Share

Sekar Si Mantan Istri

Aryo menghela napas. "Ma, yang paling penting kan dia bisa hamil kalau soal status mau dia janda atau gadis kan nggak masalah," bantahnya.



"Aryo dengerin Mama! Kalau kamu bilang begitu itu sama aja kamu mau bikin Mama malu terutama di hadapan si ular itu!"

"Siapa yang kamu sebut wanita ular ha?" Sekar, seorang wanita setengah baya yang baru saja masuk ke ruangan itu.

Rita melengos tak sudi menatap Sekar. "Ngapain kamu dateng ke sini? Udah gitu masuknya main nyelonong aja tanpa permisi," katanya sinis.

"Suka suka saya lah," balas Sekar dengan santainya lalu ia pun duduk di samping Aryo.

Aryo hanya diam saja melihat kedua wanita itu, ia menghela napas pasrah.

"Kalau gitu aku keluar dulu," pamit Aryo. "Permisi, Tante Sekar."

Sekar mengangguk namun wajahnya tampak judes, melirik Aryo pun ia tak mau.

Aryo keluar dari ruangan itu, ia tak ingin menganggu mereka berbicara.

"Saya dengar Aryo anak kamu itu sebentar lagi akan menikah," kata Sekar.

"Iya dong! Emangnya kayak anak kamu yang nggak laku-laku. Jadi perawan tua tuh si Kinan," ejek Rita.

"Jaga ya mulut kamu, Rita!" hardik Sekar yang merasa tak terima jika putri satu-satunya itu diejek oleh Rita, musuh bebuyutannya.

Rita mendengus. "Lho? Kenapa? Memang bener kan kalau anak kamu si Kinan nggak laku makanya sampai sekarang dia nggak nikah."

"Kinan masih ngejar karir, lagian kalau dia nikah udah pasti dia maunya pesta pernikahannya tuh yang mewah banget nggak mau yang asal-asalan," balas Sekar.

"Alesan aja kamu! Siapa sih yang mau nikahin dia? Jadi perempuan kok jutek banget gitu yang ada semua laki-laki bakalan takut nggak ada yang mau deketin dia!"

Sekar terlihat semakin emosi mendengar ejekan demi ejekan yang Rita lontarkan untuk sang putri tersayang.

"Ada lah banyak, secara Kinan anak saya tuh cantik, badannya bagus dan yang paling penting dia itu seorang CEO di perusahaan ini," balas Sekar, ia terlihat puas melihat raut wajah Rita yang kesal itu.

"Jangan bangga deh kamu, Sekar. Sebentar lagi juga Aryo anak saya yang bakalan gantiin posisi si Kinan."

Sekar tertawa mengejek. "Jangan mimpi kamu!" karena tak ingin berlama-lama berada satu ruangan dengan Rita ia pun melenggang pergi.

"Dasar perempuan ular licik! Awas aja ya kamu bakalan terima akibatnya karena udah berani sama aku," desis Rita dengan penuh amarah.

Sementara itu di tempat lain yaitu tepatnya di sebuah kafe, terlihat Laras yang tengah duduk sendirian. Ia melamun memikirkan semua yang sudah terjadi di dalam hidupnya.

"Harusnya aku nggak kenal sama si Radit itu," gumam Laras penuh rasa sesal yang mendalam. Ya, jika ia tak mengenal Radit sejak awal maka semua itu takkan pernah terjadi dan pernikahan mereka yang berawal dari tipu muslihat tak akan pernah ada.

"Nggak ada gunanya kamu nyesel toh semua itu udah terjadi," ucap sebuah suara perempuan.

Laras menoleh karena ia merasa mengenal suara tersebut. Dan benar saja dugaannya ternyata perempuan itu adalah Dina.

"Dina?" ucap Laras kaget. Tak bisa dipungkiri bila ia melihat Dina timbul perasaan bersalah di hatinya. Ternyata ia sudah salah menuduh wanita itu sebagai perebut suaminya ternyata justru ia yang sudah menjadi wanita pelakor itu.

Dina duduk di depan Laras. "Kalau kamu mau minta maaf aku nggak bakalan maafin kamu karena aku juga yang salah," katanya.

