“Kenapa orang-orang tidak percaya kepada kita jika di timur kota terdapat celah keluar dari beteng?” Aku terus mengajak mereka mengikuti ku tetapi mereka enggan untuk keluar dari sini.
“Ayo Nerva kita cari Abdullah dan Ruqqayah, barangkali mereka sudah di depan celah yang kamu beritakan padaku.” Hasan mengajak agar kami berempat bisa berkumpul dan memikirkan rencana keluar dari beteng.
Aku kemudian kembali menuju ke tempat kuda yang Ibundaku janjikan yang lokasinya dekat dengan celah di bagian timur. Berkali-kali tentara Mongol melemparkan manjanik ke arah kota sehingga seisi kota menjadi berantakan. Banyak mayat-mayat yang tertimpa reruntuhan. Rumah-rumah terbakar, dan para Ibu kehilangan anaknya.
“Apakah benar kesini jalannya?” tanya Hasan
“Ibuku bilang di sebelah timur ada pegunungan, tetapi kenapa hanya ada beteng dan kemudian padang pasir......” tanyaku kesal karena aku telah dibohongi oleh Ibuku.
<Kami terus menerjang barisan musuh dan selalu berusaha mengawal Shah hingga kami hampir keluar dari pasukan pengepung. Aku terus memacu kudaku dengan terus memanah setiap kali aku memiliki kesempatan. Dan dari belakang kami selalu dihujani anak panah hingga kakiku terkena anak panah yang menyasar. Saat ini pasukan pengawal Shah masih tersisa 100 orang dengan masing-masing membawa luka anak panah yang terus kami tahan rasa sakitnya.“Matahari sudah hampir terbit, kita harus segera keluar dari pasukan pengepung!” Perintah komandan prajurit pelindung Shah baris depan.Tentara Mongol mulai mengumpulkan kekuatan dan mulai mengejar sisa-sisa pasukan pelindung Shah. Kami tidak mengetahui lagi bagaimana nasib pasukan yang menjadi umpan. Apakah mereka sudah binasa ataukah ada keajaiban yang tidak disangka-sangka.“Mereka mulai dekat dengan kita, komandan.”“Sekarang pergilah dahulu bersama Shah dan beberapa pasukan pelindung, kita ham
Aku tidak merasa enakan dengan Abdullah karena telah menggendongku sejauh ini setelah kami mendarat kembali di daratan. Disamping rasa sakit yang ia derita pada lengannya, kini dia harus menanggung capek perjalanan jauh ke arah barat daya. Aku melihat Ruqqayah menertawakanku di jauh.“Sudahlah Abdullah, aku sudah baikan kali ini, sekarang berhentilah menggendongku!” Perintahku kepada pelayanku yang umurnya sudah hampir sepuh.“Aku sangat khawatir kepadamu, Tuan, karena kamu terlihat belum pulih secara sempurna, nanti bagaimana jika terjadi pendarahan jika kamu terus memaksakan diri berjalan?” Abdulllah bersikeras pada pendiriannya.“Kamu seperti anak kecil Nerva.” Tawa Ruqqayah.“Abdullah! Engkau membuatku malu! Cepat turunkan aku, jika tidak ,nanti aku tidak memberimu jatah kurma.”“Jangan begitu Tuanku, kalau terjadi apa-apa terhadapmu, aku nanti akan dimarahi oleh Nyon....”“Ibuk
Saat Abdullah membuka tempat minum yang ia rampas, lalu dia mencium bau minumannya.“Astaga, ini adalah minuman keras, dan ini kurasa berasal dari fermentasi perasan anggur.” Abdullah menutup kembali tempat minum itu dan membuangnya.“Apakah kita tidak diperbolehkan meminumnya?” Aku bertanya penuh penasaran.“Tidak boleh anakku, nanti engkau akan mabuk!” Jelas Abdullah sembari melotot dan mengangkat alisnya yang tebal.“Mabuk?” tanyaku penuh heran“Hilang kesadaran dan engkau akan berbuat dosa.” Tutur Abdullah kepadakuSuasana yang panas dan dahaga yang menyerang membuat kami sedikit lemah dan kurang bersemangat. aku pun melihat dari jauh ada mata air yang banyak.“Lihat, ada mata air! Ayo Abdullah, Ruqqayah kita kesana!”“Itu bukan mata air. Itu fatamorgana Nerva.” Ruqqayah kurasa lebih paham daripada Abdullah.“Bukan Istriku Itu mata air. Lihat! It
Hari sudah semakin sore dan belum ada tanda-tanda adanya sebuah kota yang bisa kita gunakan untuk menetap. Kami sekarang sudah memasuki wilayah Abbasiyah dan terus berjalan sembari melihat sekitar.“Lihat itu ada karavan” Aku menjadi sangat senang dengan bertemu orang yang masih hidup dari kejaran Mongol.“Ayo kita kesana, Nerva ....” Ruqqayah juga ingin segera kesana dan berkumpul dengan mereka. Lalu kami menghampiri mereka sembari melambaikan tangan.Setelah sampai disana aku melihat banyak orangtua, anak-anak dan perempuan yang memiiki luka yang banyak. Kurasa mereka berhasil kabur dari tentara Mongol.“Assalamua’alaykum, bolehkah kami bersama kalian sejenak?” tanyaku kepada mereka. Lalu salah seorang anak kecil yang paling dekat kepadaku menyapaku dan menjawab salam.“Wa’alaykumussaam, Tuan, darimana asal kalian?”“Kami dari Benteng Urgench sedang berjalan menuju Baghdad, apakah
