Pagi menjelang siang yang sibuk. Merlyn membawa serta Bik Sari ditambah dengan 3 orang pelayan baru untuk membantunya di kantin. Di saat jam-jam menjelang makan siang seperti ini, mereka semua sibuk berjibaku di dapur. Sebagian makanan memang ada yang sudah dimasak dari rumah, tapi sebagian lagi di masak di dapur kantin. Merlyn lumayan bisa memasak walau tidak sepintar Bik Sari yang cuma masak tumis kangkung saja enak. Tangannya juara, euy! Saat ini gas kebetulan habis. Dan untungnya abang tukang gas tiba hanya dalam waktu sepuluh menit. Alhamdullilah. Tapi Merlyn sedikit takut saat melihat warna tabung gasnya.
"Abang tukang gas. Bisa nggak kalau besok-besok nganter gas 3 kilogramnya warnanya jangan ijo begini. Saya mau yang warnanya kuning, kelabu, merah muda atau biru pun boleh. Karena kalau warna hijau, pasti nanti meledak kata abang tukang balon."
Sahut Merlyn takut-takut saat memasang tabung gas elpiji yang
"Abang polisi yakin ini mau nganterin Mer pulang? Nanti kalau Abang digebukin sama ayah dan Bang Tian bagaimana?"Merlyn mengikuti langkah Galih menuju tempat mobilnya di parkir. Wajah Merlyn tampak mendung. Ia sebenarnya memang kepengen sekali memberitahukan keluarganya tentang status abang polisinya yang sudah naik pangkat menjadi pacarnya. Tetapi ia juga tahu kalau ayah dan abangnya itu tidak begitu menyukai Galih. Sebenernya sih bukan cuma Galih. Tapi semua makhluk yang berjenis kelamin laki-laki yang menyukainya. Ayah dan abangnya sudah langsung curigaition saja. Ujung-ujungnya pasti pada berantem semua. Merlyn tidak ingin wajah ganteng abang polisinya jadi jelek kayak kue cake jatuh ke aspal. Hancur tak terbentuk lagi pastinya. Pada Bintang saja, ia terus mewanti-wanti untuk tidak mengatakan apa-apa. Ia belum siap kalau keluarganya menolak abang polisinya. Jelasnya, ia tidak sanggup disuruh putus saat sedang sayang-sayangnya.
"Maksud kamu, kamu tidak memerlukan restu saya, karena restu saya itu tidak penting selama anak saya mau-mau saja, begitu Galih?" Chris merasa darahnya naik semua ke kepalanya."Kamu tahu Galih, bagi semua orang tua di dunia ini, kebahagiaan anak dan istrinya adalah hal nomor satu baginya. Saya adalah orang pertama yang melihatnya lahir, menimangnya, menggendongnya, mengajari tentang kehidupan. Memeluknya ketika ia menangis. Membesarkan hatinya ketika ia bersedih. Dan menjaganya siang malam ketika dia sakit. Saya adalah orang pertama yang akan pasang badan untuk melindunginya jika ada orang yang berani coba-coba untuk menyakitinya. Saya sudah mencintainya, sejak ia ada dalam rahim ibunya. Saya melakukan itu semua selama 25 tahun usianya. Bukan berarti saya ini ayah yang hebat. Tapi karena semua ayah yang ada di muka bumi ini pasti akan melakukan apa yang saya lakukan. Begitulah peran seorang ayah dalam kehidupan anak-anaknya.Dan kini kamu
Drttt... drrtt... drttt..."Assalamualaikum, Bu. Ada apa Ibu menelepon Galih di jam-jam seperti ini? Ibu sakit?" Galih langsung deg-degan saat menerima telepon dari ibunya pada jam-jam kerja seperti ini. Ibunya biasanya hanya meneleponnya di atas jam 6 sore, itu pun jarang-jarang. Hanya apabila ia belum pulang dinas dari jam yang seharusnya."Waalaikumsalam, Nak. Bukan Ibu yang sakit, Lih. Tapi Pak Herman. Pak Herman kritis dan saat ini ada di ruang ICU bersama dengan Arini. Kamu bisa ke sini sebentar, Nak? Kata Rini, ayahnya ingin berbicara dengan kamu. Bisa, Nak?" "Iya Bu. Galih akan ke rumah sakit sekarang. Galih izin atasan Galih dulu sebentar ya, Bu? Setelah itu Galih akan langsung ke sana. Galih tutup dulu teleponnya ya, Bu. Assalamualaikum."Galih tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Pak Herman. Pasti beliau ingin membicarakan masalah perjodohannya denga
"Abang kok tumben jam segini bisa ke sini? Abang nggak kerja? Oh penjahatnya juga perlu makan siang dulu kali ya, Bang? Biar kuat nanti larinya kalo pas Abang kejar-kejar. Hehehe... ayo Bang, duduk sini. Abang mau makan apa?" Senyum manis Merlyn menghadirkan dua dekik kecil di pipinya. Merlyn senang sekali abang pacarnya datang mengunjungi kantinnya."Sepertinya di sini juga banyak penjahat, Mer. Cuma kamu tidak menyadarinya saja." Sahut Galih kalem. Tapi tatapannya tampak begitu tajam dan mengancam kepada para executive muda yang seketika tampak tidak berkutik. Galih dengan sengaja memperlihatkan sedikit glock 17nya soalnya. Bagaimana mereka tidak keder? "Hah? Masa sih, Bang? Bahaya banget kalau penjahat bisa sampai masuk ke sini? Lagian apa lah yang mau dicuri di sini, coba? Paling cuma makana
"Kamu mau ke mana, Galih? Ini masih jam tujuh lewat lima menit, tapi kamu sudah mau pulang aja. Ayo sini dulu, temani saya main catur. Kemarin saya sengaja mengalah hanya karena saya tidak mau membuat kamu kehilangan muka di depan si Mer. Kan nggak keren amat kalau baru aja jadian, tapi kamu sudah kalah saja sama saya. Saya hanya menjaga perasaan putri saya. Nanti dia malu kalau pacarnya yang dia puja-puja setinggi langit, malah keok di tangan ayahnya sendiri. Kan ngenes bener."Chris yang sebenarnya sejak dari pukul empat sore tadi terus saja menunggu Galih datang, langsung membawa kotak catur ke ruang keluarga. Ia ingin kembali menjajal kemampuan catur calon menantu polisinya ini. Tian terlalu sibuk mengurus istrinya yang sedang hamil muda, sementara ia sendiri mengidam muda. Istrinya yang hamil, tapi bukan istrinya yang mengidam. Malah yang mendonor sperma yang mengidam. Anak menantunya saat ini seperti sedang bertukar peran saja.
"Kenapa semua jadi berantakan begini, Kompol Galih Kurniawan Jati? Misi bukan hanya gagal total tapi sampai memakan korban jiwa. Pak Kapolri tadi langsung menegur saya dengan keras. Saya sangat kecewa atas kinerja satuan kalian kali ini! Apakah ada anak buah Anda yang membocorkan tentang misi kita kali ini, Kompol Galih?" Raungan kemarahan Orlando membuat Galih dan para anak buahnya meringis ngeri."Tidak Pak Irjen! Saya sangat yakin dengan kesetiaan para anak buah saya, Pak Irjen! Saya juga yakin bahwa Bripda Astuti tidak berkhianat." Galih menerima semua kemarahan, kekecewaan dan kesalahan yang dibebankan padanya dengan sikap kesatria dan lapang dada. Ia juga sama sekali tidak berupaya untuk membela diri. Misinya memang gagal, dan ia bukan type orang yang suka mencari kambing hitam.Tapi, Galih tidak akan terima saat atasannya sendiri mencurigai para anak buahnya tanpa adanya alat bukti yang cukup, dan han
Jam dua belas tepat. Merlyn mulai sibuk melayani pelanggan yang terus saja berdatangan ke kantinnya. Bik Sari bolak-balik mengecek menu yang habis. Sementara dua pelayan lainnya hilir mudik menyajikan pesanan makanan yang diorder oleh para pelanggan. Saat pandangan Merlyn secara tidak sengaja terarah pada meja nomor lima, ia menghela nafas panjang. Thalita dan Bianca. Dua seniornya di kampus dulu yang mempunyai hobby utama membullynya. Mereka baru berhenti membullynya setelah ayahnya memergoki mereka berdua sedang mengejeknya dengan kata-kata anak idiot dan melemparkan sepatu kirinya ke dalam closet kampus.Mereka berdua hampir saja di keluarkan oleh Om Raja selaku Rektor di UPH, atas tindakan tidak terpujinya. Hanya saja ia yang kala itu kasihan melihat kedua orang tua Thalita dan Bianca, yang terus saja memohon-mohon maaf padanya agar anak-anak mereka tidak di keluarkan, tidak tega juga. Singkat kata ia memaafkan mereka berdua dengan ca
"Abang polisi!" Merlyn segera melepaskan pelukan George dan berjalan cepat menghampiri Galih. Ia sebenarnya malu ribut-ribut di kantin seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, mereka bertiga inilah yang selalu saja mencari masalah dengannya.Galih memandang George dengan tajam. Berusaha mengingat sinar mata coklat keemasan itu apakah orang yang sama. George yang dipandangi seintens itu oleh Galih, hanya menyeringai lucu. Sorot matanya yang tadi begitu dingin kembali bersinar jenaka. Ia balas menatap Galih sambil menahan tawa."Maaf ya, Pak Polisi. Saya ini straight. Anda tidak perlu memandangi saya sampai sedalam itu. Orientasi seksual saya masih normal. Saya hanya tegang kalau dipandangi seintens itu oleh makhluk yang berjenis kelamin perempuan. Saya tidak akan tergetar jika dipandangi oleh makhluk berbatang, setampan apapun penampakannya. Saya harap Anda mengerti, Pak Polisi." George kembali cengengesan sambil mel