“Mbak Marta Hamil?” gumam Riska setelah selesai menerima telefon dari Aldi.Tidak tahu kenapa ia berpikir serius soal kehamilan Marta. Apalagi dirinya juga sedang hamil. Ada rasa takut semua akan selesai, sebelum Riska melahirkan anaknya, ada juga rasa takut dirinya akan berpisah dengan Aldi, karena Marta sudah hamil.“Enggak! Aku gak seharusnya memikirkan hal seperti itu. Memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Aku harusnya tidak sepanik ini pikirannya, aku harusnya senang mendapat kabar Mbak Marta hamil, karena dengan begitu Mas Aldi tidak menceraikan Mbak Marta, dan aku tidak akan dianggap sebagai perebut suami orang, meski kedatanganku di tengah-tengah Mbak Marta dan Mas Aldi adalah keinginan Mbak Marta!”Riska masih bergelut dengan perasaannya sendiri. Ia yakin kali ini Aldi akan lebih sering bersama Marta, apalagi Riska tahu, Marta bisa melakukan hal yang dirinya mau.Ting!Notifikasi pesan masuk ke ponsel Riska. Ia melihat siapa yang mengirimkan pesan. Aldi yang mengirimkan pesa
“Kenapa? Kaget melihat aku di sini, Mas?” tanya Marta.“Ngapain kamu di sini?” Aldi bertanya dengan nada ketus.“Pengin lihat rumah kalian saja, gak boleh? Mau sampai kapan sih mas kamu menutupi semua? Toh Riska ada di sini juga karena aku?” ucap Marta.“Tapi gak gini caranya, Ta! Apa kamu mau mengusik kehidupanku dengan Riska? Atau kamu mau mencelakai Riska! Cukup aku tertipu kelicikanmu malam itu, Ta!” pekik Aldi nyalang.“Kamu kok negatif sekali ya mas berpikirnya? Apa tidak bisa kamu berpikir baik tentang aku?” ucap Marta dengan tatapan penuh kekecewaan.Maksud kedatangan Marta ke rumah Adik Madunya padahal ingin tahu bagaimana kehidupan Aldi dan Riska, kenapa sampai hati Aldi berpaling darinya. Mungkin dengan Marta baik dan berdamai dengan keadaan akan membuat Aldi memaafkan kesalahannya, dan tidak akan menceraikannya, meskipun Marta harus hidup dengan keadaan berpoligami.“Karena kamu licik, Ta! Kamu egois, mau menang sendiri, mau semua itu ngertiin kamu! Salah jika aku berpikir
Marta menemui tamu yang datang ke rumahnya, seorang perempuan yang dulu pernah ia bawa untuk menjadi madunya, kini tengah berada di ruang tamu yang begitu luas, menunggu Marta menemuinya.Riska sengaja datang ke rumah Marta tanpa sepengetahuan Aldi. Ia tidak ingin Marta salah paham, jelas Marta mengira dirinya dan Aldi saling mencintai. Memang kenyataannya, tapi Riska hanya bisa menahan rasa cintanya di dalam hati. Ia tak ingin mengungkapkannya, karena itu akan menyakiti Marta. Riska pun tidak ingin membuat cacat isi perjanjiannya dengan Marta. Biar saja Aldi yang terus mengungkapkan cintanya pada Riska, yang penting dirinya tidak, karena untuk menjaga perasaan Marta.“Ngapain kamu ke sini, Ris?” tanya Marta dengan tatapan sinis.“Aku ingin bicara dengan Mbak. Aku ingin semuanya baik-baik saja, termasuk hubungan Mbak dengan Mas Aldi,” jelas Riska.“Gak usah sok jadi pahlawan kamu, Ris! Puas kamu sudah mengambil hati suamiku? Puas sudah merebut cinta dan raganya dariku? Kamu sudah meng
Aldi terpaksa ke rumah Marta. Bagaimana bisa Aldi makan siang di luar, sedangkan selama bersama dengan Riska, menurut Aldi makanan di luar sudah tidak enak lagi? Makanan dari Restoran favoritnya saja sudah tidak sesuai dengan lidah Aldi, karena ia sudah biasa dimanjakan dengan masakan Riska. Apalagi siang ini Aldi benar-benar merasakan cacing di dalam perutnya sudah mulai konser.Di rumah Marta, Riska menata kembali masakannya, menyiapkannya untuk Aldi yang sedang dalam perjalanan ke rumah Marta.“Mas Aldi jadi ke sini, Ris?” tanya Marta.“Iya, sedang di jalan, Mbak,” jawab Riska.“Kalau gak ada kamu, mana mungkin Mas Aldi ke sini, Ris? Sebegitu dirindukannya masakanmu ya, Ris? Bahkan Mas Aldi rela bertemu dengan orang yang sedang dibencinya,” tutur Marta dengan pandangan mengembun.“Mbak ... jangan bicara seperti itu, aku yakin Mas Aldi bisa menerima Mbak dan memaafkan Mbak. Aku akan membujuknya,” ucap Riska.Marta membuang napasnya dengan kasar. Ia tidak percaya Aldi semuadah itu ak
