Bagian 43
PoV Haris
Terpaksa Menikah Demi Menutupi Borok
Waktu terus berjalan. Kasus Mama terpaksa ditutup dan investigasi berhenti begitu saja sebab kematiannya yang telah dikonfirmasi ke pihak rumah sakit setempat ternyata memang dinyatakan benar. Aku yang semula berpikir bahwa ini hanyalah sandiwara belaka, mau tak mau mulai mempercayai apa yang diungkapkan oleh pihak kepolisian Indonesia. Mama sudah mati. Dimakamkan di negri singa tersebut.
Aku dan Fitri pun telah mengunjungi makam beliau sebanyak dua kali saat liburan bersama di sana. Dengan seizin Papa tentunya. Makam tersebut berada di komplek pemakaman muslim. Tak ada yang aneh pada makam tersebut. Sama saja seperti makam-makam lainnya. Pada akhirnya, aku pun kini mulai percaya 100% bahwa memang Mama telah tiada.
&nbs
Bagian 44PoV GitaJay’s Story Malam itu, kami makan bersama di sebuah restoran Indonesia yang berada di sebuah pusat perbelanjaan terkenal di Orchard Road. Suasana saat ini terasa begitu semarak. Bagaimana tidak, aku yang baru saja mengalami hal paling buruk di dalam hidup, tiba-tiba saja diselamatkan oleh orang-orang yang semula sama sekali tak kukenal, bahkan sampai diajak berjalan-jalan segala pula. Sungguh trauma healing yang cukup membuatku mampu mengalihkan perhatian dari sakitnya penganiayaan yang sempat dilakukan oleh Papa dan Amalia. Pak Setya, Aga, Agni, dan Jay mengelilingiku di meja berbentuk persegi panjang dengan kursi-kursi bersandaran nyaman. Pak Setya selaku orang yang mentraktir kami malam ini, menyuruhku untuk memesan apa saja. Aku yang sebenarnya sedang tak begitu nafsu makan, mau tak mau harus me
Bagian 45Perjumpaan dengan Gita Si Perawan TuaPoV Haris Malam itu juga, aku langsung berpikir keras untuk mencari sebuah solusi. Ya, sebuah pemecahan untuk masalah yang kubuat sendiri. Sial! Aku seketika jadi muak terhadap diriku sendiri. Mengapa sih, aku sampai seceroboh ini? Sungguh, tak tenang aku apalagi saat besok harus berjumpa dengan Fadil di kafe. Apa yang bakal dikatakan anak itu kepada orang-orang? Duh! Segera aku keluar dari mobil. Berlari cepat aku memasuki hotel berbintang yang telah berdiri kokoh di depan mata. Sudah sampai ke mari, setidaknya aku harus menginap saja sekalian. Biarlah Fitri hanya berdua dengan Papa di rumah. Pikiranku sedang buntu saat ini. Aku butuh menyendiri untuk mencari ilham. Kupesan sebuah kamar untuk melepas pe
Bagian 46Rencana LicikPoV Gita “Okay. My pleasure (dengan senang hati). Can you show me the pohoto of your mom? (dapatkah kau menunjukkan foto ibumu?) Who’s her name? (siapa namanya?).” Aku bertanya mendetil pada Jay. Lelaki itu lalu merogoh saku celana denimnya. Mengambil ponsel dari dalam sana. Sibuk mengusap-usap layar dengan mimik yang serius. Tak lama kemudian, Jay menunjukkanku sebuah foto. Tampak sebuah gambar hasil scan yang warnanya khas tahun 90’-an akhir. Berwarna, tapi sebab sudah disimpan lama, ada bekas-bekas cacat di tepinya. Seorang wanita berambut megar sepinggang dengan celana jin yang bagian bawahnya mengembang dan baju kaus lengan panjang berwarna biru gelap yang dimasukkan ke dalam, tengah berdiri di depan air mancur patung Singa yang menjadi ikon negara Singapura. Wajah peremp
