"Tunggu! Nama ini..." Keningnya mengernyit ketika melihat berkas yang ditandatangani kliennya. "Bukannya Elsa sudah meninggal?"Seketika Simon membuka browsing dan mencari berita tentang kejadian enam tahun lalu. "Padahal jasadnya belum ditemukan, kenapa...?" Berkas tadi kembali menjadi pusat perhatiannya, Namun tiba-tiba seisi kantor terdengar riuh, hal itu cukup menganggu pikiran Simon. Bagaimanapun, ia belum selesai menelusuri berita tentang Elsa. Saat itu Alessa, sekretaris andalannya muncul. "Pak Simon, seorang ibu-ibu datang dan mengamuk di lobi kantor." Simon memantau dari dinding kaca tembus pandang dari lantai atas, suara jeritan dan makian, cukup menarik perhatian, semua karyawan bahkan juga berhamburan meninggalkan meja mereka. "Siapa wanita itu?"Alessa menggeleng, "Kami juga tak tau, tapi, Ibu itu datang tiba-tiba dan membuat kerusuhan disini." Pandangannya beralih pada para satpam yang mulai menelpon. Namun suara pekikan tadi kembali terdengar, diiringi dengan suara
Simon membeku menatap bayi perempuannya yang cantik kini sudah ditutup dengan kain jarik, sementara Nyonya Leslie tak berhenti menangis, matanya sembab kecewa dan tak bisa berkata apapun, padahal sejak dulu dia selalu berharap punya sepasang cucu laki-laki dan perempuan. Alessa tiba sepuluh menit setelah mendengar kabar itu. “Pak Simon, ini …” Hanya ada respon berupa isak tangis, bahkan Sean, anak laki-laki hasil pernikahan ulangnya Simon dengan Elsa, bersembunyi di balik punggung Alessa. Saat melihat tempat tidur, tatapan Alessa berubah sayu begitu melihat anak Sandra. Meski dia pernah kecewa pada Sandra dan menerima kenyataan menyakitkan bahwa akhirnya setelah mengungkap semua masalah pada enam tahun lalu, Simon dan Sandra berbaikan, hingga mereka kembali menikah, tapi Sandra tetap sahabatnya. Untuk apa pergi menjauh?Toh, lebih baik tetap bertahan daripada kabur tanpa bisa melihat sosok yang di sukainya. Alessa berpikir simpel, dia ikut berduka dengan kabar ini. Alessa mengusap-
"Mommy, aku lapar, kita makan dulu yuk!" Elsa tertawa melihat wajah polos putranya yang memelas. "Baiklah, kita makan akan makan di sana." Elsa menunjuk sebuah restoran kelas menengah yang kebetulan berada tak jauh dari sana. "Oke, kita segera ke sana." Untung ada Raffaelle yang setia mengantar kemana pun yang mereka mau, CEO satu ini terlalu santai dan hampir setiap hari selalu menempel menemani Elsa.Setelah mobil terparkir, mereka turun, lalu masuk ke dalam restoran tersebut. Sementara Arlan maupun Arkan terus melihat sekeliling dengan rasa penasaran."Di dalam, nanti jangan ada yang berliaran ya. Mengerti?" Elsa menasihati mereka. Dia bocah itu mengangguk paham. "Karena mommy juga sudah beri tahu ini sebelumnya." Arkan melanjutkan. "Aku takut di culik orang jahat. Jadi jangan khawatir, kami akan sangat patuh!"Mendengar itu, Elsa mengusap kepala kecil keduanya.'Kalian memang paling pengertian.'Mereka bertiga duduk, Raffaele sedang memesan makanan. Sementara Arlan dan Arkan m
"Apa maksudmu dengan identitas palsu?" Elsa menatap Simon dengan bengis."Yah, bisa saja kalian membuat laporan palsu ke perusahaan, untuk sebuah rencana licik mengatasnamakan orang yang sudah mati!" Perkataan Simon bahkan tak kalah sengit saat berbicara."Pak Simon, anda jangan keterlaluan! Aku tidak seperti yang anda kira, karena Elsa memang namaku."Gelak tawa sumbang terdengar mengejek, "Kamu mengarang? Tapi kamu salah tempat, jika kamu masih mengeras, urusan ini akan kita serahkan pada polisi." "Mommy, kenapa bertengkar, paman ini baik, dia membelikanku susu coklat!" Mendengar itu, Elsa jadi terpikir sesuatu. "Kamu pasti memberinya sesuatu dan ingin menculik anakku bukan?""Apa?" Simon mendengus, dia tak menyangka bertemu dengan wanita yang tau berterima kbenar-benar kehabisan kesabaran. "Dasar wanita yang tidak tahu berterima kasih, jadi kamu kira aku psikopat anak?" "Lalu, untuk apa kamu memperdaya anak kecil? Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan!"Simon menghembus nafas k
