"Ibu perhatiin, kamu dengan Angkasa udah semakin dekat?" Rose sedang makan siang dengan Ulfa saat ini. Ulfa hanya tersenyum malu mendengarnya, Ulfa menuruti saran Rose untuk selalu mengirim pesan pada Angkasa. Lama-lama Angkasa membalas juga pesannya. Awalnya memang Angkasa masih tidak peduli. Sekarang malah Angkasa dulu yang mengirim pesan padanya. "Iya, Bu. Mas Angkasa udah mau jemput aku pulang kerja, hampir tiap hari," jawab Ulfa jujur. Kalau sampai Aluna tahu semua ini, pasti hancur perasaan Aluna. Dia berpikir kalau Angkasa begitu setia dengannya, tidak bermain hati tetapi Angkasa tergoda juga dengan kelakuan Ulfa.Ulfa sangat tahu Angkasa punya istri dan anak, tetapi masih saja menggoda suami orang. Sepertinya senang kalau dijadikan Angkasa istri kedua. Angkasa jelas tidak akan mau menceraikan Aluna karena dia mencintai istrinya. "Iya bagus deh, Ibu dukung kamu menikah dengan Angkasa, bila perlu kamu bujuk Angkasa buat cerai dengan Aluna. Gak suka Ibu dengan Aluna itu, sudah
Bukan Aluna cemburu pada Ulfa tetapi apa harus Angkasa menjawab telepon wanita itu dengan menjauh darinya, takut sekali kalau Aluna mendengar apa yang Ulfa dan Angkasa katakan. "Mas, kamu jalan dengan Mbak Aluna?" Kenapa Angkasa harus jujur dengan Ulfa, untuk apa dia jujur pergi dengan istrinya sendiri. Ulfa ini bukan siapa-siapa untuk Angkasa. Dia menjemput Ulfa kerja, itu hanya karena menghindari pertengkaran dengan Ibunya. Angkasa capek kalau harus selalu ribut terus. Makanya dia turuti saja. Sepertinya Ulfa menganggap kedekatan di antara mereka berbeda. Angkasa sepertinya salah menuruti kemauan ibunya. "Iya, Ul. Kenapa?" tanya Angkasa sambil melirik Aluna dan anaknya sedang menikmati liburan mereka. "Gak apa, Mas. Aku pikir, Mas Angkasa sudah gak baik dengan Mbak Aluna, makanya deketin aku," ucap Ulfa dengan begitu beraninya. Dia juga mau tahu, selama ini Angkasa menganggapnya apa. Wanita yang spesial atau hanya teman ngobrol. "Oh gak Ul, aku sayang istri dan anakku, maaf ka
"Lihat istrimu Angkasa, kurang ajar! Setiap Ibu ngomong selalu di jawab sama dia, inilah kalau tidak ada orang tua, tidak ada didikan yang benar," ucap Rose sambil menunjuk wajah Aluna. Aluna menatap tajam wajah Rose. Berdesir darahnya, berdebar jantungnya. Dia bukan tidak ada didikan tetapi capek menghadapi mertua yang tidak punya hati dan mulut yang berlebihan membicarakan keburukannya. Sebenarnya apa salah Aluna? Karena dia tidak punya orang tua, karena miskin makanya dihina terus menerus seperti ini. Dia mampu berhasil, selama ini Aluna terlena. Dia hidup dalam naungan Angkasa karena tahu suaminya mencintainya. Aluna diam saja saat Mertua dan Kakak Iparnya mengumpatnya habis-habisan. Tidak ada yang membelanya. Angkasa saja diam dan hanya membiarkan Aluna dan Ibunya bertengkar tanpa menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi atau Angkasa beritahu kalau Aluna itu sudah pilihannya dari awal. "Iya, Bu. Aku salah didikan, dulu, sebelum aku menikah dengan Mas Angkasa, aku wanita yang pen
"Jangan, dia mau sekolah, ya! Memang kamu ada uang buat sekolahin dia, ada kamu?" Rose menjelitkan matanya menantang Aluna. Selama ini dia diam-diam bergerak, membuat bisnis dan melebarkan sayapnya, semua usaha apa pun itu, Aluna geluti demi mendapatkan uang yang cukup untuk menghidupi Rangga. Sekarang dia punya tabungan yang banyak, dia percaya anaknya akan lebih baik hidup dengannya daripada hidup dengan mertua dan suaminya. "Ada Bu! Aku punya usaha, aku ini kerja bukan pengangguran. Aku memang bukan wanita karir seperti Ulfa yang setiap hari Ibu bangga-banggakan tetapi aku berani bertaruh, masih besar pendapatanku yang hanya berjualan nasi ini daripada dia yang kerja di ruangan AC!" Mulut Aluna sudah tidak bisa lagi dikontrol, sakit hatinya. Dia ingin agar Rose tahu, dia juga manusia. Jangan selalu merendahkannya karena Aluna juga bisa membela dirinya. Saat tidak ada satu orang pun yang membelanya, Aluna akan berdiri pada garis paling depan, memberikan tubuhnya sendiri untuk dib
