“Mama ngajak keluar, mbak.”
Lily mengerutkan kening mendengar informasi yang diberikan adiknya Gema, Dian. Menghubungi dirinya secara langsung tanpa melalui Gema, bukan pertama kali memang tapi semenjak kejadian itu semakin sering mengajak ketemuan dan menghubunginya yang langsung dibawa ke cafe bawah apartemen. Lily belum bicara dengan Gema, pria itu sibuk dengan lomba yang diadakan oleh tempat kerjanya dan sebagai ketua harus cepat tanggap.“Kang Gema kapan pulang?” tanya Dian yang membuyarkan lamunan Lily.“Memang nggak kasih tahu? Kabarin gitu?” Dian menggelengkan kepalanya “Kenapa?”“Kang Gema kan memang begitu, kalau sudah sibuk jarang hubungi. Mbak nanti harus sabar aja sama kebiasaan dia.”Lily memilih diam mendengar informasi itu, seakan apa yang Dian katakan adalah hal yang harus dia maklumi dengan semua sifat Gema. Padahal selama ini Gema setidaknya sehari dua kali mengirim pesan ke Lily tentang apa yang dilakukannya“Astaga! Mama ini.” “Mama udah janji bawa Lily kesini sama mereka, kebetulan Gema nggak ada dan Lily juga nggak ada jadwal.”“Ma, harus bayar loh. Mana ada yang gratis bawa public figure.”“Bayarannya kan restu dari mama,” jawab Fiona santai.Lily hanya diam tidak mengeluarkan suara sama sekali, bukan hal pertama melakukan hal seperti ini. Dulu mama dan papanya juga melakukan hal yang sama, bahkan membawa mereka berenam ke tempat kerja atau tempat dimanapun mereka bertemu dengan teman-temannya. Cukup lama tidak melakukan hal ini sempat membuat Lily terkejut, tapi merindukan dalam waktu bersamaan.“Kamu siap, kan? Mau pesan apa? Ada pantangan makan?” tanya Fiona menatap Lily.Lily membuka buku menu, menatapnya dan langsung menyebutkan apa yang ingin dipesannya. Memberi tahukan pada pelayan tentang orang yang duduk tidak jauh dari tempatnya, Lily tahu semua yang dilakukan dalam pengawasan Fiona dan pastinya akan menja
“Sayang.”Lily tidak menghiraukan panggilan Gema, memilih menata meja makan. Makanan yang dia dapatkan dari Dian, Fiona mengirim makanan begitu tahu anak tercintanya pulang dan sekarang Lily yang bagian menata diatas meja. Lily sudah mempersiapkan semuanya, salah satunya adalah pakaian yang saat ini dipakainya.“Sayang, kenapa kamu seksi?” Gema melingkarkan tangannya di perut Lily dengan mengiru aroma di lehernya.“Mandi dulu sana, habis itu makan.” Lily membelai tangan Gema yang ada di perutnya.“Aku lebih tertarik makan kamu.” Gema membalikkan tubuh Lily, tanpa menunggu lama langsung melumat bibirnya kasar. Lily hanya bisa membalas lumatan yang dilakukan Gema dengan melingkarkan tangannya di leher agar ciuman mereka semakin dalam. Melepaskan ciuman dengan saling menatap satu sama lain, Gema menggesekkan hidungnya dengan hidung Lily.“Kamu sengaja pakai ini?” tanya Gema yang diangguki Lily.“Mandi dulu, s
“Kalian berdua itu sukanya dadakan.” “Mana ada dadakan? Ada waktu seminggu ini.”Surya mengacak rambut Lily gemas mendengar jawabannya, setidaknya setelah Gema berkata demikian mereka berdua langsung menghubungi keluarga dan reaksi yang didapat adalah orang tua mereka berdua seketika heboh dan mengeluarkan kata-kata mutiara. Gema dan Lily hanya diam mendengarkan, semua sudah mereka tebak atas apa yang sudah mereka putuskan.Pakaian untuk mereka berdua, tema lamaran sudah dibahas sehari setelah kabar mereka. Para wanita mendatangi apartement Lily membahas apa yang akan dilakukan, termasuk salah satu tema dan warnanya. Lily sebenarnya sudah menghubungi wedding organizer yang sudah menjadi langganan mereka berenam, dan itu artinya kelima member yang lain langsung tahu.“Lagian cuman pertemuan keluarga, nggak ada wartawan juga.” Lily berkata sambil memasukkan makanan di mulut.“Pertemuan keluarga? Yakin? Leo itu orang terkenal loh,
