Adi mementingkan pengaruh yang dapat dia rasakan sekarang. Cucu keduanya yang paling bisa dia andalkan sudah dihentikan dari perusahaan karena kasus media internet tersebut.Dia tidak menyangka balasan Olivia begitu berpengaruh. Bisa-bisanya membuat Bobby dihentikan dari kantornya sendiri. Padahal Bobby bisa dikatakan merupakan salah satu orang penting di kantornya. Selain manajer dan wakil manajer, di bawahnya adalah lelaki itu. Namun karena satu telepon dari perusahaan pusat, sudah bisa membuat Bobby kehilangan pekerjaannya.“Masih belum, Bobby mengajak atasannya makan dan dapat kabar kalau adiknya salah satu direksi Sanjaya Group yang minta menghentikan Bobby dari semua pekerjaannya. Untungnya Bobby ada kemampuan, jadi sekarang dia hanya dihentikan dulu, bukan dipecat. Bobby masih ada kesempatan untuk kembali.”“Kenapa adiknya itu meminta untuk menghentikan Bobby? Atau jangan-jangan bocah kurang ajar itu menemukan orang yang bisa membelanya?” tanya Adi.“Nggak juga, adiknya itu anak
Katanya Amelia mengejar Tuan Adhitama dengan gencar dan sulit sekali akhirnya bisa digosipkan oleh media. Akan tetapi justru direbut oleh Bobby dan tentu saja hal ini membuat perempuan itu merasa kesal.Perempuan itu seperti tidak pernah bertemu dengan lelaki. Demi mengejar seorang lelaki, dia menyerang keluarga Hermanus dengan gila-gilaan. Yang keterlaluan adalah, Amelia membuat mereka berada di ujung jurang dan tidak bisa membebaskan diri.Adi datang ke kota dan mengalami kejadian tersebut baru mengerti pepatah yang mengatakan di atas langit masih ada langit lagi. Selama ini dia berpikir cucunya sangat hebat sekali. Namun ternyata ada orang yang jauh lebih hebat sepuluh kali lipat dibandingkan cucunya.“Kenapa bisa menjadi seperti ini? Dulu bukannya sudah sepakat kalau Papa dan Om kamu mempersiapkan naskah dan akan digunakan untuk bersandiwara ketika proses mediasi. Tujuannya biar orang-orang merasa kita benar-benar mengakui kesalahan kita. Kalau sampai Olivia nggak bersedia berdamai
“Pak Stefan, aku ada di depan pintu masuk kantornu. Kamu masih belum istirahat? Aku mau jemput kamu untuk makan bersama di tokoku. Kaget nggak? Bahagia nggak?”Stefan terdiam. Dia memang terkejut tetapi tidak bahagia!“Pak Stefan?” panggil Olivia lagi ketika tidak menerima jawaban dari seberang telepon.Stefan menarik-narik dasinta dan berkata dengan suara rendah, “Aku sudah istirahat, tapi kliennya masih belum balik. Kami sedang membicarakan bisnis dengan klien. Kemungkinan sebentar lagi baru bisa keluar. Gimana kalau kamu balik dulu? Aku nanti ke toko kamu buat makan.”“Butuh berapa lama lagi? Aku nggak bawa kendaraan ke sini, tadi aku naik taksi. Nggak apa-apa, aku tunggu kamu di depan kantor saja, setelah kamu selesai baru kita ke toko bersama-sama.”Stefan melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya sambil berkata, “Di seberang kantor ada toko minuman, kamu tunggu aku di sana saja. Aku sebentar lagi jemput kamu di sana.”Olivia menoleh ke belakang dan melihat ada
Oliva menunggu Stefan di toko minuman dan merasa tidak enak jika duduk saja. Perempuan itu memutuskan membeli dua gelas minuman mereka dan meminta pelayan toko untuk membungkusnya. Dia memilih tempat duduk yang dekat dengan pintu sehingga bisa langsung melihat mobil Stefan ketika datang.Perempuan itu membawa dua plastik minuman keluar dari toko dan menuju mobil milik Stefan. Dengan senyuman lebar dia melambaikan tangan pada mobil Stefan yang berhenti tepat di depannya.Olivia maju dan membuka pintu samping kemudi kemudian masuk mobil. Dia memasang sabuk pengaman dan mobil tersebut melaju membelah jalan raya.“Kenapa kamu pakai masker hitam?” tanya Olivia.Stefan tidak menjawab dan hanya melepaskan maskernya saja karena sudah menjauh dari kantor. Tidak ada orang yang bisa mengenalnya lagi. Meski ada banyak orang yang belum pernah melihat wujud aslinya, sebaiknya dia lebih berhati-hati.Stefan tidak menjelaskan, Olivia juga tidak lanjut bertanya lagi. Dia hanya bertanya, “Kamu mau minum
