Hai, terima kasih sudah membaca. Jangan lupa vote gem untuk Raina dan Pak Irham Nusahakam. Terima kasih untuk yang sudah membaca dengan koin berbayar. Dengan apa pun kalian menikmatinya, aku tetap berterimakasih. Semoga menghibur. Mohon bantuan rate bintang lima ya di halaman awal. Hari ini aku up banyak.
Raina harus mengedipkan mata saat melihat Irham Nusahakam menghampirinya. Dia tidak mau dianggap mata cowok tampanan kalau melotot begini. Wanita itu heran pada penglihatannya. Kenapa dia bisa memuji penampilan Irham? Jelas, Adli tidak kalah tampan. Namun, mau bagaimana? Adli tidak jelas. Diajak pacaran, silang. Diajak menikah, check list. Tidak, tidak! Raina tidak cukup nyali untuk menikah. Dia masih ingat bagaimana berantakan hidupnya saat orang tua berpisah. Ditinggal kakak sendiri juga menjadi lubang dalam hidupnya. Wanita itu tentu saja tidak ingin menyalurkan segara kemalangan pada anak-anaknya kelak. Dibandingkan membalas lambaian tangan Irham, Raina tentu saja memilih kabur. Dia berjalan cepat keluar lobi. Dirinya berlagak tak melihat Irham saja. Entah sejak kapan, Irham mulai agresif mengejar Raina. Semakin dijauhi, maka akan semakin mendekat. Hal tersebut juga merupakan tips dari Anes. Sepupunya itu bilang untuk mendapatkan hati Raina adalah dengan mengejarnya terus. Janga
Raina hanya memutar mata karena Irham bicara semaunya. Dia susah payah menelan makanan. Bagaimana tidak? Irham sesekali melirik ke arahnya. Mana bisa wanita itu membuka mulut lebar! Mau apa, sih? Irham terlihat santai berada di samping gadis itu. Irham tidak tahu betapa tidak santainya perasaan Raina sekarang. "Setelah ini, kamu saya antar ke rumah Anes. Nanti malam baru ke rumah saya, ya?" tanya Irham di sela makan siang. Raina menganggukkan kepala. "Nanti malam jangan ngomong sembarangan, ya, di depan ortu Bapak!" "Kenapa?" "Saya berpotensi pergi setelah tiga puluh hari!" Raina menatap Irham. "Oke, tidak masalah." Irham bilang tidak masalah? Sungguh, pria itu susah payah mengatakannya. "Kira-kira berapa persen kemungkinan kamu meninggalkan saya?" Raina melirik sebal. Kenapa ada matematika di tengah makan siang begini? "Sembilan puluh persen!" "Jadi, saya punya tempat sepuluh persen di hati kamu?" "Nggak!" Raina tak peduli. Irham tertawa renyah mendengar jawaban Raina yan
Tante Mariam mengotot ingin dipanggil Mama oleh Raina. Om Ibrahim sempat melarangnya karena khawatir Raina menjadi risih. Namun, dia jadi ikut-ikutan ingin dipanggil Papa juga oleh gadis di sebelah Irham. "Anes dijadiin anak juga, sih, Om, Tan!" sindir Anes sambil menyuap nasi. Rasa rendang Tante Mariam membuat mulutnya tak ingin berhenti makan. Ini sudah piring kedua. Masa bodo dengan timbangan yang semakin ke kanan. Tante Mariam hanya tersenyum geli. "Wah, Papa nggak sia-sia pulang kerja, capek. Pulang ke rumah mendadak punya anak gadis, capeknya jadi hilang!" seru Papa. Irham perlu mengorek telinga mendengar ucapan pria tua itu. Dia berusaha tenang menghadapi kekonyolan mama dan papanya. "Astaga, Om! Lebay sekali kalimatnya!" Anes mencibir. Sejak kapan om yang tegas dan banyak aturan berubah friendly? Om Ibrahim tidak peduli. Dia tetap memamerkan senyum pada Raina. Irham bergeming sejak datang ke meja makan. Dia sudah mengganti pakaian dengan kaus berkerah. Meskipun ingin t
SAYA TIDAK TERTARIK SAMA SEKALI KEPADA BAPAK. Telan ucapan itu baik-baik. Raina tidak bisa mengatakannya. Dia tahu betul pesona Irham. Wanita mana yang tidak tertarik pada dosen muda, berbakat, tampan rupawan, juga cukup mapan. Irham juga dingin dan cuek terhadap wanita lain. Sudah pasti, Raina akan merasa diistimewakan. Namun, dia tidak mau membuat pria itu kepedean dengan bilang tertarik. Sekali lagi, dia meneguhkan hatinya sendiri untuk tidak terpesona pada Irham Nusahakam. "Ti-tidak! Saya tidak ..." SAYA TIDAK MUNGKIN TIDAK TERTARIK. Kenapa teriakan nista itu muncul di pikiran Raina? "Tidak tertarik?" "Ya, tidak apa lagi, memangnya?" "Saya pikir ... tidak mungkin tidak tertarik." Irham masih fokus menatap jalan. Mulut Raina membulat. Wanita itu menipiskan bibir. Dingin AC menyergap kulit. Dia merapatkan cardigan yang dipakainya. "Kalau sudah nikah, nggak akan kedinginan!" kata Irham, lalu tertawa lepas. Astaga, Irham Nusahakam! Dia ingin memukul kepalanya sekarang juga
