'Sebenarnya apa yang terjadi pada keluarga mereka? Kenapa mereka malah berdebat sendiri?'
Bram masih setia memperhatikan dua wanita yang sedang berbicara masalah keluarga mereka. Pria itu baru mengetahui tentang keluarga istrinya. Selama ini Rere tidak pernah menceritakan tentang keluarganya.Bram juga baru mengetahui kalau ternyata Laras adalah saudara tiri istrinya. Dia juga baru mengetahui kalau bunda Rere ternyata bukan ibu kandungnya."Kak, kenapa Kakak tidak memberitahu kami tentang pernikahan kalian?" ucap Laras melihat Rere berganti pada Bram."Itu bukan urusanmu!" Sekali lagi Rere menunjukkan rasa tidak suka karena Laras mempertanyakan tentang pernikahannya dengan Bram."Tapi ayah pasti akan marah kalau tau Kakak sudah menikah tanpa memberitahunya." Laras masih saja penasaran dengan pernikahan Rere dan Bram."Jangan pernah beritahu ayah! Atau kamu akan tau akibatnya." Rere mengeluarkan ancaman pada Laras karena adik tirinya itu masih saja berbicara tentang pernikahan mereka."Tapi, Kak?" ucap Laras tidak mengerti jalan pikiran Rere."Kalau aku bilang jangan, ya jangan!" ucap Rere marah. Wanita itu memukul meja sedikit keras berharap Laras tidak lagi mengurusinya, tapi dia salah. Laras masih saja mempertanyakan pernikahan mereka."Kenapa, Kak?""Jangan pernah ikut campur urusan kami, terlebih urusan pribadiku! Kamu hanya saudara tiri jadi tidak ada hak untuk mengatur hidupku," ucap Rere sambil menghabiskan nasi di piringnya."Aku akan mengusirmu dari rumah ini kalau kamu berani mencampuri urusanku!" ancam Rere.Laras menatap wajah Rere dengan rasa tidak mengerti akan jalan pikiran kakak tirinya. Rere selalu tidak pernah bersikap baik padanya. Demi ayah dan bunda, Laras rela mendapatkan kebencian Rere dan menuruti perkataan kakak tirinya."Aku sudah kenyang, sebaiknya kalian selesaikan masalah kalian dengan pikiran dingin," ucap Bram berdiri meninggalkan dua wanita itu. Dia jengah dengan perdebatan Rere dan Laras yang tidak ada habisnya.Rere menatap suaminya pergi hingga tidak terlihat lagi."Kamu dengar, ya! Sekali lagi aku tegaskan padamu, jangan pernah ikut campur urusanku! Satu lagi, pernikahan ini tidak boleh ada yang tau termasuk ayah.""Tapi kenapa, Kak?"Rere menoleh ke arah kamarnya memastikan bahwa Bram tidak ada."Karirku lebih penting dari pernikahan ini, apapun akan aku lakukan demi karirku.""Sebenarnya Kakak kerja apa?""Aku seorang model.""Tapi kenapa Kakak bilang pada ayah kalau Kakak kerja di perusahaan besar?""Itu urusanku. Aku memang punya perusahaan, tapi itu milik suamiku, jadi bukannya sama saja? Aku istrinya berarti aku juga pemilik perusahaan itu."Laras hanya bisa menelan salivanya ketika mendengar perkataan kakak tirinya. Ternyata selama ini Rere sudah membohongi keluarganya tentang pekerjaan yang selama ini dia tekuni."Apa Kakak masih kuliah juga?""Tidak. Aku terlalu sibuk pemotretan jadi tidak ada waktu untuk kuliah. Lagi pula kuliah itu hanya menghabiskan uang saja.""Apa keluarga kak Bram juga tidak mengetahui pernikahan kalian?""Tidak. Hanya Joy, asisten Bram yang tau.""Laras harap Kakak bahagia." Laras tidak tau harus berkata apa lagi."Aku bahagia tanpa harus kamu doakan."Setelah selesai makan Rere kembali ke kamar, sedangkan Laras membereskan peralatan makan. Laras tidak mengerti dengan jalan pikiran Rere, tapi yang jelas Rere sudah membuat hatinya kecewa.Selama ini Laras ingin menjadi seperti Rere, yang dia tau Rere kuliah sambil bekerja makanya selama ini dia tidak pernah meminta kiriman uang. Ternyata dugaannya selama ini salah, Rere bahkan tidak kuliah