Share

Bab 5 Lailah Latifah Terpojokkan

Lailah Latifah mengincar untuk merendahkan Amanda Santika karena mereka berasal dari sekolah yang sama. Mereka magang di perusahaan yang sama dan diterima di waktu yang bersamaan. Mereka juga menyukai orang yang sama.

Artinya kemanapun mereka menjadi pusat perhatian, orang-orang akan membandingkannya. Baik di sekolah atau di perusahaan, tetapi Amanda Santika lebih unggul daripada Lailah Latifah. Inilah mengapa Lailah Latifah sangat membenci Amanda Santika.

Namun, alasan utamanya sebenarnya adalah Raiden. Lailah Latifah sangat mencintai Raiden ketika mereka masih di sekolah. Dia bahkan mengaku pada Raiden, tapi sayangnya dia ditolak.

Amanda Santika tidak mengetahui hal ini karena dia hanya menatap Raiden dan yang lainnya tidak penting.

Di kehidupan sebelumnya, Amanda Santika dijatuhkan harga dirinya oleh Lailah Latifah ketika dia sampai di perusahaan. Kejadian malam sebelumnya sudah mengguncangnya.

“Apakah kalian yakin jika wanita yang berada di foto itu adalah diriku?” tanya Amanda Santika membela dirinya.

“Ya, kami yakin wanita yang ada di foto ini adalah kamu!” jawab salah satu karyawan memperkeruh suasana.

Amanda Santika berusaha tetap tersenyum dan tenang menghadapinya lalu berkata, “Bisa saja wanita yang berada di foto itu hanya mirip denganku”

Amanda Santika terus menjelaskan dirinya sendiri, tetapi tidak ada yang mau mendengarkannya. Pada akhirnya, gambaran inilah yang mengirimnya ke jurang yang dalam. Demikian pula, Lailah Latifah juga yang menghasilkan gambar ini di kehidupan sebelumnya.

Saat itu, Amanda Santika berada di ambang kehancuran. Dia membiarkan dirinya ditegur dan dihajar.

Namun, kali ini, Amanda Santika bisa mengendalikan dirinya sendiri. Dia tidak akan dibawa ke jalan yang salah ini lagi. Dia memutuskan untuk mengubah nasibnya karena dia diberi kesempatan kedua kembali ke masa lalu. Dia perlu menjadi lebih baik tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk calon anaknya.

Ketika Lailah Latifah menunjukkan gambar itu, orang lain kembali sadar.

Para karyawan wanita itu memandang Amanda Santika dengan sarkasme dan penghinaan dengan berkata, “Bukankah dia bilang dia bukan pelacur? Lalu bagaimana dengan gambar ini? Apa yang bisa dia katakan sekarang?”

“Seseorang tidak boleh menilai buku dari sampulnya. Amanda Santika menampilkan dirinya secara normal sebagai gadis yang baik. Tapi dia sebenarnya adalah wanita mesum yang tidak memiliki harga diri. Dia adalah seorang pelacur, dan dia bahkan akan menerima klien yang paling jelek demi uang,” ucap karyawan wanita lainnya.

“Aku tidak menyangka wanita secantik dia melakukan perbuatan tercela ini,” pekik salah satu karyawan pria sambil menatap tajam ke arah Amanda Santika.

Namun, sebagian besar pikiran wanita ini diwarnai oleh rasa cemburu.

Reaksi para pria agak berbeda. Meskipun ekspresi mereka juga dipenuhi dengan rasa jijik, pasti ada alasan yang mendasarinya.

“Karena Amanda Santika bersedia menghadapi pria jelek seperti itu, dia akan dengan senang hati menjual jasanya kepada pria normal seperti kita!” ucap para karyawan pria berbisik tetapi terdengar oleh Amanda Santika.

Maulana, yang berdiri di samping Amanda Santika, matanya berbinar. Dia telah melihat banyak keindahan dalam hidupnya. Amanda Santika hanya bisa dianggap biasa di matanya.

“Apakah benar wanita ini telah melakukan pekerjaan kotor diluar sana? Ah... Aku tak tahu,” ucap Maulana di dalam hatinya sambil sesekali mengusap lehernya karena dia bingung ingin berbuat apa.

Namun, yang membuat Maulana tertarik adalah pada Amanda Santika adalah tampaknya di dalamnya memiliki kombinasi kemurnian dan kekejaman dalam dirinya.

Bibir Maulana membentuk senyuman untuk menunjukkan ketertarikan pada Amanda Santika. Dia menangkap perubahan sikap orang banyak terhadap Amanda Santika saat mereka berubah dari meremehkan menjadi terkejut.

Dengan pemahamannya tentang sifat manusia, Maulana yakin wanita ini bukanlah orang yang mudah bersikap baik.

Namun, masih ada sesuatu yang mengganggunya. Amanda Santika seharusnya hanya menjadi pekerja kecil di perusahaan ini. Dia tidak penting, jadi mengapa seluruh perusahaan memusuhi dia? Apakah ada cerita di baliknya?

