Yuna: aku pulang minggu depan
Yuna: tapi gak tau juga sih
Sean: yaudah gakpapa, nanti kalo sempet aku jemput kamu pulang
Yuna: yeayy
Yuna: nanti aku kabarin ya
Sean: jangan lama-lama, sayang
Sean: aku kangen
Yuna: aku jugaaaa
Yuna: nanti aku chat lagi, aku mau take dulu by
Yuna: kmu jngn sampe telat makan ya
Sean: hmm okey
Memiliki pacar yang berprofesi sebagai publik figur, Sean sudah biasa di tinggal Yuna keluar kota dalam waktu yang cukup lama. Beruntung, meskipun keduanya sama - sama orang sibuk, mereka tetap berusaha mencuri waktu untuk sekedar menanyakan kabar. Sepadat - padatnya jadwal Yuna, cewek itu tetap perhatian sama Sean. Itu lah mengapa Sean tetap mempertahankan Yuna walaupun Yuna kadang lebih sibuk daripada dirinya.
Sean melirik arloji yang melingkar di pergelangan
"Mamah?" Sean membatu di tempat, mulutnya spontan terbuka tak kala perempuan di depan sana membalikan badannya. Perempuan paruh baya yang fashionnya tak kalah kece dengan anak muda jaman sekarang itu tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi putihnya. Beliau adalah Diandra, mamah mertuanya. "Hallo mantu mamah yang ganteng." sapa Diandra sembari berjalan mendekat ke Sean. Sean mengulum bibir, bingung harus merespon dengan reaksi seperti apa. Jelas karena dia baru pertama kali menerima tamu mertuanya sendiri. "Kok cemberut aja, gak senang ya mamah datang?" tanya Diandra sembari mempoutkan bibirnya, praktis senyum Sean langsung berkibar. Dengan sopan Sean menyalami telapak tangan Diandra. "Anjani mana ya, kok kamu pulang cuma sendiri aja?" tanya Diandra sembari celingak - celinguk mencari keberadaan Putri kesayangan. Mata Sean langsung melebar sempurna. Dia menelan ludah sembari
Sean menatap Langit dari atas kepala sampai ujung kaki dengan tatapan tak suka. Dia mendengus jengkel ketika lelaki berperawakan tinggi itu mengusap pucuk kepala Anjani. Raut wajah Sean semakin merengut masam ketika Anjani melempar senyuman manis kepada Langit."Besok berangkat bareng gue ya?" tanya Langit, Sean yang berdiri tak jauh dari mereka membuka telinga nya lebar - lebar."Berangkat sekolah?" Anjani balik bertanya."Berangkat umroh! Ya berangkat sekolah dong Anjani." jawab Langit jenaka, Anjani tertawa kecil mendengarnya. Berbeda dengan lelaki yang berdiri di belakang sana, sih om yang merengut kesal mendengar percakapan dua pemuda yang sedang kasmaran itu."Oke, sayang."Sean melotot, tak menyangka bahwa Anjani bisa seberani itu bermesraan dengan lelaki lain di depan nya. Merasa sudah tak kuat melihat ke uwu-an istrinya dengan pria lain, akhirnya Sean memilih angkat kaki d
Sepertinya malam ini Anjani tidak dapat tertidur nyenyak sampai pagi. Bagaimana dapat tertidur kalau jantung Anjani terus maraton semenjak Sean merebahkan diri di sebelahnya. Anjani mengira, ia akan tidur nyenyak di sebelah Sean tapi ternyata dirinya malah tak nyaman dan gelisah. Seperti ada yang janggal, ranjangnya yang biasanya luas dan dingin itu terasa lebih hangat karena ada Sean.Anjani mengulum bibirnya, perlahan dia mencuri lirikan kearah Sean yang sudah memejamkan matanya. Lirikan mata Anjani semakin lama semakin intens dan tak mau lepas dari wajah Sean. Pahatan wajah Sean membuat Anjani bertanya - tanya dalam hati, bagaimana bisa Tuhan menciptakan mahluknya yang setampan itu masuk kedalam kehidupannya. Mengambil peran penting yang tidak pernah Anjani bayangkan sebelumnya.Terkadang Anjani bingung harus bersyukur atau mengeluh di beri suami semacam Sean. Anjani ingin bersyukur kepada Tuhankarena sudah memberikan suami yang b
Segala cara sudah Sean lakukan untuk mengusir Anjani dari pikirannya. Tapi tidak bisa, sekalipun Sean sudah melakukan video call selama satu jam lebih dengan Yuna, pikiran Sean tetap dipenuhi dengan Anjani. Dan Sean merasa jengkel karena ada sesuatu di pagi ini yang tidak ia dapatkan. Kecupan dari Anjani. Biasanya Sean mendapatkan kecupan dari Anjani, tapi karena pagi ini Anjani diantar sekolah dengan lelaki kampret bernama Langit, Sean jadi tidak mendapatkan kecupan hangat dari istri kecilnya itu. Sean tidak cemburu sama Langit, hanya saja Sean marah kepada Anjani yang tidak memegang omongannya. Anjani bilang ingin membuatnya jatuh cinta, tapi ternyata cewek itu malah sepertinya mencintai Langit. Tapi kalau dipikir - pikir, punya hak apa Sean marah jika Anjani memang jatuh cinta sama Langit? Bukankah mereka sudah berbuat perjanjian untuk tidak ikut campur dalam urusan masalah masing - masing, termasuk perasaan.