lagi dan dia berbohong pada ayahnya.Seharian ini Rere berada di rumah, hari ini tidak ada acara pemotretan."Sayang, hari ini aku free tidak ada pemotretan. Bagaimana kalau kita jalan-jalan berdua?" ucap Rere memeluk tubuh Bram dari belakang."Hari ini aku ada rapat dengan karyawan," tolak Bram tanpa membalas pelukan Rere."Kenapa setiap aku free kamu selalu sibuk?" Rere melepaskan tubuh Bram dan duduk di atas kasur."Bukannya terbalik?" Bram geram mendengar pertanyaan Rere."Sayang, kamu harus mengerti pekerjaanku donk, jadwalku sangat padat.""Kenapa selalu aku yang harus mengerti kamu? Bagaimana denganmu? Apa kamu pernah mencoba mengerti perasaanku?" ucap Bram membalikkan tubuhnya menghadap Rere."Aku janji, setelah kontrak kerjaku selesai aku akan selalu ada di sampingmu," ucap Rere mendekat lagi pada Bram."Kapan?""Belum tau, minggu depan aku ada pemotretan ke luar kota mungkin aku akan meninggalkanmu selama dua minggu.""Sudah biasa. Lagi pula aku juga tidak akan bisa melarangmu.""Sayang, jangan marah donk." Rere merayu Bram agar suaminya itu tidak marah karena baginya Bram adalah aset besar yang bisa dijadikan sebagai jaminan hidup."Aku harus berangkat. Lain kali pikirkan hubungan kita!"Bram mencium pucuk kepala istrinya dan meninggalkannya. Pria itu menutup pintu dengan sedikit kasar karena rasa kecewa dan marahnya pada Rere. Meski dia sudah berusaha meredam, tetap saja Bram merasa kesal.Rere tersenyum sinis setelah Bram pergi. Kepergian Bram adalah kebebasan baginya."Kamu memang suamiku, Bram, tapi kamu tidak akan bisa melarang dan membatasi kebebasanku," ucap Rere sambil mengambil ponsel genggamnya.Rere menghubungi seseorang lewat ponselnya dan mulai ngobrol, sesekali tertawa bahagia. Mana betah dia berdiam diri di kamar tanpa melakukan hal yang biasa dia lakukan. Apalagi kalau bukan kencan via online dengan kekasih gelapnya.Laras mondar-mandir di dalam kamarnya. Dia merasa bosan karena seharian ini hanya berada di rumah dan tidak ada kegiatan sama sekali. Laras baru masuk kuliah mulai besok jadi hari ini dia masih menganggur.Laras mengetuk kamar Rere."Kak, Kak Rere!" panggil Laras.Sedangkan Rere di dalam kamar masih asyik teleponan dengan seseorang."Ish, ganggu saja sih!" gerutu Rere.Rere mematikan ponselnya, berjalan menuju pintu dan membukanya."Kenapa?" tanya Rere dengan muka masam."Aku mau ijin ke luar Kak, aku bosan." Meski Rere marah dan kesal, Laras tetap saja memasang wajah polos dan baiknya."Kalau mau ke luar, ya, tinggal ke luar saja! Kenapa harus ngomong sama aku? Mau minta uang jajan?" celetuk Rere sembari berkacak pinggang."Bukan, Kak. Aku hanya memberitahu Kakak saja takutnya Kakak mencariku." Jawaban yang sangat polos."Jangan GR! Aku tidak akan mencarimu.""Kalau begitu Laras pergi dulu ya, Kak," ucap Laras lalu meninggalkan Rere.Rere kembali menutup pintu dan melakukan panggilan pada ponselnya. Rere kembali melakukan obrolan yang sempat terputus.Rere memang tidak mau peduli dengan Laras, bagi Rere Laras tidak lebih dari orang lain. Selama ini dia selalu cuek dengan urusan Laras.Rere ngobrol tanpa mengenal waktu bahkan entah sudah berapa kali dia pindah tempat dan ganti posisi tubuh. Seolah obrolan yang mereka lakukan tidak ada habisnya.Laras berjalan santai di tengah keramaian taman kota. Hari ini dia ingin menyegarkan otaknya setelah berdebat lumayan panjang dengan Rere. Langkahnya terhenti di sebuah bangku panjang yang terletak di bawah pohon rindang. Laras duduk dengan satu kaki berpangku pada satu kaki lainnya dan matanya diedarkan ke setiap sudut