Maulana ingin tahu bagaimana wanita itu akan menghadapi apa yang disebut sebagai bukti baru ini.

“Aku penasaran apa yang akan dikatakan wanita ini ketika dia melihat bukti foto ini yang sepertinya sangat sulit untuk menyangkalnya,” ucap Maulana di dalam hatinya sambil melirik ke wajah Amanda Santika dan menunggu apa yang dia akan katakan.

Sekarang Amanda Santika tidak menyangkal apapun. Sebaliknya, dia menatap Lailah Latifah dengan senyum tipis di wajahnya lalu berkata, "Lailah Latifah, apakah kamu menguntit kemana aku pergi? Kalau tidak, mengapa kamu memiliki begitu banyak fotoku di ponselmu? Dengan ini kamu bisa dipidana sebagai perbuatan tidak menyenangkan."

Lailah Latifah sudah menyiapkan jawabannya. Dia kebetulan berada di hotel ketika dia tak sengaja bertemu. Namun, Amanda Santika tidak memberinya kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya lalu Amanda Santika berkata, "Oh, aku tahu. Kamu pasti iri padaku. Aku mendengar dari Raiden bahwa kamu mengaku mencintainya, Bukan?"

Wajah Lailah Latifah langsung memutih pucat begitu Amanda Santika mengungkapkan informasi ini. Yang lain memandang Lailah Latifah dengan ekspresi aneh. Sebenarnya semua karyawan tidak mengetahui hal itu.

“Aku baru tahu jika Lailah Latifah menyukai Manajer Raiden,” ucap salah satu karyawan mencibir Lailah Latifah

Lailah Latifah panik dan mencoba menjelaskan dirinya sendiri, "Kamu... kamu berbicara omong kosong! Dia berbohong!"

Semua orang yang menonton saling bertatapan satu sama lain. Mereka menilai Lailah Latifah yang berbohong dan Amanda Santika yang berkata benar.

Lailah Latifah memang menyukai Manajer Raiden, tetapi hal itu tidak bisa diungkapkan karena dia tahu bahwa putri ketua perusahaan Grup Solusi Sinergi juga menyukai Manajer Raiden. Wanita itu adalah Wayan, dia sangat cemburu dan kejam bagi siapa saja yang mendekati Manajer Raiden. Jika Wayan mengetahui Lailah Latifah menyukai Manajer Raiden, hidupnya akan berakhir!

Amanda Santika tertawa kecil lalu berkata, "Kafetaria sisi jalan. Apakah itu menarik untukmu?"

Begitu Amanda Santika mengatakan itu, pupil mata Lailah Latifah mengecil. Wajahnya yang pucat menjadi semakin putih pucat, dan dia tidak bisa menahan diri untuk mundur setengah langkah.

Semua orang memperhatikan perilaku Lailah Latifah yang tidak normal.

Mata Lailah Latifah melotot ketakutan dan sepertinya tidak bisa berkata-kata. Ketika dia akhirnya menyadari orang lain sedang menatapnya, dia segera menenangkan diri.

Dia menekan rasa panik di dalam hatinya dan berteriak kembali, "Aku tidak mengerti maksudmu! Amanda Santika, jangan ubah topik pembicaraan! Kamu telah melacurkan dirimu dengan pria lain. Bagaimana kamu bisa menghadapi Manajer Raiden? Semua orang tahu jika Manajer Raiden yang baik bagimu. Tapi kamu berselingkuh dengan pria jelek. Manajer Raiden sangat tampan. Dia pasti buta untuk mencintai orang sepertimu!"

Lailah Latifah menjadi lebih gelisah. Dia terus mengumpat, "Siapa yang membuatmu iri pada Manajer Raiden? Aku memang pernah minum kopi bersamanya. Tapi kita adalah rekan kerja. Bagaimana bisa kamu memfitnah aku seperti itu?"

Kata-kata Lailah Latifah tidak menyenangkan, tapi Amanda Santika hanya tersenyum santai meresponnya.

Alih-alih marah, Amanda Santika tenang dan santai meresponnya dengan berkata, "Sepertinya aku telah menyinggung hal sensitif di dirimu, ya? Selain itu, aku tidak menyebutkan apa pun tentang kencan minum kopi antara kamu dan Manajer Raiden. Apakah aku harus mengatakan yang sejujurnya? Rasa bersalahmu saja sudah menjelaskan semua itu."

Amanda Santika tidak menunggu jawaban Lailah Latifah. Ekspresi Amanda Santika berubah menjadi jijik dan benci lalu berkata, "Lagi pula, jika kamu sangat menyukai si brengsek itu, aku akan memberikannya padamu. Bagaimana? Apakah kamu suka dengan keputusanku?"

Pada saat itu, Raiden dan Wayan keluar dari lift. Mereka mendengar kalimat terakhir Amanda Santika dan bergegas menghampirinya.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status