Malam itu Leo tidak dapat kembali ke peraduan. Meskipun malam telah mengirimkan sang mimpi, untuk mengintai masuk melalui ruang dan cela. Setiap sudut peraduan orang, di Camp KKN yang disediakan kepala desa untuk Leo dan teamnya. Sesekali ia mencari posisi tidur yang bisa membuatnya nyaman. Tapi tak juga ia menemukan rasa nyaman yang bisa membawanya ke alam mimpi seolah malam ingin bercengkerama dengannya malam itu.
Jika mengingat perjalananya dengan teman-teman kampusnya kedesa ini, dari Medan ke desa ini menempuh jarak tempuh delapan jam. Leo seharunya lelah karena dari kecamatan mereka hanya naik truk. Karena sulit mencari transportasi di desa seperti desa ini.
Leo, sesekali mengamati jam dinding yang seolah mengejeknya. dengkuran rekan satu timnya yang saling bersahutan seolah menjadi tameng agar mimpi tidak memasuki alam tidurnya.
"Jadi kontribusi apa saja yang bisa kami berikan selama di sini, Pak?" tanya Leo memulai percakapan ke arah serius, setelah mereka sebelumnya bertukar nama dan saling berkenalan. Atau setelah kakek tua itu menemukan rasa nyaman untuk bertukar tutur dengan Leo. Maklum ia pendatang di tempat ini. Permisi kepada tetua di desa ini adalah tradisi yang wajib hukumnya.
“Tunggu sebentar, dari tadi kakek lupa menyuruh membuat kopi untukmu." Kata pak tua itu memotong pertanyaan Leo.
“Biar ngobrolnya lebih seru, butuh kopi di pagi hari. Biasanya kakek ke warung kopi. Tapi hari ini, biar Marta yang membuatnya, kebetulan ini masih agak pagi dia belum terlambat kesekolah.” Kata lelaki tua itu lagi dengan aksen batak yang sangat khas.
"Marta, Marta!" teriaknya dari teras rumah setengah beton berdinding kayu, berwarna biru itu.
"Ya oppung!" seorang wanita bersuara alto menjawab dari dalam rumah. Lalu muncul dan berdiri tepat di belakang pintu kayu, rumah itu. Mengenakan seragam putih biru. Rambutnya sepungung digerai. Hitam. Tebal dan berkilau, dia hanya memberi jepitan di antara poninya. Bentuk wajahnya kecil sangat manis dan sendu. Leo hanya bisa termangu melihatnya.
Bahkan ketika gadis itu melemparkan pandangannya kepada Leo. Leo hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menunduk tidak tahan dengan tatapan samar dari gadis itu. Dan dalam gumaman dia berkata "Kemana aku selama ini? Kenapa aku tidak tahu, jika ada gadis secantik dan semanis itu pernah kulihat.”
"Keduanya kopi, kan Oppung?" Marta memastikan agar dia tidak salah meneyediakan.
"Bagaimana denganmu Leo?" tanya orang tua itu.
Sementara Marta menunggu jawaban dari Leo. Leo masih saja mengusap - usap tengkuknya yang tidak gatal, entah kenapa bisa muncul saat seperti ini padahal dia mandi tadi sebelum bertemu kakek di hadapanya.
"Kopi eh teh" jawabnya ambigu.
"Kalau begitu kamu buat satu teh dan kopi saja," kata lelaki tua itu menimpali. Kemudian Marta berlalu ditelan daun pintu, mengikuti perintah yang diberikan untuknya.
Saat berbicara dengan lelaki tua itu. Beberapa saat gadis itu muncul lagi dengan telanan lengkap dengan dua gelas duralex di atasnya. Leo menatap gadis itu lekat. Sedangkan gadis itu hanya bereaksi biasa saja. Tanpa memberikan respon yang membuat Leo salah tingkah.
"Hmmm”, lelaki tua itu berdehem seolah memberi kode bahwa lelaki tua itu sedang mengamati Leo yang begitu lekat menatapi cucunya dan suara deheman kakek tua itu mengacaukannya tatapannya.
Martha kemudian berlalu dari pandangan keduanya. Setelah Marta meletakkannya di atas meja kayu. Sementara senyum Marta membuat adrenalin Leo tiba-tiba bergejolak, Leo belum pernah melihat gadis yang begitu manis dan mampu memikatnya dalam hitungan menit.
