Saat lampu sudah menyala hijau, lagi-lagi David membunyikan klaksonnya dengan tidak sabaran. Baru setelah kendaraan di depannya mulai melaju, dia baru bisa ikut melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah sakit. "Sial ... Kenapa perasaanku tidak tenang? Padahal dia hanya istri kontrakku. Apa yang terjadi padaku?" gumam David di tengah- tengah kekhawatirannya.Beruntung jarak kantornya dengan rumah sakit tidak begitu jauh. David kini tiba di rumah sakit dan segera memarkirkan mobilnya.Jas yang dia kenakan sudah dia lepas dan tampaklah David yang mengenakan kemeja navy. Pria itu kembali berlari menuju ke ruang operasi yang dibicarakan sang ibu. Perasaannya berkecamuk saat ini membayangkan apa yang sebenarnya terjadi pada sang istri dan ibunya."Mah!" David memanggil sang ibu ketika sudah tiba di depan ruang operasi.Helena menoleh dan mendapati putranya baru datang. Rambut David benar-benar acak-acakan tak seperti dirinya. Bahkan dasi hitam sudah tak benar pada posisinya."David!" Helen
Beberapa jam berlalu, akhirnya seorang dokter keluar dari ruang operasi dan memberi kabar tentang Lila."Dokter!" seru Helena memanggil dokter pria tersebut. "Bagaimana keadaan menantu saya?""Nona Lilara akan kami pindahkan ke ruang rawat inap," ujar dokter tersebut.David menghela napas lega ketika dokter mengatakan bahwa Lila berhasil dibawa ke ruang rawat inap."Akan tetapi maaf ...." Sang dokter pria menarik napas sebelum memberi tahukan sebuah berita.Helena dan David pun menatap ke arahnya, menunggu jawaban yang membuat keduanya kembali tak tenang."Ke-kenapa minta maaf, Dok?" tanya Helena."Sekali lagi, Maaf, Nyonya, Tuan. Meski Nona Lilara selamat, tapi kami tidak bisa menyelamatkan janin dalam kandungannya. Nona Lilara mengalami keguguran karena pendarahan hebat yang dialaminya," jelas dokter tersebut dengan hati-hati."Ya Tuhan ...." Helena terduduk di kursi tunggu.Ternyata, kelegaan itu tak bertahan lama ketika dokter menjelaskan bahwa Lila mengalami keguguran karena jatu
Dalam situasi yang penuh kekhawatiran, Lila lebih mengutamakan keadaan janin dalam kandungannya dari pada keadaan dirinya sendiri yang jelas terluka. Dia menunggu David menjawab pertanyaannya itu sembari menatap ke arahnya."Duduklah. Aku akan membantumu," ucap David dengan lembut, membantu Lila duduk bersandar agar nyaman.Lila menurut dan segera duduk dengan perlahan saat posisi bantalnya dirubah. Wanita itu tiba-tiba merasakan kembali kelembutan sikap suaminya yang berubah. Namun Lila tak mau banyak berharap."Mas? Kenapa diam?" panggil Lila penasaran karena suaminya tak kunjung menjawab pertanyaan yang diajukan dan malah mengalihkan pembicaraan.David menghela napas berat. "Kamu tenanglah dulu. Kata dokter kamu harus makan," jawabnya dengan ekspresi wajah datar, mencoba mengalihkan kekhawatiran Lila.Wanita itu merasa ada yang tidak beres. Ada yang sedang disembunyikan darinya. Apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh suaminya? Ada rasa khawatir yang tiba-tiba mengusik hatinya.
