Mereka berdua pun mulai menyerang iblis api itu, Gentala berusaha menciptakan ombak yang besar dari air yang mengelilingi gunung itu, yang akan dia gunakan untuk memadamkan api pada tubuh iblis api itu, sedangkan Juan membantunya memblokir serangan yang di layangkan iblis api itu, ombak itu secara perlahan terbentuk melebihi tinggi tubuh iblis api itu.
Menyadari sebuah ombak datang menghampirinya, iblis api itu langsung memasang penghalang dengan apinya, yang bahkan lebih besar dan lebih tinggi dari ombak yang di ciptakan Gentala, jarak antara air dan api itu semakin dekat, hingga air dan api itu saling bertubrukan menciptakan hawa panas serta kabut yang begitu tebal hingga menutupi seluruh area pulau serta menelan tubuh Gentala dan monster api itu.
Tubuh Juan sedikit terhempas, beruntung, Widura berhasil memblokir udara panas itu. Perlahan Juan membuka kedua matanya dan menundukan pandanga
Juan pun langsung melayangkan beberapa serangan dengan kekuatan yang baru di dapat nya dari tombak itu, menyerangnya dengan jutaan jarum es. Jarum es itu meluncur dengan cepat kearah iblis itu dan mengenainya, namun, bagaikan memiliki kulit sekeras baja, serangan yang Juan layangkan tak berdampak sedikitpun pada tubuh iblis api itu , bahkan tubuh iblis api itu masih berdiri kokoh dengan lava yang masih melapisi seluruh tubuhnya, Juan tertegun sesaat, bagaimana bisa iblis api itu bisa menahan serangan yang di layangkannya? tak ingin menyerah begitu saja, dia pun menggunakan tombaknya untuk membuat tsunami, namun seakan tahu pergerakan lawan selanjutnya, iblis api itu terus menerus melayangkan seranganya kepada Juan dengan bola-bola apinya, mau tak mau Juan pun bersusah payah menghindari dan memblokir bola api itu agar tak mengenai tubuhnya.Berkat serangan yang terus di layangkannya, membuat pergerakan Juan menjadi terbat
Di dalam hutan yang rimba, ada sepasang anak dan ayah, juga satu orang paman. Tengah mengintai seekor mangsa buruan mereka dibalik semak-semak belukar. Didepan mereka terdapat seekor rusa yang tengah melahap rumput, tanpa tahu bahwa dirinya tengah di intai oleh orang-orang yang ingin memangsanya.Sang ayah berdiri di belakang tubuh sang putra. " Buka kedua kakimu selebar bahu, tubuhmu harus berdiri dengan tegak, tarik tali busurmu hingga menyentuh hidung, " Juan pun terdiam seraya mendengarkan arahan dari sang ayah dengan seksama, " pastikan kedua bahumu sejajar, dan pertahankan posisimu, bidik target mu lalu. . . . tembak sekarang. " titahnya' Syuuuuut, ' anak panah itu terlepas dari tangannya, dan melesat dengan kecepatan angin. ' jleb ' anak panah itu mengenai tepat di kepala rusa itu, sehingga rusa itu mati di tempat, Ranu dan Ayah Juan bersorak ria atas keberhasilan pertamanya. " Kerja bagus, kamu me
" Guru, bukankah ini sedikit kejam?! " ungkap Juan, seluruh tubuhnya mulai gemetar.Gentala yang tengah menikmati secangkir teh mendelik tajam kearah muridnya, " Coba kamu ulangi lagi perkataan mu tadi. "Bulu kuduknya berdiri, ketika mendengar jawaban dingin dari sang guru membuat mulut Juan seketika bungkam, Gentala pun menghentikan aktivitasnya menikmati teh, menghampiri Juan yang sudah gemetar, " bagaimana ini bisa di sebut kejam? kamu hanya mengangkat batu kecil. tak lebih dan tak kurang. "" Apa batu yang setara dengan ukuran sapi itu terbilang kecil? " tanya Juan dengan susah payah." Tentu saja, aku bahkan dulu bisa menahan beban yang lebih besar darimu, tapi aku tak pernah merengek dan menngeluh seperti dirimu ini sekarang." timpalnya santai, " dan jangan bilang kalau kita berbeda, tentu saja kita sangat jauh berbeda dalam segala hal. Jangan hanya ka
Di Desa Rinjing, terdapat sebuah pertandingan yang selalu mereka adakan setiap tahunnya, yang bertempatkan di balai Desa. Semua warga dari kalangan dewasa sangat menantikan pertandingan itu, apalagi hadiah setumpuk emas yang mereka tawarkan sangat tak main-main bahkan menarik banyak minat bagi siapapun, termasuk Gentala.Sebelum menuju tempat pertandingan, Juan dan Gentala ingin memanjakan diri lebih dulu dengan menikmati jajanan yang dijajakan oleh para pedagang jalanan. Layaknya sebuah pasar, ada begitu banyak jenis makanan yang mereka tawarkan sehingga memenuhi jalanan menuju balai desa, para pedagang menawarkan berbagai makanan yang menarik, salah satunya sate katak hijau.Gentala yang merasa terpanggil menghampiri pedagang itu, katak-katak hijau yang telah dibakar dan di lumuri bumbu spesial berjajar begitu rapih, meski ia sedikit jijik namun rasa penasarannya lebih tinggi dari pada rasa j
Sorak riuh penonton memenuhi aula terbuka balai desa, semua orang di desa berkumpul dalam satu tempat, termasuk kedua orang tua Juan dan memilih tempat duduk di barisan paling depan, mereka sangat antusias menantikan pertandingan putra mereka satu-satunya, sedangkan Juan kini tenah berdiri mematung sendirian." Guru, apa kamu sudah selesai? " tanyanya.' Brak' Gentala memukul keras pintu itu membuat Juan terlonjak kaget. " BISAKAH KAMU DIAM?! " teriaknya lantang seraya memeluk perutnya yang terasa sangat sakit. " aaahhhh perutku, "Sebelumnya." Terima kasih bu, aku yakin setelah ini pasti daganganmu pasti akan sangat laku kerasa, kenapa? karena aku yang tampan ini telah berbelanja di sini, " ucapnya bangga, sang pedagang pun hanya tersenyum simpul, seraya menyerahkan pesananannya, yaitu satu porsi jumbo keripik singkong pedas dengan level iblis,
Seiring berjalannya waktu, sorak sorai penonton semakin ricuh menandakan bahwa tengah berlangsung pertandingan yang semakin sengit, meski Juan ingin sekali melihatnya. Namun, sebagai murid yang baik ia harus menemani gurunya yang semakin meracau parah. " Oh Dewa Agung, tolong ambil saja nyawaku. dari pada aku harus menderita seperti ini, aku tak sudah tak kuat menahannya. " racaunya seraya terbaring memeluk perutnya erat, rona wajahnya semakin pucat. Membuat Juan semakin khawatir di buatnya, ia lalu berjalanpergi mencari air panas untuk gurunya, meski gurunya selalu kejam, dan tak segan memberinya hukuman. Namun, mellihatnya yang lemah tak berdaya seperti itu, membuat hatinya menjadi tak tega membiarkannya merintih kesakitan seorang diri. Setelah mendapat air panas, Juan pun memasukkan air itu kedalam botol, lalu menaruhnya ke perut gurunya. " Guru, minumlah. Ini akan membuatmu lebih
Para penonton yang berada di sana berlari berhamburan melarikan diri meninggalkan arena menyisakan Juan yang tengah terkapar di antara kursi penonton, dari dalam mulutnya dia memuntahkan banyak darah, kepalanya perlahan mendongkak, menatap wajah pria yang menyerupai dengan wajah gurunya, " Siapa kamu? dan apa kamu lakukan pada guruku? " ucapnya seraya berusaha berdiri tegak dengan susah payah.Tak lama kemudian Ayah, ibu beserta pamannya mennghampirinya. Ibunya. Dewi Ayu, menghamburkan diri seraya membantu putranya untuk berdiri. " Apa kamu baik-baik saja, Juan? " tanyanya penuh khawatir, seraya menyeka lembut darah dari wajah putranya." APA YANG KAMU LAKUKAN PADA PUTRA KU?! " ayah Juan marah, seraya menghunuskan pedang nya ke arah pria itu, sedangkan Dewi Ayu memeluk erat putranya." Benar, siapa kamu sebenarnya? kenapa kamu melakukan itu kepada keponakannku? dan apa yang kamu ingink
Hati Juan begitu hancur hanya dalam hitungan jam saja, Ayah, Paman, beserta ibunya mati tepat di depan matanya. Entah takdir apa yang tengah mempermainkannya? baru saja ia berjanji kepada gurunya, bahwa ia akan memenangkan pertarungannya dan memberikan hadiah itu untuk gurunya, Namun orang yang ia sebut guru itu ternyata bukanlah gurunya yang sesungguhnya, melaikan sosok hitam yang meniru bentuk dan sifat gurunya, tak hanya sekedar mencuri identitas dari gurunya, sosok itu juga telah membunuh kedua orang tuanya beserta pamannya dengan sadis, kepalanya tertunduk, kedua tangannya mengepal mengepal." Kenapa kamu melakukan ini semua ini? apa salah mereka? kenapa kamu membunuh mereka? " tanya Juan secara beruntun.Pria itu mendengus, berjalan menghampiri Juan , dia berjongkok menyamakan tingginya dengan Juan, tangannya menarik dagunya hingga menengadah, Pria itu menyeringai melihat sorot mata yang begitu di penuhi r