“Oh iya, ada satu hal yang mau aku sampaikan,” ujar Oliva mengalihkan topik pembicaraan.Olivia berbicara dengan sangat santai dan membuat Stefan tidak bisa menangkap nada marah dari perempuan itu karena diamnya. Entah kenapa sikap Olivia yang tidak marah atau kesal justru membuat perasaan Stefan tidak nyaman.“Tentang apa?”“Nenek bilang dia mau nginap di tempat kita selama dua hari di akhir pekan ini. Jadi nenek minta aku bilang sama kamu karena takut kamu nggak setuju. Kamu kan cucu kandung nenek, kenapa bisa nggak setuju?”Neneknya hanya takut mengganggu mereka berdua saja. Akan tetapi itu hanya di pikiran sang nenek saja, dia dan Stefan tidak ada dunia mereka sendiri, hanya sebuah identitas saja sebagai pasangan suami istri.Siang harinya mereka akan sibuk dengan kesibukan masing-masing dan malamnya juga akan istirahat di kamar mereka sendiri. Kalau ada urusan atau kepentingan saja baru mereka berbicara, jarang sekali mereka ngobrol ngalor ngidul untuk hal yang tidak penting.Dulu
Obrolan ini tidak bisa dilanjutkan lagi. Olivia tidak berkata apa pun dan hanya duduk diam sambil menatap pemandangan jalan di luar sana. Mereka tiba di toko bersamaan dengan Odelina yang baru saja tiba.“Kak!” panggil Olivia sambil turun dari dalam mobil.Odelina menoleh dan melihat adik serta adik iparnya. Wajah tembamnya tersenyum dan bertanya, “Kamu dan Stefan habis dari mana?”“Aku ajak dia makan siang di sini. Tadi ke kantor Stefan dulu. Kak, gimana? Dapat nggak?”Stefan turun dari mobil dan ikut menyapa Odelina. Kakak iparnya itu tersenyum untuk merespons sapaan Stefan. Ekspresinya terlihat lesu dan sedikit murung.Odelina menggelengkan kepalanya dan berkata, “Masih belum dapat. Aku sudah sebarkan surat lamaran yang cukup banyak tapi belum dapat balasan apa pun. Ada yang langsung menolakku juga.”Dia terdiam sesaat kemudian berkata, “Setelah tahu aku ada anak yang berusia dua tahun, mereka bilang anakku masih sangat kecil dan pasti ada hal-hal yang tidak diketahui. Aku akan muda
Setelah selesai makan siang, Odelina bilang dia hendak pulang untuk istirahat sejenak. Ternyata cukup melelahkan juga selama setengah hari sibuk mencari pekerjaan.Dia tidak mendapatkan pekerjaan apa pun, melainkan mendapatkan sebuah tekanan. Odelina ingin pulang dan memperbaiki surat lamarannya dengan memperluas lingkup kerja yang akan dia cari. Siapa tahu dengan begitu dia bisa mendapatkan pekerjaan.“Kak, aku anterin pulang.”Odelina melihat adik iparnya sekilas dan setelah itu Stefan langsung berkata, “Kak, aku balik kantor dulu.”“Iya, hati-hati di jalan,” ujar Odelina mengingatkan. Setelah adik iparnya telah pergi, dia baru menggendong putranya yang sudah terlelap itu untuk masuk dalam mobil Olivia.“Kalau waktu istirahat Stefan nggak panjang, kamu antar ke kantornya saja. Jadi dia nggak perlu bolak balik dan akhirnya nggak bisa istirahat sama sekali.”“Iya, Kak.”Olivia menghidupkan mesin mobilnya dan melajukan mobilnya. Dia tidak akan pergi ke Adhitama Group lagi. Dia tidak men
“Ilmu bela diri dia nggak begitu hebat, keluarganya di Kota Aldimo sama dengan keluarga Adhitama. Sama-sama merupakan keluarga terkaya nomor satu. Demi keamanan, dia hanya bisa membawa anak buah yang banyak. Kamu juga bukan baru tahu tentang ini kan? Kenapa harus terkejut? Atau kamu iri dengan dia? Kamu juga boleh bawa puluhan anak buah setiap hari.”Reiki tidak perlu anak buah sudah bisa melindungi dirinya sendiri dengan kemampuan yang dia miliki. Apalagi tidak banyak orang yang mengetahui identitas aslinya. Kalau dia membawa anak buah, maka akan terlalu menarik perhatian.Suara ketukan pintu menghentikan obrolan mereka.“Pak, kopi yang Bapak minta.”Sekretarisnya meletakkan kopi yang baru selesai diseduh di hadapan Stefan dengan hati-hati. Setelah sekretarisnya keluar, Reiki langsung menggoda Stefan, “Siang tadi pergi mesra-mesraan sama istri, siangnya sudah nggak ada semangat kerja makanya minum kopi?”Ekspresi Stefan menggelap. Mesra apanya? Dia merasa hubungannya dengan Olivia mun