"Di, maaf kalau aku lancang nanya pribadi kamu. Memangnya benar kalau kamu sudah bertunangan sama lelaki itu? Kalau gak salah dia itu kan Handoko Hutomo, putra pengusaha kaya dan terkenal di negara kita," tanya Leofrand.Diandra terdiam. Tentu terkejut mendengar fakta bahwa Domo adalah putra salah satu orang terkaya di negeri ini."Masa sih? Aku gak tau kalau Domo anak orang kaya, ga peduli juga sih. Aku sama Domo ga tunangan kok cuma pernah aja pertemuan keluarga gitu di rumahnya dia," jawab Diandra.Leofrand lega, jalannya semakin mulus untuk mendekati Diandra. Hanya saja kali ini karena hatinya sudah mulai menyukai gadis itu, bukan untuk balas dendam seperti keinginan ayahnya.Lelaki itu pun berusaha membuat gadis tomboy itu menjadi nyaman bersamanya. Bercerita banyak lelucon dan juga fashion yang sedang tren saat ini.Mereka membahas motor pigson seperti milik Diandra itu, gadis itu pun menunjukkan foto Bejo motor kesayangannya itu, kemudian Leofrand mengatakan bahwa akan lebih bai
"Di, apa kamu di dalam?" ujar Leo. Terdengar ketukan di pintu kamarnya. Gadis itu pun membuka pintu dengan mulutnya masih mengunyah makanan. Leofrand mengikutinya ke dalam. Gadis itu sibuk memakan nasi beserta lauk yang di bawa oleh Handoko tadi. Kalau sudah ada makanan di depan mata, Diandra tidak peduli siapapun, belum pernah sejarahnya gadis itu memalingkan wajahnya jika makanan berada di depannya. "Di, kamu lapar ya? Maaf ya aku tadi tidak peka," ujar Leo memecah kesunyian. Gadis itu tetap makan dan tidak mengacuhkan lelaki itu sama sekali. Usai makan, dirinya menuju kamar mandi untuk mencuci tangannya. Diandra mengambil air mineral yang berada di atas meja dan duduk untuk minum. Ritual makan sudah selesai, gadis itu meraih ponsel milik Leofrand lalu menyerahkannya. "Ini ponsel kamu yang ketinggalan," ujar Diandra seolah mengusir. Lelaki itu paham, kemudian segera berlalu. Di luar kam
Makan malam pun usai sudah, mereka berempat pun kembali ke kamar masing-masing. "Pa, tadi Mama perhatikan selalu memandang gadis itu, ada apa?" tanya Willa. Wanita itu sudah menahan jengkel sedari tadi, Namun memilih untuk tidak menunjukkannya di depan calon besannya. "Entah kenapa, Papa kok ga merasa asing dengan gadis itu. Rasanya sangat dekat, seperti keluarga dari aroma parfumnya yang mirip milik Handoko," jawab Hari serius. Willa mengerutkan dahinya. Merasa jawaban suaminya itu terasa janggal. "Maksudnya gimana, Pa?" tanya Willa kembali. Hari menjelaskan, seolah-olah ada perasaan antara ayah dan anak. Sontak saja keterangan suaminya itu memantik api amarah istrinya itu. Willa marah sambil menangis, berbagai pertanyaan pun di ajukan olehnya. Hari terkesiap karena baru menyadari ternyata istrinya itu sedang marah besar. "Baik, Papa ga mau menjawab kan? Aku pergi!" ucap Willa dengan sedikit menaikkan nada bicaranya. Wanita itu mengemasi pakaiannya dan menyusunnya di dalam k
"Apaan sih kamu telepon aku?" jawab Diandra. Handoko ternyata menghubungi gadis itu. "Memangnya aku salah kalau telepon kamu? Ga semua perempuan yang aku hubungi loh, kamu istimewa, kan kamu wanitaku," jawabnya santai. "Cih, percaya diri sekali. Eeeh ... Makasih makanannya, enak banget," ujar Diandra. Tiba-tiba listrik di kamar gadis itu berkedip lalu mati, gadis itu berteriak ketakutan. Handoko segera berlari dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. "Di ... Halo ...kamu di sana? Apa yang terjadi?" tanya lelaki itu panik. Lift pun terbuka segera saja lelaki itu masuk, dan menakan tombol di mana wanitanya itu berada. Begitu sampai di lantai di mana Diandra berada, tampak lantai itu gelap. Cahaya senter pun terlihat tak jauh darinya. Lelaki itu pun segera berlari menghampiri mereka yang ternyata adalah petugas hotel. "Cepat buka kamar ini, istriku di dalam, cepat!" seru Handoko panik. Dari arah belakang dengan tergopoh-gopoh membuka pintu dengan kunci manual karena ku