Beberapa menit lamanya David membiarkan sang istri menangis sampai puas. Baru setelah Lila selesai menangis, pria itu mendekatinya dengan menarik kursi agar lebih dekat dengan tempat tidur Lilara."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu bisa sampai kecelakaan?" David menanyakan bagaimana kejadian kecelakaan yang menimpa Lila dan ibunya.Lila sedikit tersentak. Lalu wanita itu dengan masih sedikit terisak, mulai menceritakan kejadian kecelakaan tersebut.Wanita menarik napas sebelum bercerita. "Tadi ... ada mobil yang datang dari arah lain hampir menabrak Mamah. Mobil itu mau keluar dari restoran dengan kecepatan di atas rata-rata," papar Lila"Mamah nggak menyadarinya, karena tidak ada waktu untuk berpikir panjang, aku refleks menarik Mamah untuk menyelamatkan Mamah hingga kami terjatuh. Dan ... Dan saat itu aku merasakan perutku sakit ...." lanjutnya mengakhiri cerita.David diam menyimak penjelasan yang cukup singkat itu. Namun sebagai pria yang cerdas, David merasakan ada k
Suasana kembali tenang, bahkan sangat tenang karena hanya ada Lila dan David saja di dalam ruangan. David sendiri segera mengganti pakaiannya dan membersihkan diri dengan mandi di dalam kamar mandi yang ada di sudut ruang rawat istrinya.Sementara itu, Lila memilih duduk diam di atas kasur sembari menatap kosong ke arah tembok di depannya. Lagi-lagi dia merasa bersalah karena perhatian yang diberikan ibu mertuanya.'Ya Tuhan ... Aku sangat jahat kepada Mamah dan Papah. Mereka sangat menyayangi menantu yang bahkan tidak pantas untuk mereka,' keluh Lila dalam hati, terlarut dalam perasaan bersalahnya.'Aku benar-benar orang yang jahat. Mereka tidak seharusnya merasa begitu. Aku sungguh egois dan tidak berpikir tentang perasaan mereka. Tapi ini juga karena anak laki-laki mereka ....' batin Lila lagi saat teringat dengan suaminya yang dingin.Tangan ramping Lila kemudian mengusap lembut perutnya. Dia merasa sangat kehilangan anak pertamanya."Mungkin kamu diambil karena niat pernikahan Bu
"Lilara Olivia, aku kecewa, kamu ternyata sudah tidak perawan!"Ucapan itu menggema bagaikan petir yang menyambar di dalam kamar sepasang pengantin baru. Malam pertama yang seharusnya indah, panas karena mereka saling mencapai kepuasan itu justru berakhir menyakitkan bagi Lilara."A-apa?" tanya gadis cantik dengan rambut panjang yang sudah berantakan. “I-itu tidak mungkin, Mas!”Tubuh polosnya kini hanya dibalut dengan selimut putih. Sementara sang suami kini tengah berdiri tanpa sehelai benang pun, tengah menuding. "Jangan sok polos! Lihatlah, tidak ada bercak darah di sana!”Sang pengantin pria menunjuk ke arah kasur dengan sprei putih yang sedikit terkena cairan, tetapi tidak berwarna merah.Air mata Lila mengembun, sebab ia merasa difitnah. Dan ini sungguh fitnah yang sangat keji.“Itu tidak mungkin, Mas! Kamulah yang pertama kali menyentuhku.”Namun, sekuat apa pun Lila meyakinkan suami yang baru saja merenggut mahkotanya, sang pria tetap memasang wajah garang.Sambil mengenakan
"Lila ... Kenapa ini bisa terjadi?" Ayah Lila bertanya dengan suara lemahnya.Usai kepergian Erik, Lila buru-buru membawa ayahnya ke rumah sakit. Penyakit jantung yang dimiliki ayahnya membuat Lila ketakutan luar biasa."Sudah, jangan dipikirkan lagi, Yah.” Lila menggenggam tangan ayahnya dan sesekali menempelkan ke pipinya. “Percayalah bahwa kita tidak bersalah."Air mata turun dari sudut mata sang ayah. Pria tua yang kini terpasang alat rumah sakit, juga selang oksigen di hidungnya itu menatap nanar sang putri.“Tapi kamu akan bercerai, Lila." "Aku tidak apa-apa, Ayah," sahut Lila sembari menghapus lelehan air matanya. “Menjadi janda bukan masalah besar, selama Ayah di samping Lila.”Ayah Lila mengehela napas panjang.Sebagai anak, tentu Lila memahami kegundahan ayahnya. Melihat anak semata wayangnya menjadi janda usai malam pertama, ditambah menantunya menuntut ganti rugi di luar kepala jelas menjadi beban pikiran sendiri untuk ayahnya.Namun, Lila mencoba bersikap tenang, setidak
Usai sidang putusan perceraian, Lila kembali ke rumah. Dia yang sudah lelah fisik dan mental nyatanya belum bisa beristirahat mana kala disambut beberapa pelayan di rumahnya yang telah berbaris rapi di ruang tamu.“Kalian … mau ke mana?” tanya Lila, sebab dia melihat ada jejeran koper tidak jauh dari para pelayan berdiri.Mereka saling lempar pandangan, menyuruh salah satu untuk menjadi juru bicara.Tidak lama berselang, sopir kepercayaan Ayah Lila maju selangkah, lalu berkata, “Maaf sebelumnya, Non.” Pria tua dengan kumis tebal itu memandang rekan-rekannya. “Kami semua sepakat mau mengundurkan diri,” lanjutnya kemudian.“Apa?” Tentu saja Lila terkejut. Sebab, sebelum hari ini, dia tidak menemukan satu tanda pun terkait masalah yang membuat mereka tidak betah. “Tapi, kenapa, Pak?”Pria itu terlihat sedikit ragu, tetapi kemudian tetap melanjutkan … “Kami sudah tidak merasa nyaman bekerja di sini. Apalagi, setelah skandal tentang Nona tersebar,” akunya tanpa berani melihat Lila.Di temp