Leo belum pernah merasakannya. Sulit bagi Leo untuk merasakan yang demikian. berbeda dengan Marta, gadis muda yang baru saja dilihatnya. Gadis itu benar-benar berhasil membuat Leo terpesona serta menggetarkan hatinya bahkan pada pandangan pertama.
*Oppung adalah kakek dari suku Batak Toba*
*****
Leo merentangkan kedua tangannya. Menghirup udara diantara rerumputan hamparan daun padi yang terpampang jatuh dipandangannya. Bisa berada di tempat seperti ini sudah sangat lama diimpikannya. Di tempat seperti ini Leo merasa nyaman. Semuanya terasa normal tidak ada yang bersikap palsu kepadanya.
Ya, Leo adalah anak dari salah satu orang tertazir di negeri ini. Pewaris tunggal dari beberapa group perusahaan yang didirikan ayahnya. Ayahnya adalah salah satu pemilik agrobisnis palm oil terbesar yang merambah ke- beberapa belahan dunia.
Dan beberapa kali, ayahnya masuk kedalam daftar sepuluh besar terkaya, versi majalah Forbes. Leo dibesarkan di negara Singa, Singapura. Saat ini Leo sedang menempuh pendidikan di Australia jurusan Manajemen Bisnis. Ayahnya memulai bisnisnya dari kota Pematangsiantar kota kedua setelah kota Medan atua sekitar dua jam dari desa saat ini dia KKN.
Karena itu Leo memilih desa ini sebagai tempatnya berkarya. Karena mengingat perjalanan ayahnya itu. Maka dia membawa teman kuliahnya ke desa ini agar mampu memberikan kontribusi. Di tempat seperti ini tidak ada yang mengenal Leo. Tidak ada yang tahu jika dia adalah anak dari salah satu konglomerat di negeri ini.
Yang Leo tahu, dia bebas menjadi dirinya sendiri dan tidak ada yang berpura-pura di sekelilingnya. Terutama wanita yang selalu ingin menempel dengannya yang bahkan sudi telanjang untuknya dan rela menyerahkan diri dengan mudah kepada Leo. Namun dia tau itu semua hanya demi materi semata.
Sementara di komunitas yang didirikan para konglomerat itu. Sebenarnya Leo malas berada diantara mereka. jika bukan karena desakan ayah dan ibunya ia enggan bergabung. Karena Leo tahu tujuan komunitas itu ada. Agar suatu saat antar anak-anak orang tazir di komunitas itu bisa saling berjodoh. Lalu kemudian membangun kerajaan bisnis baru. Jika mereka berhasil bersatu dalam pernikahan.
"Selamat Pagi Leo" seseorang menyapanya dengan samar dari belakang punggungnya saat dia menikmati matahari pagi.
"Hi Khiel, selamat pagi," cetusnya, menjawab Khiel, yang turut menegmis pada sinar pagi sang surya di sampingnya.
“Jadi apa rencanamu hari ini sebagai pemimpin tim ini?" kata Khiel bertanya.
"Aku punya daftarnya setelah berdiskusi dengan tetua desa ini kemarin" jawab Leo
“Mungkin pertama-tama kita perlu memeriksa setiap sudut desa ini, untuk menemukan skill dan kontribusi apa saja yang bisa kita berikan untuk development. Dan dari situ kita akan tau bagaimana cara kita bisa membantu. Lalu apa yang bisa kita perbaiki." Tambah Leo lagi.
"Bagaimana dengan penyediaan air bersih dan toilet?" tanya Khiel
“Smart idea Bro, I do agree with you" jawab Leo girang dengan buah pikiran khiel.
"Dan juga bidang pendidikan dengan pengajaran bahasa Inggris dan bahasa Mandarin?” tambah Leo lagi menimpali Khiel.
"Saya setuju denganmu, itu adalah salah satu cara pengabdian terhadap negara. Mencerdaskan generasi penerus, even my soul half for Indonesia and half for Australia “jawab Khiel karena ia memang wargaa negara campuran. Ibunya berasal dari Lombok dan ayahnya warga negara Australia.
"So, let’s cheers Man and also rock and roll." Jawab Leo kepada Khiel sambil menunjuk kearah arah langit tanda sorak sorai diantara mereka berdua.