Pagi ini, Raina masuk ke mobil Irham yang diparkir di depan rumahnya. Dia sempat ragu untuk ikut. Namun, lebih ragu lagi membiarkan pria itu pergi. Ada banyak pertanyaan di benaknya setelah keluar dari kamar Maira. Setelah semalaman tidak bisa tidur, Raina memiliki lingkar hitam di mata. Dia juga tampak mengantuk. "Pagi, Raina ..." ucap Irham ceria. Dia memperhatikan gadis di sebelahnya. "Kamu sakit?" "Nggak, kok!" seru Raina lirih. Wanita itu tetap menjalankan perjanjiannya selama tiga puluh hari. Sisa dua puluh sembilan hari lagi. Kenapa masih banyak sekali? Irham ingin mendebat jawaban Raina. Namun, dia memilih menjalankan kemudinya. "Kamu bergadang?" Irham tak tahan lagi bertanya. Raina melirik Irham kesal. Kenapa ribet banget, sih, jadi cowok? "Semalam, saya nggak bisa tidur." Raina terpaksa cerita. "Kenapa?" Raut wajah Irham berubah khawatir. "Bapak pengen tau banget!" keluh Raina lirih. "Ya, pengen, dong. Semua tentang kamu, saya perlu tau." Raina bergeming. "Saya b
"Kamu nggak nunggu saya?" tanya Irham kesal saat tahu Raina pergi ke rumah Anes. Berdua dengan Adli pula.Memang, tidak ada yang mewajibkan Raina untuk berpamitan. Namun, dia sudah berekspektasi untuk menggoda Raina pulang kuliah nanti. Biar bagaimana pun, Irham perlu membalas gemuruh hatinya saat mata kuliah berlangsung.Pria itu dengan sengaja diam dan mencoba bersabar, sedangkan Adli terus saja menguji. Irham bisa melihat jelas polah tingkah Adli dari jarak jauh.Senyuman Raina tiap kali Adli bertanya, membuat Irham menahan kesal.Bisa tidak, sih, Irham langsung menikahi Raina besok? Boro-boro ingin menikah, membuat Raina ingat kehadirannya di mayapada ini pun sulit sekali. Dia hanya boleh menyerah ketika waktunya sudah habis, bukan? Masih tersisa 29 hari lagi."Nggak! Saya nggak kepikiran Bapak." jawab Raina sejujurnya. Dia bisa mendengar Irham mendesah di balik panggilan handphone."Tapi kepikiran bareng Adli?" sindir Irham."Saya sama Adli, kan, sahabatnya Anes! Temen sakit lang
Irham ingin tertawa melihat ekspresi cemas Raina. Gadis anti romantik itu menggigit bibir perlahan saat sadar rute yang sedang Irham tuju bukanlah rumah. "Kita ... nggak jadi ke rumah Bapak?" tanya Raina ragu. Dia memanjangkan pandangan jauh ke depan. Mau ke mana, sih, ini? Apa begini rasanya diculik? "Nggak!" jawab Irham singkat. "Kenapa?" tanya Raina cepat. Irham tak mau menjawab. Dia memang tidak membawa Raina ke rumah sesuai rencananya. Papa dan Mama sudah telanjur menyukai gadis itu. Ketika pulang kerja, pernah ditanya kapan mau melamar Raina. Yang benar saja! Bagaimana mau melamar? Untuk mendapatkan hatinya saja butuh waktu lama. Seolah pesona Irham sudah pudar saja! Bagaimana mungkin Irham membawa Raina belajar di rumahnya, bukan? Teror pernikahan akan semakin merajalela. Dia akan semakin kesal terhadap dirinya sendiri. Irham sadar betul, waktu untuk menunggu Raina tak lama lagi. "Ke mana, sih?" Raina menatap Irham tak percaya. Pria itu hanya tersenyum. Rahangnya yang te
Raina ingin oleng saat mengingat cara licik Irham menebar pesona. Pria itu sengaja menggunakan ketampanannya untuk memikat hati Raina. Ingin marah, ya, wajahnya telanjur ganteng. Siapa yang tega mendorong pria se-charming itu? Lalu, bila Raina diam saja, Irham pasti mentertawakannya dalam hati. 100% menyebalkan! Raina hanya bisa menggerutu. Dirinya saat ini sudah berada di mobil Irham dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Gadis itu sesekali melirik ke arah Irham di kursi kemudi. Irham bertanya-tanya dalam hati. Apa tadi tatapan romantis? Apa Raina mulai memperhatikannya? Irham tidak sia-sia menebar gombalan sepanjang sore sampai makan malam di kantor tadi. Irham tak berbicara apa pun dan membiarkan keadaan menjadi canggung. Beberapa menit kemudian dirinya menyalakan musik sambil tersenyum simpul, menangkap lirikan Raina. Lagu Mau Dibawa Kemana dari Armada pun mengalun ceria. Raina menatap Irham tak percaya. Dia melepaskan tas selempang berwarna coklat dan meletakkannya di bel