Riska melepaskan pelukan Aldi, ia tidak mau berlama-lama dipeluk Aldi, apalagi di depan Marta yang terlihat begitu cemburu. Cemburu, itu hal sangat lumrah terjadi pada Marta, apalagi Aldi masih suaminya, dan perhatian Aldi padanya kian memudar setelah Aldi jatuh cinta pada Riska. Namun, Marta sadar dirinya yang salah, dirinya yang memulai semuanya hingga Aldi berubah seperti sekarang ini.“Kita belum sholat, ayo pulang,” ajak Aldi.“Kita sholat di sini ya, Mas? Mbak Marta boleh numpang sholat?” pinta Riska.“Boleh, silakan kamar tamu bersih kok, kamar yang pernah kamu pakai dulu, Ris. Oh iya boleh aku ikut sholat?” pinta Marta.“Boleh, Mbak. Ayo wudhu. Mas ambilin mukenahku di mobil, ya?” pinta Riska pada Aldi.Aldi mendengkus kesal, Riska tiba-tiba berubah seperti itu. Aldi tahu Riska sedang ingin kembali mendekatkan dirinya dengan Marta, namun sedikit pun tidak ada niat di hati Aldi untuk kembali dengan Marta, apalagi dia belum yakin kalau anak yang Marta kandung itu anaknya. Bisa j
“Mas Aldi!” teriak Riska.Aldi langsung belari menghampiri Riska yang teriak di dalam kamar. “Kenapa, Ris?” tanya Ald panik.“Mbak Marta, Mas! Mbak Marta pingsan!”Aldi segera menggendong tubuh Marta membawanya ke atas tempat tidur. Aldi menelefon Dokter Zika untuk segera ke rumah. Beruntung Dokter Zika sedang tidak sibuk hari ini jadi langsung bisa menangani Marta.“Sadar, Ta!” Aldi menepuk-nepuk pipi Marta.Ada sedikit rasa khawatir dalam diri Aldi. Apalagi mengingat ucapannya tadi pada Marta yang begitu menohok.“Tolong penuhi permintaan Mbak Marta apa susahnya sih, Mas? Masa tidak bisa Mas di sini seminggu di rumahku seminggu?” ucap Riska.“Aku tidak bisa Ris!” jawab Aldi.“Mas kok egois banget sih!”“Yang mulai egois itu Marta, bukan aku!”Perdebatan yang baru mereka mulai terpaksa berhenti, karena Dokter Zika datang untuk memeriksa Marta.“Bu Marta kenapa lagi, Pak?” tanya Dokter Zika.“Dia pingsan, Dok,” jawab Aldi.“Saya periksa dulu,” ucap Dokter Zika dengan bergegas memeriks
Aldi mencoba untuk adil pada kedua istrinya. Meskipun ia tidak bisa adil dalam nafkah batinnya, karena dia benar-benar sudah tidak memiliki hasrat pada Marta. Ia berada di rumah Marta pun hanya sampai sore hari saja, setelah itu ia kembali pulang kepada Riska. Meski begitu, Marta sudah sangat berterima kasih, karena Aldi sudah berkenan menemani dirinya, sudah berkenan melihat keadaan dirinya.Siang ini Marta berniat membawakan makan siang untuk Aldi sekalian ia ingin mengunjungi butik dan salon miliknya, karena sudah lama Marta tidak mengecek usahanya itu. Marta menyiapkan masakan yang sudah ia masak tadi. Menu seadanya, dan kata Riska itu adalah makanan favorit Aldi. Marta tersenyum puas, karena ia merasa masakannya enak dan sempurna. Bergegas Marta berganti baju untuk pergi ke kantor Aldi.Sesampainya di kantor, Marta seperti biasa langsung masuk ke dalam kantor, apalagi semua karyawan tidak berani menegur Marta, karena tahu kalau Marta tidak mau diganggu saat mendatangi suaminya di
“Ris ... Riska?” panggil Marta dan Aldi bersamaan, namun tatapan Riska masih kosong.“Riska!” Aldi menyentuh bahu Riska sampai terjingkat.“Eh kenapa, Mas?” tanya Riska.“Kamu kenapa bengong seperti itu sih? Ngelamunin apa sih, Ris? Siang-siang gini malah ngelamun? Itu Marta sedang bicara, Riska?” ucap Aldi.Entah kenapa tiba-tiba Riska memikirkan hal seharusnya tidak usah ia pikirkan. Terlalu hanyut dalam pikirannya saat melihat Marta dan Aldi semakin akrab, hubungannya lekas membaik, membuat Riska memikirkan hal yang belum terjadi, membayangkan bagaimana kalau nantinya Marta akan memintanya untuk menjauh dari Aldi, karena Aldi sudah kembali seperti dulu.Hanya membayangkan saja Riska sudah sangat takut, jika harus pergi dari Aldi dalam keadaan masih mengandung. Apalagi setiap harinya Aldi sangat memanjakan Riska. Pun dengan Marta, Aldi juga memberikan perhatian yang lebih, meski tanpa menyentuh Marta lagi, karena Aldi sudah berniat menceraikan Marta.“Iya, Ris, kamu kenapa? Ada yang