencoba melepaskan ikatan tanganku tapi usahaku sungguh sia-sia. “Hanya dengan cara seperti ini kau mendengarkanku, Em. Aku mencoba membuatmu terkesan dengan hati-hati, tapi kau menolaknya.” Suara Ben terdengar menjauh. Aku tidak tau pasti apa yang dia lakukan. Jantungku berdegup kencang memikirkan apa yang akan Ben lakukan terhadapku. Apakah dia akan membunuhku? Atau… Oh, shit! Tidak mungkin dia akan menjadikanku submisif-nya. Aku adalah kakak iparnya. Istri dari saudara kembarnya. Ini semua benar-benar salah. Seharusnya aku mendengar nasehat Anthony untuk menunggu Hugo menyeleseaikan masalah ini. Semua terlambat. Kini aku menjadi tawanan Benjamin. Aku masih belum mendengar pergera
“Kau dengr aku, Em. Tinggalkan Hugo dan pergi bersamaku.” Benjamin mengulangi perkataan yang sama sekali tidak masuk akal untukku. Ini seperti kisah drama telenovela murahan. Aku jelas tidak ingin mengiyakan, namun terlalu takut untuk menolak. Bagaimana jika Benjamin berbuat nekat?Belum ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Dadaku sesak penuh penyesalan karena keputusanku yang salah kaprah. Suasana menjadi hening dan menegangkan. Aku tidak mendengar pergerakan Benjamin. Tiba-tiba kedua tangan Benjamin memegang lenganku. Dia berada di depanku. Sepertinya dia sedang berjongkok menghadap ke arahku. Perlahan tangannya mulai membuka tali penutup mataku. Aku mengerjap beberapa kali, kemudian mataku beradu pandang dengan mata tajam Benjamin. Sepasang mata yang terlihat tidak mengenal rasa takut. Benjamin belum melepaskan kedua tanganku yang masih terikat u kursi. “Maafkan aku, Emily. Seharusnya kau mengenalku lebih dulu. Tapi kematian Theo sangatlah tidak mudah. Jika saja kita berte