Bagian 47PoV HarisKencan Pertama dengan Tujuan Keesokan harinya, aku bangun agak siang sebab sampai larut malam chatting dengan Gita. Minggu pukul 10.00 pagi menjelang siang, kuputuskan untuk check out dari hotel tanpa mandi. Kutengok sekilas ponsel saat sudah berada di dalam mobil. Fitri tak hentinya melakukan panggilan. Puluhan chat dia kirim, demi menyuruhku untuk pulang. Aku bergeming. Terus saja menyetir dengan perasaan tak berdosa. Untuk pertama kalinya, aku benar-benar mengabaikan anak itu. Bukan apa-apa. Pikiranku bahkan masih kalut tentang kejadian semalam. Bayangan akan Fadil yang bisa saja berbicara tidak-tidak kepada orang kafe, terus berkelebat di kepala. Aku takut. Bukanlah hal tersebut sepele menurutku. Nama baik dan reputasiku akan menjadi taruhannya. Aku memang memiliki kelainan, tapi kelainan tersebut se
Bagian 48PoV HarisMenggertak Fadil Siang itu kafe Antariksa dihebohkan dengan kedatangan wanita yang kugadang-gadang sebagai calon istriku. Semua orang terlihat sangat antusias, kecuali Fadil. Lelaki itu sama sekali tidak bereaksi. Membuatku geram sekaligus penasaran. Apa mau dari pria tersebut? Perbincangan dengan Gita kunilai sangat membosankan. Pantas wanita itu lama sendiri. Dia adalah perempuan yang sangat membosankan. Tidak cukup asyik. Apalagi aku adalah tipikal pria yang sebenarnya dingin dan mudah kehabisan topik pembicaraan. Terlebih pikiranku masih saja dihantui bayang-bayang akan Fadil yang sedari tadi kuperhatikan terlihat sangat cuek bebek. “Mas Haris, masalah yang tadi … maksudnya apa, ya?” Gita tiba-tiba saja berta
Bagian 49PoV GitaPulang Bersama Jay Pagi-pagi sekali aku bangun bersama sosok Agni yang tak hentinya bersikap bak malaikat penjaga yang baik hati. Gadis itu benar-benar sangat welcome dan memberikan perhatian yang besar kepadaku, bagaikan kami ini adalah saudara yang sangat dekat. Dia bahkan memberikanku pakaian yang sangat bagus untuk penerbanganku hari ini bersama Jay dan pihak kepolisian RI yang menjemput kami. Dress selutut berwarna merah cerah dengan lengan panjang dan ikat pinggang kulit seukuran ibu jari itu sangat pas di tubuhku. Agni juga menata rambutku dengan cukup cantik. Dia memblownya dengan hair dryer dan roll rambut sehingga mempertegas ikal di rambut sebahuku. Wanita itu juga mempersilakan aku untuk berdandan menggunakan alat make up-nya. Aku benar-benar merasa begitu sangat tertolong dengan kehadiran sos
Bagian 50PoV GitaMenuntaskan Semua “Tidak. Kami tidak pernah kenal orang dengan nama Wati,” kata Ibu sambil menatapku dalam. “Iya. Bapak juga tidak kenal.” Aku hampir down sendiri. Maka, akan semakin sulitlah pencarian ini. Kuperhatikan ke arah Jay. Lelaki itu sepertinya paham dengan ucapan kedua orangtuaku. Mukanya yang semula cerah, berubah jadi mendung. Kasihan dia. Lelaki itu pasti berpikir bahwa langkahnya akan sulit. “Be patient, Jay. Kita akan tetap cari sama-sama,” kataku sambil menepuk-nepuk pundaknya. Jay hanya bisa tersenyum lelaki berwajah oriental dengan matanya yang sipit tersebut menyunggingkan sebuah senyum tipis. Senyuman ya
Bagian51PoV GitaReka Ulang Adegan Selesai melapor ke pihak kepolisian tanah air, aku akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan beristirahat sejenak, sebelum besok diharuskan untuk menghadiri reka ulang adegan kembali. Hatiku yang semula sudah mulai tenang, kini gonjang ganjing lagi. Seharusnya, hari ini kami bisa pulang ke rumah orangtuaku bersama Jay. Namun, ternyata keadaan tak memungkinkan. Kami semua akhirnya memutuskan untuk menginap di sebuah homestay berupa sebuah rumah dengan pemandangan indah dan kolam renang bak vila-vila mahal. homestay tersebut memiliki total lima kamar. Yang mentraktir tentu saja Gity dan Arman. “Jay I’m so sorry. Sepertinya kita akan beberapa hari di sini. Kamu bisa bersabar, kan?” tanyaku pelan-pelan dengan berbahasa Indonesia, agar membiasakan pemuda tersebut.