“Kalian nggak sedang menutupi sesuatu?”“Nggak.”“Terus kenapa pernikahan cepat banget? Lily nggak hamil, kan?”“Astaga! Aku kan tadi bilang alasannya apa.” Gema menatap frustasi pada kedua orang tua mereka berdua.“Harusnya kalian bicara dulu sama orang tua, bukan kaya tadi. Untungnya dihadapan keluarga, coba kalau ada media.” Bram mengeluarkan suaranya.“Kita berani bicara karena memang nggak ada kamera, pa.” Gema masih yang menjawab semua pertanyaan para orang tua.“Kalian berdua sudah siapin semua?” tanya Eki menatap Gema dan Lily bergantian.“Kita berdua sudah bicara sama wedding organizer, mereka sudah siap semuanya.” Gema menjawab sambil menganggukkan kepalanya yang diikuti Lily.“Udah dapat gedung? Kalian nggak minta pendapat kita tentang pernikahannya bagaimana? Adat apa?” tanya Fiona penasaran.“Nggak pakai adat, kita hanya akad dan setelahnya konsep bebas. Kami hanya mengund
“Mau kemana?” “Keluar sama Mbak Merry, ada urusan kerjaan.”“Kamu nggak lagi bohong, kan?” Rahayu memicingkan matanya menatap Lily.“Mama curigaan aja jadi orang, masa sama anak sendiri masih curigaan aja.” “Gimana nggak curiga, kalian berdua itu memang harus dicurigai.” Rahayu menatap tajam kearah Lily “Mama mau hubungi mamanya Gema.”Lily memilih mengangkat bahunya tanda tidak peduli, menghabiskan makanan yang diatas meja dan tidak lama Merry datang menjemputnya yang langsung diberikan banyak pertanyaan. Lily yang melihat merasa kasihan, tapi setelah selesai makan langsung menarik Merry keluar dari rumah agar bisa langsung jalan.“Kalian yang punya rencana malah aku yang kena.” Merry menggelengkan kepalanya.Lily meringis mendengar kalimat yang Merry katakan “Maaf, mbak.”“Kamu benar ke rumah sakit buat lepas?” Lily menganggukkan kepalanya “Sudah janjian, kan?” “Sudah dari minggu
“Kalian itu memang nggak bisa dipercaya!”“Aku ke dokter benaran, ma. Nggak sengaja ketemu Gema yang ternyata lagi periksa kesehatan juga.” “Mana ada nggak sengaja?! Kalian aja bahkan sudah merencanakan pernikahan tanpa sepengetahuan kami dengan sempurna, tanpa ada keterlibatan kita didalamnya.”“Kita nggak mau merepotkan orang tua, biarkan orang tua menikmati semua rangkaian acara yang sudah dibuat.”Bram hanya tersenyum mendengar jawaban Lily yang selalu saja mendebat mamanya, sedangkan istrinya sendiri selalu saja mencari bahan agar bisa berdebat dengan anak-anaknya. Pemandangan yang akan selalu dirindukannya nanti, walaupun tetap saja akan terulang tapi tetap saja rasanya akan berbeda.“Ma, sudah. Kamu nanti kangen loh debat sama Lily kalau sudah menikah, selama ini kalau Lily di apartemen juga kamu kangen debat apalagi pas mulai albumnya keluar dan sibuk.” Bram menghentikan ketika melihat istrinya akan membuka mulut.
“Gema, apa kabar?” Gema menghentikan langkahnya saat memasuki ruang tamu di rumahnya, menatap seseorang yang duduk disana bersama dengan mama dan adiknya. Jantungnya berhenti berdetak melihat siapa yang ada di ruangan ini, wanita dari masa lalunya yang saat itu memilih menyerah dengan hubungan mereka karena tidak bisa dengan hubungan jarak jauh.“Dahlia datang kemarin, baru sempat kesini.” Fiona menjelaskan saat melihat Gema hanya diam.“Aku masuk dulu.” Gema melanjutkan langkahnya masuk kedalam kamar, menutup pintu dan menghembuskan napasnya panjang, memegang dadanya merasakan sesuatu yang ada didalam sana. Gema meyakinkan dirinya jika keberadaan Dahlia tidak berdampak apapun baik pada jantung bahkan hubungannya dengan Lily yang sebentar lagi akan menikah. Menatap jam yang ada di tangannya dan harus segera pergi, keluar dari kamar dan saat ini mamanya dan Dahlia sudah pindah ke dapur tanpa Dian.“Mau berangkat sekarang? Mama
“Mama itu harusnya nggak ikut campur, pernikahan Gema tinggal menunggu hari dan malah mama buat seperti ini. Mama masih belum rela Gema sama Lily?”“Mama masih belum siap punya menantu public figure, hati kecil masih ada ketakutan.” “Kita sebagai orang tua hanya bisa berdoa, papa tahu mama takut uang dari Gema berkurang? Mama itu kaya papa nggak nafkah aja.”“Papa nggak paham sama feeling seorang ibu dan wanita.” “Papa sudah cukup lelah memperingati mama, harus bagaimana lagi papa? Mama mau mereka benar-benar menghentikan pernikahan? Jangan terlalu masuk dalam kehidupan anak, ma. Pikir jangka panjangnya, seharusnya mama sudah menyadari dari semua sikap Gema pada kita dan itu nggak ada hubungan sama Lily.”Gema mencuri dengar pembicaraan kedua orang tuanya, masih tidak menyangka mamanya belum membuka lebar restu tentang hubungannya dengan Lily yang tinggal menghitung hari. Melihat sikap mamanya pada Lily sudah sedikit senang, d