Pekerjaan pertama Leo dan sembilan temannya selama berada di desa ini adalah membuat persediaan toilet dan supply air bersih. Para gadis remaja lalu-lalang menebar pesonanya masing-masing kepada Leo dan teman-temannya terkecuali Marta.Leo melihatnya melewati area project ketika gadis itu pulang dari sekolah. Tetapi Marta hanya berlalu tanpa melempar pandangan sedikitpun ke arah Leo dan teman-temannya. Sepertinya gadis itu cukup cuek dan dingin dengan orang baru.Leo ingin berbicara dengan gadis itu walau hanya sekedar menyapanya. Tapi Leo tidak berani melakukannya. Dia hanya bisa menatap gadis itu lekat dari jauh. Lagi pula ini adalah perkampungan, tidak mungkin untuknya berlaku se aggresif itu. Orang sekampung bisa menggebukinya dan Leo tidak ingin membayangkan itu terjadi.Jika di kota besar mungkinsiswi SMP seusianya, sudah mempunyai pacar walau hanya sekedar cinta monyet. Apalagiusianya sebentar lagi sudah memasuki SMA. Bahkan jik
Leo dan Marta Menelusuri kembali jalan yang telah mereka lalui sebelumnya, Leo mengamati Marta dengan kayu bakar di kepalanya merasa sangat kagum dengan gadis di hadapanya. Meskipun dengan beban berat di kepalanya dia masih terlihat cantik sangat alami. Yang Leo tahu gadis remaja seusianya di kota-kota besar bahkan sudah mulai mengolekksi alat make-up. Melirik-lirik fashion terbaru. Terutama jika mereka lahir dengan sendok emas mereka telah dimanjakan dengan mobil mewah.Pesta mengundang DJ. Bahkan jika ulang tahun mereka mampu mengundang sekelas bintang Artis K-pop papan atas dengan mudah dengan uang orang tua yang mereka miliki. "Bolehkah aku mengambilnya?" Tanya Leo pada Marta Tiba-tiba menunjuk pada kayu bakar di junjungan Marta. “Ini ringan" jawab Marta dingin enggan untuk berbagi cerita dengan orang yang membuntutinya sadari tadi. "Biar aku coba!" Kata Leo seraya menahan lengan gadis itu yang terpaksa menghentikan langkahnya. “Anak-anak d
"Marta, Marta, Bangun!" suara khas neneknya itu berhasil mengusir sang mimpi itu kembali ke alamnya. Memaksa Marta kembali ke alam sadar kemudian ekor matanya mencari jam dinding di kamarnya.Meski netranya kurang ramah enggan untuk berkompromi. Diantara setengah sadar Marta kemudian tersentak. Karena jam dinding telah menunjukkan pukul enam pagi. Dia terlambat satu jam dari jam biasanya dia bangun. Sementara Marta harus menyiapkan sarapan untuk kedua orang tua yang sudah lanjut usia itu.Melihat dia sibuk di dapur, neneknya mendekati Marta,"Kamu pasti lupa, ini hari Minggu," katanya kepada cucunya, Marta."Jadi jangan terburu-buru, ini adalah hari libur, kegiatanmu hanya beribadah pagi ini, kan? Persiapkan saja dua cangkir kopi lalu antar ke teras" kata neneknya itu lagi ke Marta“Sejak kapan Oppung boru suka kopi?”tanya Marta.“Oppung doli punya tamu,” jawab neneknya."Sepagi ini?" Tanya Marta pe
Antonius memeriksa dengan seksama Curiculum Vitae dan Resume dan proposal pengajuan penerima beasiswa mahasiswa dan mahisiswi berprestasi yang disediakan sekertarisnya di mejanya. Perusahaannya memang aktif memberikan beasiswa bagi mahasiswa dan mahasiswi berprestasi. Rata-rata judul proposal yang mereka ajukansangat menarik, dibacanya satu persatu Lima besar yang lolos untuk menerima beasiswa dari Foundation-nya periode ini. Di CV terakhir dia menemukan Nama yang tak asing baginya Marta Agnes. Ditelitinya pas foto yang menempel di form Foundation itu dengan seksama, ya, dia tidak salah melihat, itu adalah Marta yang menampar pipinya lima tahun lalu. Ah, tamparan itu masih terasa panas dipipinya.tapi diingatnya kembali bibir Marta yang kenyal dan belum tersentuh itu dia benar-benar merindukan gadis berwajah s