taman."Ramai, ya. Coba di desa ada taman seperti ini, pasti enak setiap sore bisa duduk santai," gumam Laras sembari menikmati udara segar.Mata Laras terhenti pada sepasang kekasih yang sedang bermesraan di bangku seberang tempatnya duduk. Laras tersenyum senang melihat tingkah mereka yang romantis."Apa seperti itu ya, kalau orang pacaran?" Senyumnya mengembang ketika melihat sang pria menggenggam erat tangan sang wanita dengan satu tangan membelai lembut rambut yang tergerai indah terbawa angin.Maklum, selama ini dia belum pernah merasakan pacaran. Laras memang belum pernah merasakan punya pacar. Dia tidak pernah memikirkan hal itu karena dia sibuk membantu bundan
Setelah mandi dan membersihkan diri, Bram membaringkan tubuhnya di kasur dengan kepala bersandar pada sandaran tempat tidur. Rere mendekatinya dan berbaring di sampingnya dengan menyandarkan kepala pada dada Bram yang lapang.Tangan Rere mulai membelai dada suaminya dan memainkan jemarinya yang lentik."Sayang, besok aku ada pemotretan, kemungkinan aku tidak akan pulang selama dua hari." Rere bersuara sangat lembut ketika dia merayu agar Bram tidak marah."Apa pemotretannya di luar kota sehingga kamu tidak bisa pulang?" tanya Bram dengan nada sedikit sinis karena kesal."Dalam kota sih, tapi jadwalnya sampai larut malam. Kalau harus pulang pergi akan memakan waktu dan lelah, makanya lebih baik aku tidur di hotel saja.""Kenapa tidak kamu tinggalkan pekerjaanmu itu dan bekerjalah di perusahaanku? Kalau hanya memenuhi kebutuhanmu sehari-hari saja aku masih mampu. Untuk biaya kuliah Laras, aku juga bisa mencukupinya," ucap Bram penuh penekanan."Ini bukan masalah uang, Bram!" Rere mulai
Rere pergi dan masuk ke kamarnya. Tidak berselang lama dia keluar dengan membawa tas dan pergi dengan mengendarai mobil meninggalkan rumah. Dari caranya berjalan dan pergi, dapat dipastikan bila kondisi hatinya sedang tidak baik.Laras membereskan cangkir kopi dan teh meski tangannya masih terasa panas dan sakit. Laras mencuci gelas dengan air mata yang menetes di pipinya, bukan karena tidak tahan akan sakit di tangannya, tapi karena hatinya yang terasa sakit. Mendapat perlakuan kasar dari Rere, bukan hanya menyakiti hatinya saja, tetapi juga kulit tangannya. Bahkan Rere melakukannya di depan suaminya sendiri, Bram.Awalnya dia berpikir kalau kemarahan Rere karena Rere sedang mengalami masalah dengan Bram dan Laras ingin memakluminya, tetapi setelah mendengar perkataan Rere yang juga menyakitkan hatinya, Laras tidak bisa menahan perih dalam dirinya.Setelah selesai dia berjalan menuju kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur. Sekali lagi gadis itu menangis."Bunda, aku kangen sama bun
Pagi hari Laras sudah rapi karena hari ini dia sudah mulai kuliah. Meski dia harus kuliah tapi gadis itu tidak lupa selalu membuat sarapan dan menyiapkan bekal untuk makan siangnya."Selamat pagi, Kak Rere," sapanya saat melihat Rere turun."Apa kamu melihat Bram?" tanya Rere sembari mengedarkan mata mencari sosok Bram."Kak Bram tadi pagi sudah pergi, Kak." Meski Rere tidak memperhatikannya, tapi Laras tetap melihatnya saat berbicara."Nanti kalau dia mencari aku, katakan kal
