Share

Bagian 5

"Kok gak ada foto Andriana lagi di sini? Lo pindahin apa gimana?" tanya Araya. Hari ini lelaki itu memang sedang berkunjung ke rumah kembarannya untuk sekedar memberitahukan pesan ayahnya pada Arayi.

Arayi yang baru saja keluar dari kamar mandi menoleh, ia menghela napasnya pelan. "Dibuang sama Mama," jawabnya lesu.

Araya mengangkat sebelah alisnya, "Mama ke sini kemarin?"

Sang kembaran mengangguk. "Bersihin kamar gue, katanya kamar gue kotor banget."

Terdengar kekehan dari mulut Araya, ia menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa yang ada di kamar Arayi. "Mama tuh lagi sarkas, dia tau anak pertamanya belum move on sama masa lalu, makanya sengaja buang foto kalian biar lo gak terus-terusan ingat sama dia."

"Tapi itu foto terakhir gue sama Andriana."

"Ya terus kenapa? Lo mau terus-terusan gagal move on sama orang yang udah ninggalin lo itu? Sadar aja sih, lo ditinggalin sama dia. Ah, lebih tepatnya, lo dicampakkan," ujar Araya. Ada nada geram kala ia mengucapkan itu, teringat kembali akan Andriana yang memperlakukan kembarannya seakan Arayi adalah sampah. 

"Dia punya alasan," kata Arayi, seakan tak pernah lelah untuk denial dan terus membela Andriana. Araya cukup muak dengan segala pembelaan yang diucapkan oleh Arayi.

"Bela aja terus, emang kalau udah cinta sampe gak tau caranya buat mikir secara logis. Ingat, lo sekarang udah punya Kanara, jangan sampai lo nyakitin dia. Kalau nggak, Papa bakal marah besar sama lo," peringat Araya, meskipun ia tahu bahwa Arayi bukanlah orang yang mengabaikan tanggung jawabnya.

"Gue tahu, gue bakal bertanggung jawab atas kebahagiaan Kanara, gue juga bakal berusaha melupakan Andriana dan fokus sama Kanara."

Araya menganggukkan kepalanya, "Memang harus begitu."

Arayi duduk di samping sang kembaran, matanya menatap Araya dengan pandangan bertanya, "Jadi, apa alasan lo datang ke sini?"

"Gue cuma mau menyampaikan pesan Papa," kata Araya.

Menyipitkan matanya, Arayi bertanya, "Apa?"

"Papa nyuruh lo buat meyakinkan Kanara secepatnya, biar kalian bisa cepat-cepat menikah. Papa mau dalam waktu sebulan, kalian udah harus menikah."

***

"Mas Arayi udah cinta belum sama aku?" Pertanyaan tiba-tiba yang dilayangkan oleh Kanara berhasil membuat Arayi terbelalak kaget.

Lelaki itu menatap Kanara dengan kedua alis menyatu, terdapat keheranan dari raut wajahnya. "Pertanyaan kamu tiba-tiba banget."

Kanara mengembungkan pipi, lalu menyengir pada lelaki yang tujuh tahun lebih tua darinya tersebut. "Nanya aja sih, Mas. Siapa tahu kan Mas Arayi udah cinta sama aku."

"Kamu sendiri, udah cinta belum sama saya?" Bukannya menjawab, Arayi malah bertanya balik.

Kanara yang sebelumnya tidak memiliki persiapan apapun denga pertanyaan Arayi pun melotot. Ia sedikit terbata ketika menjawab, "Em .... belum sih, Mas."

Arayi tersenyum maklum mendengar itu, ia menganggukkan kepalanya mengerti. "Ya udah, gak perlu buru-buru, kita masih punya banyak waktu untuk bisa saling mencintai."

"Dari ucapan Mas Arayi tadi, kayanya Mas Arayi juga masih belum cinta ya sama aku?" tebak Kanara. Perhatian gadis itu sepenuhnya terfokus pada Arayi, bermaksud meminta jawaban pasti dari sosok itu.

"Jawab aja, Mas, aku gak masalah kok," tambah Kanara, paham betul dengan ekspresi wajah Arayi yang tampak serba salah.