Laras terkejut. Ia mengira Dina datang ingin melabraknya namun ternyata wanita itu mengatakan hal sebaliknya.

Dina menghela napas. "Kalau aja aku tau si Radit bakalan nikahin kamu aku juga nggak bakalan setuju. Siapa sih perempuan yang mau punya madu iya kan?" ia tertawa miris. "Aku bingung waktu itu kenapa dia tiba-tiba punya uang banyak padahal dia itu pengangguran, ternyata uang itu hasil dari dia morotin kamu, Laras."

Laras masih mencoba mendengarkan penjelasan Dina.

"Aku awalnya marah ke dia, aku benar-benar emosi aku mukulin dia bahkan dulu aku sempat minta cerai tapi dia nggak mau ceraiin aku. Lama-lama aku mikir aku punya anak, sementara aku juga kerjaan nggak punya dan juga aku repot ngurus anakku. Jadi akhirnya aku terima kalau dia punya istri lain," cerita Dina panjang lebar. "Aku pura-pura tegar aku berusaha ikhlas tapi..." ia akhirnya menangis.

"Itu bukan salah kamu kok, Din. Radit yang salah, cuma dia yang selama ini jadi pelaku dan kita berdua ini cuma korban. Kita berdua korban dari keegoisan dia, dia laki-laki jadi udah kewajiban dia buat kerja cariin nafkah buat kamu," kata Laras sambil mengusap-usap punggung Dina mencoba untuk menenangkannya.

"Aku ternyata nggak bisa ikhlas, aku jadi punya perasaan benci ke kamu karena kamu itu istri keduanya si Radit," Isak Dina sambil mengusap air matanya.

"Iya aku paham kok, aku tau banget gimana perasaan kamu karena itu lah yang aku rasain waktu aku ngira kalau Radit itu selingkuh sama kamu. Aku marah, aku nggak terima dan hatiku hancur banget rasanya dunia aku udah runtuh."

"Iya, Ras. Aku jadi marah dan benci ke kamu makanya aku diem aja selama ini nggak ngasih tau kamu soal status kami biar aku dan anakku bisa makan, bisa hidup. Karena cuma itu aja cara satu-satunya untuk saat itu. Aku biarin dia sama kamu karena cuma itulah cara biar uang kamu keluar dan bisa biayain kami makan dan kebutuhan lainnya." tampak rasa penuh sesal dari wajah Dina.

"Iya iya aku tau."

Beberapa saat kemudian, Dina yang sudah tenang akhirnya duduk santai dengan Laras. Ia merasa lega karena sudah mengungkapkan semua yang mengganjal di hatinya kepada Laras. Ia juga lega karena ternyata Laras adalah perempuan yang baik, yang dengan mudah memaafkannya.

"Aku yang harusnya minta maaf karena udah jadi pelakor," kata Laras.

Dina menggeleng kuat-kuat. "No no no, Laras. Yang harus minta maaf tuh si Radit. Dia yang harus tanggung jawab atas semua kekacauan ini."

Laras menghela napas. "Aku juga udah nggak peduli sama dia."

"Terus kedepannya kamu mau gimana?" tanya Dina ingin tahu.

"Aku udah gugat cerai Radit kok."

Dina terlihat kaget namun akhirnya ia tersenyum. "Bagus deh kalau itu pilihan kamu, aku dukung seratus persen!"

Laras tersenyum. "Kenapa? Biar kamu bisa milikin dia sepenuhnya?" guraunya.

"Idih nggak lah, mungkin kedepannya aku juga bakalan lakuin kayak kamu kalau anakku udah gedean dikit. Aku juga udah muak sama dia," tandas Dina.

Laras menyeruput minumannya. Ia tersenyum melihat Dina, ia merasa salut dengan kesabaran wanita itu selama ini. Jika ia menjadi Dina sudah pasti ia langsung minta cerai karena ia tak sudi mempunyai suami yang tak pantas disebut sebagai seorang suami.

Tanpa mereka tahu, Radit datang dari arah belakang dengan membawa pisau.

"Kita lihat apakah pria itu masih mau denganmu bila terluka," gumamnya rendah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status