Hari ini Bram malas untuk bangun dari tempat tidurnya, tangannya kembali menarik selimut tebal dan menutupi seluruh tubuhnya.Sedangkan Laras, gadis itu sudah sibuk dengan tangannya. Kali ini Laras sedang menyirami bunga di halaman rumah Bram. Gadis itu memang tidak bisa diam, selalu ada yang dia kerjakan.Sebuah mobil memasuki halaman rumah Bram dan berhenti sempurna. Seorang wanita ke luar dari mobil dengan senyum di bibirnya saat melihat Laras.Laras membalas senyum wanita itu dengan sopan dan membungkukkan tubuhnya tanda hormat."Selamat pagi, Nyonya," sapa Laras."Pagi, apa Bram ada di rumah?" tanya wanita itu ramah."Ada, Nyonya, kak Bram sepertinya masih tidur."Wanita itu nampak heran saat mendengar Laras memanggil Bram dengan sebutan kakak. Dia mengerntitkan kedua alis menatap lekat Laras."Siapa namamu?" tanyanya penasaran dan merasa tertarik ingin mengenalnya."Saya Laras, Nyonya," jawab Laras memperkenalkan diri dengan sedikit membungkuk memberi hormat."Panggil aku tante
Makanan sudah terhidang sempurna di atas meja. Laras dengan cekatan merapikan alat masak yang tadi mereka gunakan."Biarkan saja dulu, sebaiknya kita makan dulu baru nanti dibereskan!" ucap Soya melarang saat Laras membereskan dan merapikan alat yang mereka gunakan untuk masak."Ga' apa-apa, Tante. Sambil nunggu kak Bram turun.""Bagaimana kalau kamu panggil saja dia di kamarnya?""Maksud Tante aku harus ke kamar kak Bram?" Wajah Laras dihiasi dengan bola mata yang bulat. Dia tertegun dan sedikit kaget mendengar Soya memintanya ke kamar Bram dan memanggil kakak iparnya itu."Kenapa? Apa kamu keberatan?" Soya menatap lekat Laras dengan tatapan penuh harap agar Laras mau melakukannya."Ah, tidak, Tante. Kalau begitu biar aku panggil kak Bram."Laras merasa tidak enak hati untuk menolak permintaan mama Bram, tapi dia juga merasa kaku untuk memanggil Bram di kamarnya.Meski dipenuhi dengan trasa gugup, Laras akhirnya pergi ke kamar Bram juga. Masih disel
Sejak bertemu dengan Laras, Soya sering mengunjungi dan menginap di rumah Bram. Dia merasa senang dan nyaman bila bersama Laras, bahkan berharap Laras menjadi menantunya.Bram bukan tidak senang mamanya s ering mengunjunginya dan menginap di rumahnya, hanya saja dia merasa salah tingkah setiap kali Soya membicarakan hal yang menjurus pada perjodohan dirinya dengan Laras. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya bila dia sudah menikah dan Laras adalah adik iparnya. Bisa-bisa Bram kena semprot dan Soyta marah besar.Hari ini Soya datang tanpa memberitau Bram atau pun Laras. Saat ini Bram tidak ada di rumah, begitu pula dengan Laras, dia masih kuliah. Soya menunggu kedatangan mereka dengan kegiatan memasak untuk makan malam bersama.Pintu rumah terbuka dan seorang wanita dengan pakaian sexy masuk tanpa permisi. Rere masuk ke dalam rumah tanpa memberi salam, bahkan dia tidak tahu kalau mama Bram ada di rumahnya."Hey! Siapa kamu?" tanya Soya ketika melihat Rere menai
Makan telah usai dan mereka bercengkerama bersama. "Malam ini mama akan menginap di sini." Mata Rere langsung terbuka lebar, begitu pula dengan Bram. Apa yang dikatakan oleh wanita itu membuat kedua orang itu gelisah. Tentu saja gelisah, bila mamanya menginap di sana pasti mereka tidak akan bisa bebas. "Ma, lain kali lagi saja ya," ucap Bram menolak secara halus. Bukan hanya Rere yang gelisah, Bram juga gelisah. Pernikahan mereka tanpa diketahui oleh orang tuanya, kalau malam ini mamanya menginap, artinya mereka harus melakukan sandiwara agar tidak menimbulkan kecurigaan. "Apa kamu mengusir mama?" Ada nada kesal, marah dan kecewa dalam ucapannya. "Bukan begitu, Ma." Bram tidak bisa memberi alasan lagi. Kali ini dia tidak bisa menolak kemauan mamanya. "Kamar di rumah ini hanya ada tiga, Ma. Ada Laras dan juga ada Rere di sini." Bram kembali memberi alasan agar mamanya tidak menginap. "Biarkan Rere tidur sama Laras! Bukannya mereka bersaudara? Atau mama saja yang tidur sama Laras