= Rumah keluarga Harrington. Tengah malam =
Mengamati cermin di depannya, mata Lily naik menatap suaminya yang duduk di belakangnya. Tampak pria itu sedang fokus menyisiri rambutnya yang panjang. Pandangannya tertunduk."Aku cukup kaget kamu pernah bertemu dr. Hills."Gerakan Gregory menyisiri isterinya tidak berhenti, tapi pria itu masih menunduk."Seperti yang dokter itu bilang, kami bertemu di RS saat kamu pergi dulu."Lily terdiam sejenak dan memandang suaminya lebih intens. "Apa yang kalian bicarakan waktu itu? Karena sepertinya dr. Hills cukup terkesan padamu."Pria di belakangnya tidak menjawab dan meletakkan sisirnya. Tangan-tangan Gregory terangkat dan malah menyusup ke dalam helaian rambut Lily dan memijatnya. Selama beberapa saat, lelaki itu konsentrasi pada gerakannya sampai pandangannya terangkat dan menatap isterinya yang ternyata masih menunggunya."Greg? Kalian berdua membicarakan apa saat itu?"Tidak ada yang tahu, betapa berkecamuknya hati pria berambut pirang gelap itu saat ini. Wajahnya mungkin terlihat dingin dan keras, tapi d*danya bergejolak berbagai emosi. Mulai dari rasa terkejut, gembira, lega, sekaligus marah dan juga kecewa. Sayangnya, meski banyak perasaan positif dalam hatinya namun perasaan sakit hati-lah yang jauh lebih kuat dirasakannya sekarang.Sejak kecil, ia terbiasa ditinggal ibunya untuk bekerja. Georgiana juga jarang mengucapkan kata sayang atau bahkan sekedar memeluknya tulus. Dari awal mula dilahirkan hingga masa remajanya, pria itu diperlakukan seperti sebuah manekin hidup. Ia didandani dan dipamerkan pada orang-orang di sekitarnya. Awalnya, tidak ada yang aneh dengan hal itu tapi lama-kelamaan, lelaki itu mulai belajar dari lingkungannya saat ia akhirnya memasuki masa sekolah yang sebenarnya.Dalam dunia pergaulannya di sekolah, pemandangan orangtua menggandeng dan memeluk anak-anaknya adalah pemandangan yang sangat sering ia ju
Hampir 2 bulan setelah pertemuan itu, Gregory mengambil satu kesimpulan. Liliana Walton versi dewasa masihlah sama seperti Lily yang diketahuinya sejak anak itu berusia 5 tahun. Bahkan dalam versi lebih baik.Meski terlihat feminin di luar karena didikan ibunya yang cukup kaku, tapi kemauan anak itu kuat di dalam. Anak itu tahan banting dan akan mengerjakan tugas semaksimal mungkin. Ia tampak canggung dan sedikit ceroboh saat berjalan, tapi semua hasil kerjanya hampir tidak ada kesalahan. Wanita itu tidak banyak bicara, tapi sekalinya membuka mulut maka semua orang akan mendengarkannya. Nadanya yang lembut terkadang menipu arti yang tersirat atau pun tersurat dalam kata-katanya. Lidahnya tajam seperti pisau.Semakin lama berinteraksi dengan anak itu, Gregory makin tertarik padanya. Ia kagum dengan anak itu yang telah tumbuh menjadi seorang wanita sempurna. Sosok wanita yang diharapkannya.Anak itu akan dapat menjadi partner yang sempurna untukmu, Gregory.
Restoran yang dipilih Jeff ternyata adalah restoran keluarga, dengan beberapa meja panjang yang tersebar dalam ruangan luas. Menu yang disajikan adalah steak berkalori tinggi, ditemani dengan segelas besar bir. Saat memasuki restoran, harum daging yang baru saja dibakar memenuhi ruangan berstruktur kayu itu dan memancing air liur dengan cepat."Itu meja kita."Jeff dan seorang pelayan berpakaian koboi berjalan di depan, diikuti dengan rombongannya. Gregory yang berjalan di belakang tampak mengamati Lily dan juga Owen yang ternyata menempel di sampingnya."Dia selalu seperti itu?"Tidak mengerti maksudnya, Mike yang berjalan di sampingnya menoleh. "Apa?""Pria itu. Dia selalu seperti itu pada anak itu?"Baru paham, Mike mengangguk. Keduanya berjalan sedikit lebih lambat. "Mereka cukup akrab. Setahuku, dia juga beberapa kali mengajaknya makan di luar tapi selalu ditolak."Keingintahuan yang besar memenuhi benak Gregory. "A
