Share

Habis Bertemu Singa, Malah bertemu Ular

Melihat Claudia mematung karena terlewat kaget, Ryuga berujar dengan suara dalam yang menggelitik telinga, “Bernapas, Claudia.”

Sadar dengan dirinya yang tidak bernapas sedari tadi, detik itu Claudia langsung menarik napas sebanyak mungkin.

Usai membenarkan napasnya, Claudia yang telah kembali tenang pun langsung menjauhkan tangan Ryuga dari mulutnya. Dia pun bertanya, “Kenapa Anda menarik saya ke sini? Apa yang Anda ingin lakukan?!” Claudia sedikit waspada.

Ryuga menatap Claudia dengan mata memicing, tampak sangat mengintimidasi. “Kamu tidak sadar apa kesalahanmu pada saya?”

Pertanyaan itu membuat Claudia bingung. “Saya tidak paham maksud Bapak,” balasnya.

Ryuga menautkan alis. “Tidak paham?” Tangan Ryuga memukul tembok di sisi kepala Claudia, dan dia mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu. “Haruskah aku mengucapkan setiap hal yang salah dari ulahmu yang melarikan diri dari hotel?!”

Ah, tentu saja. Claudia pergi meninggalkan Ryuga tanpa berpamitan, dan hal itu pasti membuat Ryuga merasa dicampakkan. Tidak hanya itu, pria tersebut mungkin merasa dihina dan dilukai harga dirinya!

Habis sudah riwayatmu, Claudia!

Dengan usaha tetap tenang, Claudia mencoba menjelaskan, “S-saya nggak bermaksud kabur atau lari, Pak. Akan tetapi, ada hal penting yang pada akhirnya membuat saya harus segera pergi setelah menerima telepon.” Maniknya bergetar, kentara sekali sedang menyembunyikan alasan aslinya.

“Begitu?” Sudut bibir Ryuga terangkat. Hanya untuk sesaat … karena berikutnya dia memasang wajah mengerikan. “Lalu apa maksud kamu meninggalkan saya dengan uang receh di atas nakas?” 

“I-itu ….” Napas Claudia tersendat di tenggorokan. Dia harus jawab apa?!

Tidak sabar dengan sikap Claudia yang tidak terus terang, Ryuga membentak, “Jawab!”

Claudia menutup mata erat dan berteriak, “S-saya kira Bapak gigolo!”

Ucapan Claudia membuat wajah Ryuga berubah mengerikan. “Kamu bilang apa!?”

Dengan usaha untuk menenangkan suara Ryuga yang menggelegar, Claudia menempelkan dua telapak tangannya, menunjukkan sikap orang memohon.

“P-Pak Ryuga, ceritanya agak panjang, jadi bisakah kita menunda ….”

“Jelaskan sekarang!” Air wajah Ryuga berubah dingin. “Atau saya harus pergi ke ruangan Bu Yuli dan memberi tahu beliau soal kemarin malam kita–”

Ucapan Ryuga terputus karena tiba-tiba saja Claudia mendekat dan menutupi mulutnya dengan tangan Claudia. Ryuga dibuat terkejut mendapati wanita di hadapannya ini benar-benar berani padanya.

Claudia menyadari jika reaksinya berlebihan. Dia menarik tangannya depan cepat dan dia kembali memohon. “Pak! Tenanglah sedikit! Saya akui saya salah, tapi paling tidak, akhirnya tidak ada yang terjadi di antara kita, ‘kan?! Apa tidak bisa Bapak melupakan semuanya saja?” pinta Claudia. “Ini hari pertama saya, Pak. Apa Bapak tega melihat saya kehilangan pekerjaan di hari pertama?”

Ryuga mengepalkan tangan. “Saya butuh penjelasan dan saya akan mendapatkannya bahkan bila harus menghancurkan reputasi kamu sebagai dosen hari ini juga!” geram pria itu, sudah sangat naik pitam. 

Mendengar ancaman Ryuga, mata Claudia seketika berkaca-kaca. Pria ini keterlaluan. Akan tetapi, Claudia tidak ada pilihan, jadi–

“Oke, saya bakal jelasin. Tapi, tidak sekarang!” tegas Claudia, membuat alis Ryuga tertaut semakin erat. “Nanti setelah jam kerja saya selesai. Pak Ryuga bisa menemui saya lagi,” beritahu Claudia dengan suara yang serak. 

Claudia kemudian menjelaskan, masih dengan suara yang hampir seperti ingin menangis, “Ini hari pertama saya mengajar, Pak Ryuga. Saya akan langsung dipecat jika membolos di hari pertama saya bekerja. Tolong pahami situasi saya, Pak ….”

Sesaat Ryuga terdiam lalu melepaskan Claudia dan bertanya, “Jam berapa?”

Mata Claudia berbinar melihat Ryuga akhirnya mengalah. “Tujuh! Jam tujuh malam!” seru Claudia dengan semangat.

Setelah mendengar itu, Ryuga lalu berbalik menuju pintu tangga darurat–tempat keduanya masuk. Saat tangannya mendarat pada pegangan pintu darurat, Ryuga melirik Claudia sedikit. 

“Jangan berpikir untuk lari, Claudia Mada. Itu … percuma.”

Usai mengatakan hal tersebut, tubuh Ryuga lantas sepenuhnya menghilang dibalik pintu. 

Sontak, tubuh Claudia yang masih menempel di dinding merosot pelan. Dia akhirnya bisa bernapas lega.

Namun, mengingat ancaman Ryuga dan juga tatapan mata pria itu, tubuh Claudia menggigil dan dia pun menggigit bibirnya. “Claudia gila … kamu melibatkan dirimu dengan siapa!?”

**

Selepas meninggalkan ruang tangga darurat, Claudia kembali ke ruangan dosen dengan langkah gontai.

Begitu dia membuka pintu, sosok Claire yang sibuk menatap layar komputer langsung teralihkan. “Clau!” Wajahnya tampak kesal. “Kenapa lo lama banget sih di ruangan Dekan?! Kan gue cuma minta lo buat kasihin hampers doang!”

Claudia meringis sedikit dengan sikap Claire, tapi dia tetap menjawab singkat, “Diajak bicara sama Bu Dekan, Claire. Aku nggak bisa nolak.”

Tidak puas dengan jawaban Claudia, Claire pun berkata, “Gara-gara lo nggak ada, Bu Desi minta gue buat ngecek tugas jurnal mahasiswanya nih!”

Sontak Claudia mengalihkan wajahnya menuju layar komputer untuk sesaat, sebelum akhirnya kembali menatap Claire. “Oh, ya … namanya juga dosen baru, Claire. Anggap itu latihan dari senior aja,” balas Claudia sembari tersenyum menjelaskan.

Dibalas begitu, Claire merasa tidak terima. Namun, beberapa detik kemudian tatapan kesal itu berubah menjadi senyuman penuh arti.

“Oh, latihan ya? Benar sih,” ucap Claire. Akan tetapi, kemudian dia menambahkan, “Eh tapi lo juga dosen junior, jadi perlu latihan seperti gue ‘kan? Ya sudah, kita bagi dua saja tugasnya.”

Claudia mengerjapkan mata. “Hah?”

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status