"Selidiki wanita itu!"***Lagi-lagi kantor kembali heboh dengan gosip yang entah bocor darimana, topik hangat yang jadi perbincangan di kantor, kembalinya sosok wanita yang sudah mati!"Benarkah? Bagaimana tanggapan Bu Sandra, bukankah kabar skandal pak Simon dengan Bu Elsa akan kembali muncul?" "Apa tanggapan pak Simon?" Beberapa karyawan tampak tak sabar mendengar kabar selanjutnya. "Ssttt! Kamu jangan ngomong terlalu keras, bisa-bisa Bu Sandra mendengarnya." Semua staff dan karyawan itu lalu berbisik, mereka saling merapatkan kursi, agar lebih mudah mengobrol."Ehmm... suami saya memberi kalian kelonggaran, jika begini haruskah gaji bulanan kalian kupotong 50 persen?" Kata-kata yang sangat tak berperasaan ini, terdengar sangat tak asing. Mereka melihat seorang wanita berpakaian blazer tengah berdiri sambil melipat kedua tangannya dengan sorot mata tajam. "Bu Sandra... " Ini entah beberapa kali, mereka tertangkap basah bergosip ria di jam kerja. Saat itu, Alessa baru saja ingi
"Siapa kamu...?"Nyonya Clarissa melihat sosok wanita yang tak di kenalnya memasuki ruangan. Saat ini, wanita paruh baya itu dipanggil oleh seseorang. "Kenapa kamu mencariku?"Mendengar kata-kata yang begitu dingin, suasana hening sejenak. Lalu wanita itu menatapnya dalam-dalam. "Ibu..." Matanya berkaca-kaca, menampakkan kesedihan yang amat luar biasa ketika melihat kondisi wanita yang melahirkannya kini sudah sangat tak terkendali. "Kamu tak ingat aku lagi ibu?"Sayangnya wanita paruh baya itu mengacuhkannya. "Buat apa buang-buang waktu menemuiku, jika ingin gaji, silakan cabut apapun yang ada di rumahku, kamu bebas ambil!" Seketika itu tangis Elsa pecah, dia segera memeluk wanita yang masih diakui sebagai orang yang melahirkannya. "Ibu, ini aku Elsa, ibu sudah lupakah dengan suaraku?" Nyonya Clarissa melihat sosok wajah yang berbeda, lebih dewasa dan berwibawa. "Kamu... Elsa?"Dia mengangguk disela-sela tangis sesenggukan yang di jeda. Clarissa menatapnya ragu-ragu, namun beber
Sepanjang perjalanan Elsa hanya diam, ingatannya kembali pada kejadian di perusahaan NexGen Innovations, pasalnya dia merasa sedikit dipermalukan. "Padahal aku cuma ingin membicarakan soal perusahaan, tapi... tunggu! Kenapa gelagat Sandra tadi agak aneh? Aku merasa dia seperti... sedang cemburu!" Suara Elsa terdengar tiba-tiba, dan malah mengagetkan Raffaele yang sedang fokus menyetir, mobil yang dikendarainya pun berhenti mendadak di tengah jalan. "Apa maksudmu?" Elsa tak menduga teriakannya cukup fatal dan menganggu fokus orang lain. Saat Raffaele menanyainya, Elsa merasa gugup. "Ehh... mmm tidak ada, tadi aku hanya..." "Kamu pasti punya masalah, bisa ceritakan?" Elsa merasa kepercayaannya sedikit berkurang pada Raffaele, ia sendiri juga tak mengerti kenapa bisa berpikiran seperti itu. Lambat, dia menggeleng.Raffaelle tak mau memaksakan kehendaknya untuk mengetahui masalah yang di hadapi Elsa, dia tetap senyum, lalu berbicara. "Sudahlah, kamu tak perlu fokus dengan masalahmu seka
Di apartemennya, Sandra masih tak bisa tidur dan selalu merubah posisinya dengan gelisah. Matanya melirik jam dinding lalu bergumam. 'Ini sudah pukul 02.09 malam.'Perlahan ia bangkit dan bersandar dengan alas bantal di belakang punggungnya, mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu melirik suaminya yang masih terlelap.Nafasnya menghembus berat, jujur saja tingkat kewaspadaannya terhadap Elsa sangat besar. 'Aku harus benar-benar pastikan Elsa akan menjaga jarak dengan suamiku.' Sandra mengambil ponsel, berencana mengalihkan pikirannya dengan membuka media sosial. Ketika melihat sebuah postingan, ide unik tiba-tiba melintas begitu saja. 'Bukankah aku masih punya ponsel cadangan?' tawanya semakin miring, terlebih ketika melihat ponsel suaminya tergeletak di meja. Sigap, dia menyalin nomor seseorang dan mengetikkan beberapa kata menjadi sebuah pesan singkat sambil menyeringai. 'Kuharap ide ini akan berhasil.'***Elsa merebahkan tubuhnya yang masih terbalut kemeja dengan setelan blazer