’Aku tidak melihatmu di kampus hari ini,’ ucap Rizal dalam hati, serius menatap Raya. ”Apa kau baik-baik saja?”
Raya kembali anggukan kepala.
Kedua mata mereka saling menatap dalam jarak yang sangat dekat. Merasa tak nyaman dengan posisinya saat ini, Raya siap mendudukkan tubuh. Namun belum sempat Raya terduduk sempurna rasa nyerinya kembali terasa bersamaan dengan Rizal yang menarik tubuhnya.
“AW!” teriak Raya refleks, Ketika Rizal tiba-tiba menarik tubuhnya.
”Kenapa, apa yang sakit?” tanya Rizal sedikit khawatir, takut sikapnya melukai gadis itu.
Lagi-lagi dalam posisi berbaring menyamping Raya gelengkan kepala.
“Menikahlah denganku,” ucap duda itu cepat. Dengan lengan Rizal dijadikan bantal, deru nafas saling terdengar, jarak yang begitu dekat dan pandangan mata yang saling menatap, Rizal mengikuti isi hatinya kembali mengajak gadis itu untuk menikah.
“Tua_
“Berikan aku alasan yang masuk akal. Jangan beralasan Rosa l
Pandangan Rizal langsung mengarah pada partisi lebar di hadapannya. Tampak dua foto wanita berukuran besar, wanita cantik bertubuh mungil dan wanita cantik dewasa terlihat kaya. Kedua wanita yang pernah menghiasi harinya dan sempat menjadi pusatnya untuk meraih bahagia. ’29 tahun. Ambil hatinya. Baik, pemaksa, manja, berterima kasihlah sama dia! Kaya raya, gak pernah susah. Kamu kaya raya kalau nikah sama dia! Gak bisa suka! Pewaris seluruh aset Dewantara Grup. Cantik, menarik. Cinta banget sama kamu! wanita baik-baik, tapi aku tetap gak suka! lembut, mulai agresif. Dokter Hendra? Papah jahat! Gak bisa cinta. Harus hati-hati dengan keluarganya. Suka seenaknya. Suka merintah. Haruskah sama dia?’ ’28 tahun. Rindu, Ardila kembalilah, kamu cerdas, kamu cantik, aku cinta kamu, demi kamu aku bisa kaya! aku gak bisa melupakanmu! dasar tukang selingkuh! aku sayang kamu, gak tau diri, pelakor! Tapi aku cinta. Dia kembali. Aku ingin menciumnya. Dilema. Berusaha menunjukkan keb
“Tuan, kenapa bengong? Em … jika tuan tidak keberatan, boleh saya memberi saran?” ”APA?!” ’Dia marah lagi! Kerjanya marah mulu.’ Meski Raya berbicara dalam hati, dari raut wajahnya yang terlihat cemberut, Rizal mampu membaca sesuatu. ”Kenapa? Aku marah terus! Kamu yang selalu membuatku marah. Beberapa menit membuatku melambung tinggi, sedetik kemudian kau membantingku ke dasar bumi. Kau selalu mampu merusak moodku!” ”Maaf,” ucap Raya menunjukkan wajah memelas. ”Tak perlu tunjukan wajah memelasmu itu, moodku masih belum berubah! Apa, kau akan memberi saran apa?” Mobil masih dalam keadaan berhenti, Rizal menatap Raya serius. “Bagaimana jika tuan mencari tau tentang perasaan tuan, tuan lakukan pendekatan pada keduanya. Dinner bareng, jalan ke mall, ikuti kegiatan mereka, em … atau sekalian liburan. Mungkin dengan kedekatan itu tuan akan lebih mengenali mereka dan tuan akan menemukan sisi positif keduanya yang tuan belum tau.” ”Nga
Raya diam terpaku, menggigit pelan kulit jarinya sambil sesekali menatap Andika, menganggap pria di hadapannya saat ini bisa juga serius dalam berbicara. ”Ayo, ngomong!” seru Andika tak sabar. ”Aku beneran abis ke dokter, Mas.” “Bener kata Rizal, kadang loe ngeselin. Loe tuh udah ketangkep basah, masih aja ngeles. Jangan sampe gue mikir macem-macem tentang loe, ya!” Raya tundukan kepala menatap lantai rumah sakit mempertimbangkan keputusannya. “Tapi janji, jangan bilang tuan Rizal.” ”Hm, apaan!?” ”Janji yaa …” ”Iyaa … cerewet banget si neh bocah!” omel Andika tak sabar. ”Saya kemarin kecelakaan dan tadi habis ke dokter ortopedi.” ”Oh my GOD! Salah lagi ‘kan gue!” keluh Andika sambil menepuk keningnya. ”Terus, keadaan loe gimana? Apa yang luka!?” tanya Andika cepat sambil memperhatikan fisik Raya. ”Aman, rusuk saya hanya retak dan butuh waktu untuk pemulihan.” ”Terus, apa hubungannya sama Rizal, b