“Khiel, beasiswanya gue reject,” katanya di sela-sela musik yang terdengar kencang di acara parade Fashion Show Event milik Laura sahabatnya yang juga kekasih Khiel itu. “I want revenge her, for five years past," kata Leo lagi. “Hanya dia cewek yang berani nolak dan gampar gue ketika gue pengen sebuah Kiss,” kata Leo pada Khiel. “Mabuk loe Leo, waktu itu, kan, Marta baru lima belas tahun Bud” jawab Khiel. “Belum, gue belum mabuk, tetap aja penolakannya bikin terniang-niang di kepala bahkan sampe empat tahun khiel” kata Leo “Dia banyak berubah Khiel, semakin dewasa dan sekarang jadi jauh lebih cakep danManis,” kata Leo ditengah tegukan wine-nya. “Hati-hati Cindy bisa mendengarmu bisa dibunuhnya loe, tahu tunangannya suka ama anak bau kencur dan dari masa lalu, bisa-bisa pernikahan loe ama Cindy gagal karena loe mikirin yang loe udah berusaha lupakan” kata Khiel mencoba memberi advise kepada sah
Marta menjatuhkan tubuhnya begitu kencang ke tempat tidur, menikmati ranjang barunya yang luas serta empuk itu dengan vegas yang membuat tubuhnya serasa berayun diatasnya, dan Bedcover-nya yang tebal dan lembut didominasi warna putih yang membuatnya nyaman dinikmatinya dengan mengusap kedua tangannya diatas pembaringan itu, Marta belum pernah memiliki tempat tidur sebagus itu dan itu berhasil membuatnya tertidur pulas dan lupa mengunci kamarnya, sehingga Leo bisa masuk dan meneliti dan menonton wajah gadis yang sudah tak ABG itu lagi. “I still fall in love you, sama seperti pertama aku melihatmu enam tahun lalu” bisiknya di telinga gadis dalam buaian itu. Dipandanginya guratan setiap wajah itu dan betapa cantik dan manisnya gadis itu bahkan ketika terlelap. Dibenarinya selimut gadis
“Ica, tolong carikan Cake ulang tahun, kirimkan jam tujuh ke Penth-ku, Text Leo, ke sektarisnya yang kocak itu, yang kebetulan masih Lunch diluar. “Model dan artis alay mana nih yang bikin si boss kepincut? tumben suruh nyariin Cake untuk ulang tahun, si mbak Cindy ulang tahun aja dia kaga ingat," gumam Ica pada layar HP-nya. “Lilinnya yang ke brapa Pak boss?” balas Ica pada message W******p Leo. “Dua puluh dua,” balas Leo lagi. “Assiap Pak boss,” balas Ica. Marta sedang mengotak-atik bukunya di meja belajarnya ketika Leo sudah sampai dirumah, dan dia tidak menyadari kehadiran Leo dari balik pintu kamarnya. “Kamu ada terima paket Cake dari Ica,” tanya Leo tiba-tiba mengagetkan Marta karena tidak memberi aba-aba dari luar kamar. “Ada, saya masukin ke Refrigerator," jawab Marta gugup. “Itu buat kamu, kamu ulang tahun hari ini,
Marta menuruni anak tangga, mencari Leo yang tak muncul dari tadi, padahal waktu sudah menujukkan pukul sepuluh malam dan perutnya juga sudah mulai keroncongan, tapi tanda-tanda Leo dari balik pintu belum jua ada dan Marta memutuskan menunggu di sofa ruang TV. Jadi kalau-kalau Leo pulang dia bisa mendengarnya, walaupun gadis itu harus tertidur dalam kelaparan setidaknya saat Leo pulang dia bisa membangunkanya jika dia ketiduran. Entah jam berapa Leo pulang dia dan Khiel juga Laura pergi ke acara Brithday Party-nya Cindy tunangannya dan Cindy sudah ngebela-belain merayakan di Jakarta padahal dia berdomisili di Singapore demi Leo. Party itu sampai subuh dia lupa memberi tahu Marta kalau dia tidak akan makan malam dirumah dan pualng telat. Saat Leo pulang, Leo sudah setengah mabuk jadi Leo tak terpikir melihat jam. Dia hanya berfokus pada Marta yang tertidur meringkuk pulas di atas sofa. Ditelitinya cinta pertamanya itu, k