Mana ada seorang ibu yang tega meninggalkan anak dan suaminya. Mana ada di dunia ini. Mana ada seorang ibu yang mau melihat anaknya menangis dan menyiksa fisik maupun batinnya. Tidak ada! Seorang Ibu, berharap kebaikan untuk anaknya, menginginkan anaknya mendapatkan prestasi yang tinggi, segala macam pun dia gunakan bahkan sampai dia harus kelaparan. Ibu harusnya begitu. Aluna bukan tega meninggalkan anaknya. Angkasa membawa Rangga kabur, Aluna tahu itu bentuk pertahanan Angkasa agar Aluna tidak meninggalkan mereka. Angkasa sudah salah pada Aluna. "Pulanglah, Sayang!" Angkasa mendapati Aluna tidak ada lagi di rumahnya dan semua barang tidak ada sisa. Satu helai baju pun tidak ada yang Aluna tinggalkan. Itu kalau Angkasa mau tahu keseriusan Aluna berpisah dengannya. "Kenapa, Mas? Butuh denganku?" Aluna menahan gemuruh hatinya, saat ini dia sudah pada titik terlelah dan ingin menyerah. Mertuanya tidak seperti mertua lain, Mertuanya berbeda, tidak suka dengannya dan bahagia dengan p
Sekarang Aluna berusaha menikmati hidupnya. Tidak benar memang, dia meninggalkan anaknya tetapi Aluna juga ingin bahagia. Pikirannya ingin tenang, ingin seperti wanita lain yang bisa tertawa, berkumpul dengan teman, pergi ke mall dan dengan cara bahagia lainnya. Aluna sangat senang kalau Angkasa menyerahkan Rangga kepadanya tetapi sepertinya Angkasa juga begitu keras. Angkasa tidak lagi menghubunginya, Aluna pun tidak. Jangan tanya kalau soal rindu dengan Rangga. Sangat! Hanya saja Aluna sedang menempah hatinya untuk tidak lemah. Memang Ranggalah yang menjadi penghalang Aluna untuk meninggalkan Angkasa. Kalau tidak ada Rangga dalam hidupnya, sudah lama Aluna pergi meninggalkan Angkasa. "Bu, udah lama Ibu gak pulang, ada sebulan. Gak kangen dengan Rangga?" tanya salah satu pembantu yang menemani Aluna mengembangkan bisnisnya. Jelas saja rindu tetapi apalah daya Aluna yang hanya bisa memandang foto Rangga. Aluna putuskan kalau Angkasa menikah lagi, Aluna akan ambil Rangga. "Ada sam
Aluna diam di dalam kamarnya, besok adalah sidang pertamanya dengan Angkasa. Sedih sebenarnya yang Aluna rasakan. Tidak ingin dia semua perjalanan hidupnya bersama dengan Angkasa berakhir di meja hijau. Angkasa masih berharap Aluna pulang tetapi Aluna tidak bisa. Rose pasti berpikir Aluna tidak punya uang makanya pulang tetapi begitu picik kah pikiran Aluna. "Mama mikirin Rangga," gumam Aluna sambil melamun melihat ke luar jendela dan bulan sabit malam ini. Tidak lama, ada yang mengetuk pintu rumahnya. Aluna pun bergegas merapikan daster dan membuka pintu. "Mamaaaa!" teriak Rangga sambil memeluk Aluna. Sedih sekali Aluna, dia merindukan anaknya. Rangga di antar oleh Angkasa karena Rangga sudah tidak sabar lagi bertemu dengan Mamanya. "Mama jangan tinggalin Rangga sama Papa, Ma. Mama gak sayang dengan Papa? Coba Mama bilang sayang dengan Papa?" Aluna tidak mau mengatakan itu, sedangkan Angkasa berdiri di luar sana tidak masuk. Dia terus melihat Aluna dan kebersamaannya dengan Rang
"Ngapain nuruti kemauan Aluna, mau rujuk kamu sama dia?" tanya Rose. Angkasa sudah mengatakan kalau dia akan mencari rumah yang sedikit lebih jauh, kali ini Angkasa akan mengalah demi keutuhan rumah tangganya dengan Aluna. Hanya saja tidak mendapatkan izin dari seluruh keluarganya. "Dia yang pergi, ngapain dia minta kembali lagi sama kamu, memang gak ada malu! Merengek dia minta pindah rumah, memang rumah beli murah, jangan mau kamu dibodoh-bodohin Angkasa. Cerai saja! Gak setuju Ibu kamu mau kembali dengan dia." Angkasa pusing sekali kalau bicara dengan Ibunya. Masalahnya Rangga butuh Aluna, dia juga tidak mau jadi duda. "Tolonglah Bu, jangan begini. Capek Angkasa dengar kalian selalu bertengkar, Angkasa itu cinta dengan Aluna. Angkasa mendaftarkan perceraian ini supaya Aluna pulang, bukan benar-benar mau cerai." "Angkasa dikasih apa kamu sama Aluna sampai nurut bener, disumpal milik kamu sama dia semalam, makanya kamu luluh? Banyak wanita lain Angkasa, cari yang muda, bukannya ka