Merasa tidak ada etikat baik dari pihak Raya, beberapa wali murid menerobos masuk ke ruang guru. "Iya benar, harus bertanggung jawab! Pak Anderas, pokoknya kami tidak mau tau, Fayed harus dikeluarkan dari sekolah. Sikapnya itu akan memberi pengaruh buruk pada anak-anak kami, benar gak Ibu-ibu?" ucap salah seorang wali murid memprofokasi. "Benar!" "Benar!" "Betul banget!" Jawab para wali murid. "Belum lagi orang tuanya yang bawa laki-laki selalu beda, makin menambah kekhawatiran kami dengan citra sekolah ini," tambah seorang wali murid, sambil melihat Andika dari atas ke bawah. Andika yang diam sejak tadi kini di bawa-bawa, ia pun merasa tak terima. "Apa maksud omongan ibu tadi? Suka-suka Raya dong, mau bawa siapa! Gak ngegodain laki orang, gak ngaruh juga sama gaji laki loe, terus apa masalahnya!?" sewot Andika sambil membenarkan posisi gendongannya. "Saya tinggal gak jauh dari rumahnya, kerja apaan ampir tiap hari pulang
Menyimak apa yang Rizal utarakan, seketika itu juga Raya kerutkan keningnya, memutar otak harus dengan cara apa ia memberikan penolakan.”Aku akan menginap di rumahmu.” Duda itu kembali mengulang kalimatnya.”Setau saya, Tuan punya rumah dan rumah Tuan jauh lebih nyaman.””Tapi aku ingin tidur di rumahmu. Anggap saja sebagai rasa terima kasih,” balas Rizal sambil menggendong Fayed dan langsung berjalan cepat mendahului Raya.‘Idih, minta imbalan!’“Ya, gak bisa gitu!” Raya berjalan cepat berusaha menyamakan langkah. ”Nanti apa kata tetangga, lagian sejak kapan kita punya hubungan?”’Duh, salah ngomong ’kan!’”Kamu, yang tidak mau punya hubungan denganku! Kamu yang selalu menolakku! Apa susahnya sih, terima aku kemudian menikah denganku!” Rizal kembali kesal. ”Buka mata hatimu, kamu akan beruntung dicintai orang sepertiku. Aku se
Rosa langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa, tempat sama yang sempat Rizal duduki tadi pagi. Memainkan ujung rambut dengan kedua mata tertutup. Sambil menghirup dalam aroma tubuh Rizal yang masih tertinggal, membuat hayalan dan lamunannya kian berkembang. Senyumnya tersimpul indah ketika membayangkan hari-hari ke depan ia akan sering bertemu dengan sang pujaan hati, bercengkerama, bercanda, berujung memadu cinta kemudian statusnya berubah. ”Zal, aku akan berusaha menjadi apa yang kamu mau. Aku akan selalu ada untukmu, dan aku akan selalu mendukung apapun yang kau lakukan. Hal yang tak pernah Ardila berikan, dan aku sangat mampu melakukannya, aku yakin kamu tau itu.” Masih dengan senyum yang sama. Sedang asik dengan pikiran masa depan, wanita itu teringat sesuatu. Sesuatu yang mampu membuatnya besar kepala dan berpikiran kelak dirinyalah yang akan menjadi sang pemenang. Rosa langsung terduduk kemudian melangkah ke kamar Rizal. Setibanya di kamar itu ia langsung
Setelah acara ulang tahun sang papah, Rizal dan Rosa makin intens bertemu, semakin dekat, dan Rizal mulai sering menginap. Seperti saat ini Rosa meminta Rizal untuk diantarkan ke kantor, beralasan sekalian jalan dan malas bawa mobil sendirian, dengan terpaksa Rizal menuruti kemauan wanita itu. ”Papah senang melihat kedekatan kalian, semoga ini bertanda baik dan kebahagiaan akan selalu menyertai keluarga besar kita.” ”Rasa senang Rosa melebihi apa yang Papah rasakan!” balas Rosa berbisik pada sang papah. ”Sa, ayo cepat! Aku ada rapat dengan para direksi.” Rizal tak menanggapi ucapan sang papah angkat, ia hanya terlihat buru-buru duduk di kursi pengemudi. ”Ok-ok, sebentar.” Wanita itu dengan segera mencium kening dan jemari sang papah. Di dalam mobil, seperti biasa Rizal sama sekali tidak mengeluarkan suara, hanya fokus pada kemudinya dan planing-planing pekerjaan yang akan dia kembangkan. Sedangkan Rosa kembali mulai mencari cara, mengikis jara
”Zal, maaf mengganggumu. I-ini, a-aku, punya hutang dengan peminjaman online dan aku kesulitan bayar, mereka memaksaku untuk melunasi semua hutang plus bunganya. Aku gak punya uang, gajiku kerja udah habis untuk kebutuhan sehari-hari.” “Tidak ada hubungannya dengan saya!” ”A-ada, ada hubungannya denganmu.” Rizal tampak mengerutkan kening. “Beberapa kali aku membawakan makan siang dan beberapa kali aku memakai baju yang kubeli untuk ke kantormu, oh ya, dan ongkos juga. Kesemua uangnya aku dapatkan dari pinjaman online, kulakukan itu untuk kamu.” Seketika itu juga rasa iba menjalar dalam hatinya. Mantan istri yang dulu sangat ia cintai kini bernasib menyedihkan dan membutuhkan belas kasihan. ”Berapa yang kau butuhkan? Saya akan melunasi dan tak perlu kau ganti! Kirim nomor rekening, sekarang!” ”Sebelas juta, Zal. Dan sekarang aku di mall. Aku niat membeli baju, untuk aku pakai pas ke kantormu dan ternyata uangnya kurang. Kamu bis