Sejak keputusannya 4 bulan yang lalu, ini adalah pertama kalinya Gregory kembali mengeluarkan kotak berisi cincin kawinnya. Pria itu mengamati cincin itu dan mengambil salah satunya yang lebih besar. Dengan pelan, ia mengenakannya di jari manisnya sendiri. Perasaan hangat mulai menyebar di d*danya, membuat lelaki itu sedikit tersenyum. Sepertinya, keputusannya kali ini sudah final.Aku akan melamarmu lagi, Lily. Dan kali ini, aku akan melakukannya dengan benar.Ia tahu hubungan Lily dengan ayah angkatnya merenggang karena peristiwa hampir 11 tahun lalu. Gadis itu pulang ke Amerika, salah satunya karena ibu angkatnya yang meninggal hampir 2 tahun yang lalu. Gregory tidak sempat melihatnya di pemakaman, tapi tahu kalau gadis itu mengunjungi keluarga angkatnya. Hatinya dipenuhi rasa bersalah karena sadar, ia punya andil membuat gadis itu pergi. Tapi saat itu ia tidak mampu berfikir jernih, karena dipenuhi kesedihan dan juga rasa marah saat Lorelai meninggal. Ia sendir
"Greg-"Permohonan Lily sama sekali tidak didengar pria yang sudah kalap itu. Dengan kasar, ia menghempaskan tubuh mungil itu masuk ke ruangannya dan mengunci pintunya.Ketakutan, gadis itu mundur ke belakang dan mencengkeram kemejanya. "Rory. Aku bisa menjelaskan-""Apa yang akan kau jelaskan?"Kerongkongan Lily kering. Ini pertama kalinya ia menatap raut pria itu yang bengis dan gelap. Masalahnya, ini juga pertama kalinya Gregory merasakan kekecewaan yang sangat mendalam setelah ibunya meninggal. Ia sangat kecewa pada orangtuanya. Mereka tidak membencinya, tapi juga tidak menyayanginya. Selama ini, lelaki itu hanya hidup karena ia dilahirkan. Ia tumbuh, karena dibesarkan. Tapi tidak pernah merasakan kasih sayang sewajarnya dari orangtuanya.Saat bertemu dengan Lily kecil, barulah ia belajar untuk menjaga seseorang dan bukan menyakitinya. Tubuh anak itu yang mungil dan sorotnya yang polos, membuat pria itu terdorong melindunginya. Sejak
Keesokan paginya, hal pertama yang dilihat Gregory saat menjejakkan kaki di kantornya adalah sosok Owen yang sama sekali tidak disukainya. Jika tidak teringat tujuan pria itu datang sepagi ini, mungkin ia sudah akan menyarangkan tonjokannya ke wajah menyebalkan lelaki itu."Se- Selamat pagi, Tuan Ashley. Mengenai tadi malam-""Bagus kau sudah datang. Ikut aku."Perkataan dingin Gregory membuat Owen menelan ludahnya seret. Ia tahu karirnya telah berakhir di sini, tapi ia tidak akan membiarkan semua ini begitu saja. Gadis s*alan itu telah merayu dan menipunya. Dan ia akan membalasnya, meski harus menggunakan tangan orang lain!Mengikuti pria yang sebentar lagi menjadi mantan atasannya, mata Owen mengerjap pelan. Ia mengamati punggung pria di depannya dan bertanya-tanya, apa sebenarnya hubungan orang ini dengan gadis s*alan yang menjadi incarannya dulu. Selama mengenalnya hampir 3 bulan ini, lelaki itu tahu atasannya orang yang sangat dingin. Apa yan
= Kembali ke masa sekarang ="Jadi, apa yang kenalanmu temukan?"Tampak Fred dan Gregory duduk di ruang perpustakaan pagi itu. Keduanya saling berhadapan."Terus terang tidak banyak. Tapi cukup berharga."Fred mengambil map tipis yang diulurkan saudara angkatnya. Tidak sabar, pria itu membolak-baliknya."Foto-foto itu memang dikirimkan melalui laptop Garrett, tapi benda itu telah di hack sebelumnya. Besar kemungkinan, gadis itu pun tidak tahu file tersebut ada di laptop-nya. Siapa pun yang melakukannya, telah membayar mahal seseorang untuk melakukannya karena Reiss mengatakan tidak mudah menemukannya. Titiknya menunjukkan lokasi yang berbeda-beda. Butuh waktu untuk menemukan lokasi sebenarnya."Nafas Fred tercekat saat ia membaca nama seseorang yang tertera di sana. Saat tatapannya naik, suara lelaki itu bergetar karena ketidakpercayaannya."Apa... maksudnya ini, Greg?"Rahang Gregory mengeras. Ingatannya melaya
Keluar dari ruang perpustakaan, Gregory berjalan di lorong dan tidak sengaja menangkap sosok isterinya yang sedang berdiri di depan kompor. Wanita itu sedang memasak sesuatu. Rambutnya yang merah digelung seperti biasa, memperlihatkan lehernya yang putih dan jenjang. Dari dulu, ia sangat menyukai sosok Lily yang sederhana tapi seksi. Daya tariknya tidak luntur dari sejak anak itu masih kecil.Jantung pria itu berdebar lebih cepat saat ia mendekati isterinya dari belakang. Lembut, Gregory mengusap punggung Lily dan memegang lehernya yang terasa dingin karena udara pagi."Oh! Rory? Bikin kaget saja!"Saat mata biru yang besar itu memandangnya, pria itu tidak dapat berkata-kata. Ia hanya menyusupkan jari-jarinya ke dalam rambut merah halus itu dan memijatinya. Tangan lainnya memeluk pinggang Lily yang ramping dan mendekatkannya ke tubuhnya, menyebarkan kehangatannya. Kepala wanita itu mendongak dan ia menyenderkan dagu di ubun-ubun isterinya. Bibirnya mengecu