Walaupun masih remaja, ternyata Anjani tidak lupa dengan tugasnya sebagai seorang menantu dari keluarga Rangadi. Meski Anjani tidak begitu pandai memasak, tapi setidaknya Anjani bisa memotong wortel dengan bentuk dadu sembari mencari topik pembicaraan dengan mamah mertuanya. Tentu saja, di rumah mertuanya Anjani tidak bisa leha - leha, begitu kakinya memasuki kediaman mertuanya, dapur adalah tujuan kaki Anjani melangkah."Kamu pintar masak ya, Jan?" tanya Lucia -Mamahnya Sean- seraya memperhatikan Anjani yang sedang bergulat dengan pisau dan talenan."Sedikit - sedikit bisa mah, walaupun masakan aku gak seenak masakannya chef Renata." jawab Anjani jenaka. Lucia tertawa kecil mendengar itu.Dengan tatapan sendunya Lucia jatuh pada sosok menantunya yang tengah memotong wortel dengan senyum ceria. Tangan Lucia terangkat mengusap lembut surai Anjani yang terikat menjadi satu bagian. Anjani melempar senyum pada Lu
"Eugh.. Om.."Sean semakin menggila mendengar erangan Anjani di bawahnya. Usai memberi banyak jejak di leher Anjani, bibir mungil Sean kembali melahap bibir ranum Anjani dengan rakus. Tangan kanan Sean menekan tengkuk Anjani memperdalam lumatan nya, sementara tangan kiri Sean menyelinap masuk kedalam piyama yang Anjani pakai, memainkan gunung kembar milik Anjani yang begitu pas di genggamannya."Eugh" Anjani kembali mengerang, membuat kewarasan Sean semakin menipis. Sean melepaskan ciumannya, kini lidahnya aktif menciumi dada Anjani yang mencondong.Perlahan Sean lepas kancing piyama yang istrinya kenakan, sementara bibirnya masih betah menjamah buah dada Anjani, membiarkan Anjani merintih kenikmatan sepuasnya.Anjani mengigit bibir bawahnya menahan desahan yang mendesak ingin di keluarkan, kedua tangannya memeluk Sean yang tengah berasa di atasnya. Di remasnya rambut Sean tak kala lidah nakal Sean memainkan nipple nya, memberikan efek
"Nanti kamu pulang bareng saya. Saya jemput." Akhirnya Sean membuka suara setelah selama di perjalanan dia membungkam mulutnya.Aku tersenyum tipis, dia membuka seatbelt nya sembari menjawab pertanyaan Sean dengan singkat, "Siap, om!" Singkat namun penuh kegembiraan.Anjani mengulurkan tangannya, seperti biasa, dia ingin mencium tangan Sean. Perlahan Sean mengulurkan tangannya, membuat Anjani segera mencium tangan tangan Sean yang putih dan mulus. "Kalau gitu aku pamit ya om," kata Anjani bersiap untuk keluar dari dalam mobil. "Tunggu--" Tapi Sean segera mencegahnya, dia menahan lengan Anjani membuat Anjani menghentikan pergerakannya yang sudah bersiap membuka pintu mobil. "Kenapa, om?" tanya Anjani kebingungan. Sehun tergugup, dia melepaskan tangannya yang menahan lengan Anjani, dengan wajah memerah nya Sean berdehem, dia sedikit memajukan pipinya bermaksud m
"Lo di jemput Langit, jan?"Anjani menjawab pertanyaan Jane dengan gelengan di kepalanya. Mereka bertiga, Lisa, Jane dan Anjani sedang berjalan beriringan di lorong kelas menuju lobby sekolah.Lorong sekolah masih ramai karena bel pulang baru berbunyi beberapa menit lalu. Anjani menarik lengan Jane dan Lisa ke tepi lorong ketika ada rombongan laki - laki yang datang dengan setengah berlari. Kalau saja Anjani tidak menarik Lisa dan Jane dengan cepat, mungkin mereka sudah tertabrak."Jani! Lo kenapa narik gue sih!" sentak Lisa, bukannya mengucapkan terima kasih karena sudah Anjani selamatkan dari celaka, Lisa malah berteriak kesal pada Anjani."Tadi kamu hampir ke tabrak, Lisa." jawab Anjani dengan tenangnya.Lisa menghentakkan kakinya jengkel, "Gue memang sengaja jalan di tengah biar di tabrak Bambam!" ujar Lisa menyebutkan nama gebetannya yang kesekian. Lisa ini jomblo, tapi kecengan nya terseb