Minumanku yang diberikan Abdullah kepadaku kini berubah rasa menjadi anyir seperti lemak kambing. Kemudian aku tanyakan kepada Abdullah“Kenapa minumanku berubah seperti lemak kambing, wahai Abdullah, apakah kamu campur dengan lemak?”“Kamu kan sudah pernah merasakan pertama kalinya, segar bukan? Itu karena ada kekurangan dari tempat minum yang dibuat dari kulit hewan.” Jelas Abdullah kepadaku.“Lalu bagaimana ini, apakah harus aku buang?” Aku merasa jijik dengan tempat minum ini.“Tidak mengapa, selama perjalanan masih jauh pakailah saja, jika sudah menemukan penjual tempat minum yang tidak dilarang islam maka boleh kamu membelinya. Kurasa tempat minum dari kaca lebih bagus, kalau tidak ya tempat minum dari bambu yang dijual oleh pedagang timur.”“Ide yang bagus, Abdullah.” Aku menyetujui ide Abdullah.“Memang tempat minum apa saja yang dilarang oleh islam?” tanya ku penuh keherana
“Semuanya lekaslah berkumpul kemari di dekatku.” Aku memberi aba-aba kepada semua pengungsi yang kebanyakan mereka memencar di sekitar lembah.“Ayo semua, dengarkanlah gadis ini dan ikutilah.” Seorang janda 30 tahun mendukung untuk mengikuti perintahnya.“Dia menantu tuan Aida, namanya Ruqqayah, ayo dekati anak itu dan dengarkan apa yang ia katakan.” Salah satu sesepuh laki-laki memukul-mukul tongkat dan menyuruh mereka untuk segera berkumpul.Tidak tersisa seorang lelaki yang kuat menyandang pedang yang tampak di antara para pengungsi. Hanya ada anak-anak, perempuan, dan orang tua. Kami hanya bisa menunggu kapan suamiku, paman Abdullah, dan mertuaku Aida akan pulang kembali. Mega masih terlihat warna merah yang semburatnya tinggal sebentar lagi akan lenyap menuju waktu isya’.“Aku mendapat perintah oleh ayah mertuaku Aida agar membacakan surat al-Baqarah. Harap dengarkan dengan seksama wahai kaum muslim supaya kali
“Ayo lewat sini anak-anak, pelan-pelan dan tetaplah bergandengan tangan.” Aku harus tetap menjaga anak-anak itu agar tetap aman dan selamat hingga sampai ke tempat pengungsian.“Kakak, kami kelaparan.” Rintih anak yg paling bongsor diantara mereka.“Sambil jalan ayo makanlah kismis kering ini pelan-pelan. Temannya jangan lupa diberi ya.” Lalu aku memberikan satu genggam kismis yang ada di dalam tas kulitku untuk aku bagi kepada anak-anak kecil itu.“Waaa.... Terimakasih..nama kakak siapa.?” Ucap syukur anak-anak pemberani ini atas apa yang aku beri, lalu mereka penasaran siapa namaku.“Panggil saja kak Nerva, hehehe.”Ayahku mencari-cari keberadaan penyihir itu yang telah berbuat jahat terhadap anak-anak itu. Melihat banyaknya mayat dan tengkorak di dalam rumah maupun di halamannya membuatku menyimpulkan jika penyihir itu tidak hanya membunuh anak-anak saja, tetapi orang dewasa juga.“Abd
Pengepungan benteng ibukota Kwarezmia Urgench, berakhir gagal total bagi para tentara Mongol. Kegagalan mendapatkan kepala Shah membuat mereka tidak bisa tidur berhari-hari, khawatir jika pemimpin Khwarezmia menyusun rencana balasan, atau hendak meminta bantuan kepada aliansinya, terlebih negeri Islam.Dan kini mereka masih bertempur dengan sporadis terhadap pasukan Khwarezmia mati-matian. Dibunuh atau membunuh. Itulah jalan satu-satunya mereka bertempur. Jika mereka lari, maka keluarga mereka di dataran merah Mongolia akan menjadi santapan elang gunung setelah dinodai kehormatannya."Wahai prajurit berbadan besar, engkau begitu kuat dan belum pernah aku melihatmu, tiada satupun anak panah mengenaimu kecuali terpental, tiada yg menghadangmu puluhan prajurit namun tiada satupun yg tersisa melainkan mati dengan mudah, siapa namamu!" Tanya prajurit veteran Kwarezmia terhadap seorang yg ia anggap aneh itu."Namaku adalah, Hasan!" Sambil menyilangkan kakinya diatas tumpukan tengkorak pasu