"Dokter, bagaimana keadaan pasien yang baru saja masuk?" tanya Hari kepada seorang dokter jaga. "Saat ini sedang berada di ruangan observasi dan di tangani, sepertinya pasien kehilangan kesadaran karena sesuatu. Apakah ada trauma?" tanya dokter itu. Willa menjelaskan bahwa pasien itu adalah calon menantunya dan tidak tahu apa yang membuatnya hilang kesadaran seperti itu. Hari mengucapkan terima kasih lalu mengajak Willa untuk melihat keadaan Diandra. Tampak dari balik kaca gadis itu terbaring lemah. Willa sedih sekali. "Menantuku ... ," gumamnya lirih. Handoko menoleh ke arah suara dan tampak ibunya menangis. Hati lelaki itu semakin marah, ayahnya melihat perubahan wajah anaknya dan mengajaknya keluar. Di luar, Hari meminta penjelasan kepada Handoko. "Apa yang terjadi Han? Mengapa bisa begitu keadaannya?" tanya Hari. "Aku tidak tahu pasti Pa. Sepertinya Diandra takut gelap. Tadi aku telepon dia lalu tiba-tiba berteriak, dalam keadaan panik Han ke kamarnya dan ternyata lanta
"Diandra trauma gelap, karena dulu semasa kecil pernah dikurung oleh temannya di dalam lemari, kemudian tiba-tiba mati listrik. Dia panik lalu terus menangis, sesak nafas kemudian pingsan. Sejak saat itu, Diandra akan ketakutan dan berteriak jika tiba-tiba gelap," jawab Sisy. "Tidak sengaja sebenarnya, namanya juga anak-anak, mereka tidak menyadari jika itu berbahaya. Bahkan orang tua temannya sangat menyesal dan akhirnya pindah ke luar kota karena merasa bersalah," sambung Darwin. Hari pun mengangguk mendengar penjelasan keduanya. Satu jam berlalu, Diandra sudah mulai pulih. Mereka sepakat untuk kembali ke hotel dan beristirahat. Dua unit mobil yang mengantarkan mereka pun sudah di hubungi petugas hotel untuk menjemput mereka di rumah sakit. Kini mereka sudah berada di depan ruangan IGD, pembayaran sudah di lakukan oleh Willa dan membawa beberapa obat yang harus di minum gadis itu. Mereka lalu masuk ke dalam mobil, saat akan tiba di hotel perut Diandra berbunyi. Gadis itu terse
"Di, kamu ada di dalam?" ujar Leofrand. Diandra tampak kesal karena terganggu, kemudian membuka pintu dengan wajah di tekuk. "Kamu ga papa? Tadi aku liat kamu di gendong sama laki-laki yang ngaku tunangan kamu itu, mukanya panik banget," ucap Leofrand. Deg. Gadis itu menghentikan tangannya yang sedang mengambil cemilannya. 'Hah? Domo yang bawa aku ke rumah sakit? Ga salah?' batin gadis itu. Lelaki itu mengambil ponselnya dari saku celananya lalu menunjukkan sebuah rekaman kepada Diandra. Gadis itu melihat dengan jelas dirinya sedang pingsan dan Handoko tampak panik. Terdengar juga lelaki itu marah kepada pihak hotel serta mengancamnya jika terjadi sesuatu pada dirinya. Tak lama, Handoko masuk ke dalam mobil, rekaman berhenti. "Kamu lihat sendiri kan, betapa sombong dan arogannya lelaki itu. Mentang-mentang kaya, sesukanya saja," ucapnya. "Memangnya, jika kamu yang menemukan aku dalam keadaan seperti itu, apa yang kamu lakukan?" tanya Diandra. Nampak raut tidak suka di wajah
"Boy, sebarkan kembali video yang sudah ku kirimkan kepadamu. Bahkan kalau bisa, giring opini buruk kepada lelaki yang sedang menggendong wanita itu," ujar Leofrand kepada Boy."Baik, Tuan," jawab Boy.Lelaki itu mulai menyebar video yang di berikan Leofrand kepadanya. Kalimat halus yang menyudutkan pun tak lupa di tuliskan.Boy pun melaporkan bahwa pekerjaannya sudah selesai. Leofrand tertawa jahat, dirinya tidak sabar menunggu esok hari, malam ini terasa sangat panjang baginya."Jadi ... Waktu aku pingsan yang bawa aku Domo? Kalau ga salah ingat, yang aku peluk di rumah sakit, juga Domo. Waduh," gumam Diandra.Gadis itu kini berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya usai mengusir kedua lelaki yang berkelahi itu.Ada perasaan bersalah kepada Handoko karena mengusirnya dan tidak mengobati lukanya, apalagi mengucapkan terima kasih.Diandra kesal dengan ulah Leofrand, ternyata lelaki itu memiliki rencana licik ketika mendekatinya. Gadis itu mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang,