Meski merasa bersalah membohongi Laras seperti itu, Danu tidak punya pilihan lain agar dia bisa mendapatkan kepercayaan Risa. Pria itu akan mencoba sekeras mungkin supaya kedua wanita itu tidak menyadari rencananya sampai satu tujuan itu tercapai.Danu benar-benar berusaha keras membohongi Laras dan juga Risa, menempatkan dirinya di posisi yang sulit. Meski demikian, dia akan tetap melakukannya tidak peduli jika harus bersusah payah berkutat di dapur seperti yang sedang dia lakukan sore-sore begini.Meja dapur penuh dengan wadah-wadah berisi berbagai macam bahan, ada beberapa sendok yang tergeletak di meja bersama dengan bumbu-bumbu instan yang juga berbeda jenisnya. Bahkan tangan Danu pun tidak rupa tangan sebab ada gumpalan tepung yang menempel di sana.Risa yang sejak pukul dua tidur di kamar, terkejut dengan apa yang terjadi di dapur yang selalu bersih itu. “Apa yang sedang kau lakukan?” tanyanya dengan ekspresi tercengang.“Aku sedang membuat pie susu, tapi ….” Danu menghela napa
“Jadi, seminar yang kau katakan tempo hari itu cuma omong kosong?”Laras menatap Danu dengan mata melotot, mendesak agar pria itu menjelaskan mengapa dirinya berada di restoran bersama Risa, alih-alih di luar kota menghadiri seminar yang membuatnya tidak bisa pulang selama dua hari.Saat ini mereka berdua berada di depan toilet, batas antara laki-laki dan perempuan, berdebat satu sama lain dengan suara pelan, tetapi terdengar penuh emosi, terutama Laras yang merasa dibohongi.“Dengarkan aku.” Danu memegang tangan Laras dengan kuat. “Wanita itu sedang depresi, aku tidak bisa membiarkannya berlarut karena itu akan membahayakan anak Jaya!”“Dan kau berbohong padaku.” Laras masih memelototi Danu dengan perasaan campur aduk antara kecewa dan marah.“Laras, aku sama sekali tidak bermaksud membohongimu, tapi–”“Tapi kau membohongi aku sampai detik ini.” Laras menepis tangan Danu setelahnya. “Kalau aku tidak datang ke tempat ini, apa kau bahkan punya pikiran untuk berkata jujur padaku? Tidak,
Danu membuka pintu rumah dengan tergesa-gesa dan berharap menemukan Risa di sana. Namun, ketika pria itu masuk ke kamar, ruangan itu kosong melompong dan tidak ada tanda-tanda keberadaan wanita milik Jaya tersebut.Dalam waktu yang sama, Danu merasa kecewa, marah dan juga bingung dengan Risa yang mendadak berubah seperti itu dan dia tidak menemukan alasan yang paling pasti kecuali jika wanita itu sempat menguping pembicaraannya dengan Laras.“Sial kalau memang dia dengar semua itu!”Lantas, Danu menghubungi Laras untuk mengetahui di mana mereka berada jika bukan di rumah. Namun, apa yang model itu katakan membuatnya terbelalak lebar.“Dia sudah terbang ke Perancis. Dia mendengar kita berbicara dan semua terjadi begitu saja.”Tanpa menutup panggilan dari Laras, Danu berkacak pinggang sambil memejamkan mata. Dia mendongak seraya mengembuskan napas kasar agar rasa marahnya berkurang. Namun, tiba-tiba suara teriakan terdengar di ponsel Laras dan Risa yang mendengarnya hanya bisa bergidik
“Hah!” Laras mengembuskan napas lega ketika seseorang yang muncul tiba-tiba itu bukanlah Danu, melainkan Jillian. “Aku tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaanmu sekarang,” katanya sambil melangkah masuk.Jillian menyusul dengan langkah yang sama cepatnya. Meski cemas akan apa yang dilakukan Laras malam-malam begini di rumah pria yang sudah menikah, dia tetap masuk untuk sekiranya membantu membuat alasan saat Risa menaruh curiga atas kedatangan wanita itu.Begitu masuk ke rumah, Jillian menyadari jika tidak ada seorangpun yang ada di sana, kecuali dirinya dan juga Laras yang kini menuju ke kamar Danu. Dia dengan segera mengejar dan menghentikannya dengan cara menahan tangan wanita itu. “Apa yang sedang kau lakukan di sini?! Aku tahu kalau kau mungkin sedang tidak waras karena cemburu, tapi masuk ke kamar orang lain itu beda kasus!”“Kau diam saja!” Laras menyentak tangan Jillian, kemudian bergerak membuka lemari untuk menemukan tas yang Risa maksud. Begitu menemukan benda itu di la
Ah … akhirnya aku bisa ketemu sama keponakanku yang menggemaskan itu!”Margareth menghirup napas dalam-dalam setibanya di Bandara Soekarno Hatta. Ini adalah kunjungannya yang pertama setelah empat tahun yang lalu saat Risa menghubunginya untuk yang pertama kali begitu lenyap dari jangkauan orang-orang.Wanita itu kemudian menarik kopernya untuk segera memesan tiket kereta dan menerima sambutan hangat dari sang sahabat dan juga Nathan yang dirindukannya. Ibu dan anak itu bisa saja datang menjemput di bandara, tetapi seperti sebelumnya, Risa merasa tidak berani berada di tempat umum besar seperti bandara lantaran takut akan dipertemukan dengan Danu, mantan suaminya.Langkah Margareth segera masuk ke gerbong kereta setelah menunggu selama tiga puluh menit di belakang garis kuning. Mungkin satu setengah jam lagi dia akan berjumpa dengan dua orang yang membuatnya terpaksa harus berhati-hati selama ini.Enam tahun lalu ketika Margareth masih bertugas di ruangannya, seseorang tiba-tiba mener
Di sebuah kantor yang terlihat begitu suram dan dingin, Danu duduk menghadap jendela sambil memijat keningnya yang berkerut. Dia baru saja menerima panggilan luar negeri yang lagi-lagi menyampaikan informasi tidak berguna yang sama setiap tahunnya.Sudah enam tahun berlalu, tetapi dia tidak juga mendengar sesuatu tentang Risa dan anaknya yang sekarang entah ada di mana. Bahkan ketika pria itu mendatangi tempat tinggal Risa yang ada di Perancis dan mendesak Margareth mengaku pun, wanita itu mengaku tidak tahu keberadaan sang sahabat.Margareth tidak berbohong. Wanita itu memang tidak tahu di mana Risa berada dan dia cukup terkejut begitu mendengar jika sahabatnya tak lagi berhubungan dengan pria yang sebelumnya sangat ingin Risa miliki. Hingga dua tahun setelah itu, Risa menghubungi Margareth dengan nomor baru yang berasal dari Indonesia.Ponsel yang tergeletak di atas meja kembali bergetar. Tanpa menolehkan kepala, Danu mengambil benda itu dan membaca sebuah pesan singkat dari seseora
Pembukaan sanatorium di Jakarta Timur dihadiri banyak undangan, salah satunya dari taman kanak-kanak yang termasuk Nathan di dalamnya. Anak-anak itu datang bersama wali murid dan menyemarakkan acara resmi tersebut. Selain anak-anak dari sekolah terdekat, pihak rumah sakit juga mengundang pasien dari yang menjalani rawat inap karena memiliki kondisi yang kurang baik.Sembari bergandengan tangan dengan sang ibu, Nathan dan teman-temannya membawa setangkai bunga krisan yang mempunyai makna bagus, yaitu sebuah doa agar orang-orang sembuh dari segala penyakit dan panjang umur.Risa memegangi perutnya yang terasa sakit sebab sejak tadi menahan sesuatu. Acara akan dimulai dalam sepuluh menit dan jika dia menahannya lebih lama, kemungkinan dia akan menjadi pasien pertama yang di sanatorium tersebut.Lantas, wanita itu melepas genggaman tangan Nathan dan berkata, “Nathan, mama harus ke toilet sebentar. Kau harus tetap di sini bersama teman-temanmu, ya?”“Baik, Ma!”Risa kemudian melangkah perg
Margareth menutup pintu kamar Nathan setelah anak itu tertidur pulas dalam pelukannya. Karena kejadian di mana Nathan mengaku melihat ayahnya, sementara Risa mengelak jika mereka hanya mirip, anak laki-laki dengan tinggi seratus enam belas sentimeter itu merajuk dan tidak mau melihat sang ibu.Risa sedang duduk di ruang tengah saat Margareth datang. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu yang pasti berkaitan dengan sikap keras kepala Nathan seharian ini yang tidak bisa dianggap remeh. Karena seperti yang sudah diketahui, anak-anak tidak pernah berbohong dan terkadang perasaan mereka lebih akurat daripada orang dewasa.Margareth duduk di sebelah Risa, memperhatikan sikapnya yang mencurigakan, seolah-olah terganggu oleh kenyataan yang Nathan percayai. “Jadi, sekarang aku benar-benar harus tahu apa yang sebenarnya terjadi enam tahun lalu,” katanya dan Risa tak juga menanggapi. “Mungkin pria yang Nathan lihat memang ayahnya, tapi …,“Aku sungguh tidak mengerti kenapa kau bersikeras meracu