"Saya memang belum cinta sama kamu, tapi kamu cukup menarik perhatian saya. Kamu cantik, cerewet, agak manja, dan saya suka semua sifat yang ada di diri kamu," jawab Arayi dengan sehati-hati mungkin.

Senyum cerah terpatri di wajah cantik Kanara begitu mendengar kalimat yang diucapkan oleh Arayi. Kedua pipinya memerah akibat malu, ia menunduk untuk menyembunyikan rona merah di pipinya. "Aku jadi salah tingkah nih, Mas."

Arayi lantas terkekeh geli mendengar ucapan jujur Kanara. Tangannya terulur untuk menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi wajah cantik calon istrinya itu. Tak lupa, ia mencubit pipi kemerahan Kanara. "Kamu ngegemesin kalau lagi salah tingkah gini."

Kanara mendengkus geli. "Mas Arayi jangan gombal, nanti aku makin salah tingkah."

"Gapapa, saya suka kok liatnya."

"Tapi aku yang malu, Mas Arayi," ujar Kanara dengan raut wajah yang sengaja dibuat marah.

Arayi tentu tertawa melihat itu. Ia mengacak-acak surai Kanara pelan sembari berucap, "Ya udah, saya ngalah nih."

Kemudian keduanya sama-sama tertawa.

"Nanti kalau kita udah nikah, Mas Arayi bakal mencintai aku kan?" tanya Kanara setelah tawanya terhenti. Ia masih harus menanyakan Arayi perihal ini, seperti apa yang disuruh Alea kemarin.

"Akan saya coba, Kanara." Arayi menjawab dengan nada meyakinkan.

Kanara mengangguk mengerti.

"Kalau nanti aku yang duluan jatuh cinta sama Mas Arayi, apa Mas bakal keberatan?"

"Saya justru senang," jawab Arayi.

"Mas Arayi gak bakal porotin aku kan, Mas?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut cerewet Kanara berhasil mengundang tawa Arayi. 

"Aku tahu kok kalau Mas Arayi kaya banget, tapi aku cuma jaga-jaga aja sih. Aku masih trauma sama Randi soalnya, uangku habis cuma buat jajanin dia doang," tambah Kanara bersungut-sungut. Mendadak sedikit ingatan mengenai Randi lewat di pikirannya. Rasa kesalnya masih mendominasi, merasa tak terima karena pernah diperdaya oleh lelaki tak tahu diri itu.

"Nanti saya yang bakal jajanin kamu, Kanara. Tapi syaratnya kamu harus nikah dulu sama saya."

Kanara kembali tersenyum, ia menganggukkan kepalanya semangat. "Kalau itu mah bisa dibicarakan, Mas. Yang penting uang bulanannya lancar dulu."

Arayi menggeleng-gelengkan kepalanya pelan mendengar itu. Ia tak pernah mengira bahwa Kanara akan selucu ini saat diajak bicara. "Saya jamin nanti kamu gak bakal ngeluh kekurangan uang kalau nikah sama saya."

Kanara mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Kalau gitu, aku mau nanya satu pertanyaan terakhir."

Arayi menoleh, "Apa?"

"Setelah kita menikah, Mas Arayi gak akan selingkuh dan meninggalkan aku kan?" tanya Kanara, rautnya harap-harap cemas menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Arayi.

"Saya bukan orang brengsek yang bisa nyakitin kamu semudah itu, Kanara. Kalau kamu sudah jadi istri saya, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya menyangkut kebahagiaan kamu. Saya akan berusaha agar kamu gak pernah merasakan sakit sedikitpun," jawab Arayi.

Kanara terdiam untuk beberapa saat yang lama setelah mendengar penuturan Arayi. Entah kenapa, ia merasa semakin yakin untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Arayi jelas-jelas adalah orang yang berbeda kelas dengan cowok-cowok yang pernah ia pacari sebelumnya. Arayi adalah wujud paling nyata dari lelaki yang ia dambakan selama ini. Lantas, apalagi yang harus dipertimbangkan? Kanara tentu saja sudah yakin dengan Arayi, dengan hubungan yang akan mereka jalin, dan dengan semuanya.

"Sekarang giliran saya yang nanya. Kanara, kamu bersedia menikah dengan saya?" tanya Arayi yang langsung mendapat anggukan dari Kanara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status