Desa Ranu Pani
Bagi sebagian orang yang mengenal Desa Ranu Pani, mungkin itu adalah sebuah desa yang terlihat indah dan nyaman.Desak yang terletak di dataran tinggi kerap dijadikan tempat pemberhentian terakhir bagi para pendaki yang ingin mendaki puncak Gunung Semeru.Berada di dataran tinggi tentu saja membuat tempat ini memiliki suhu yang sangat dingin.Selain dingin, desa ini juga memiliki keindahan alam lainnya, sebuah desa yang asri dan sejuk dikelilingi pepohonan tinggi yang menjulang, beragam tumbuhan liar dan sebuah danau yang kerap dikunjungi pengunjung yang datang.Penduduk lokal yang sangat bersahabat, sangat sederhana, dan juga beberapa dari penduduk di tempat itu memilih bercocok tanam sebagai sumber mata pencaharian.Hal yang sama dilakukan oleh sebuah keluarga kecil, keluarga yang terdiri dari seorang ibu dan ketiga anaknya.Seorang wanita paruh baya, duduk di teras gubuk sederhana, satu-satunya tempat untuk berkumpul yang dia miliki.Si ibu tampak sudah bersiap, dengan beberapa peralatan kebun yang sudah tersusun rapi di atas meja kayu tua, dan tidak lupa satu rantang berisi bekal makan siang juga sudah disiapkannya."Yo, cepat kita sudah terlambat." Sang ibu menyambut putri sulungnya yang baru saja kembali dari mengantar kedua adiknya bersekolah." . . . . " sang putri tersenyum dan segera menyimpan sepeda peninggalan sang ayah.Gadis cantik berusia delapan belas tahun. Sebagai gadis kampung, itu usia yang sudah cukup untuk seorang gadis menikah.Tapi meskipun sudah memasuki usia pernikahan, gadis itu begitu polos dan lugu.Yotta, nama gadis desa putri tertua dari keluarga sederhana. Gadis polos yang hanya tamatan Sekolah tingkat Pertama.Himpitan ekonomi membuat Yotta tidak dapat melanjutkan pendidikan, belum lagi setelah kematian sang ayah, ditambah dengan sang ibu yang sakit-sakitan tentu saja tidak sanggup jika harus membiayai kehidupan mereka semua.Yotta mengalah, membiarkan kedua adik kembarnya untuk bersekolah.Dua bocah lucu yang saat ini tengah duduk di bangku sekolah dasar, kedua bocah yang menjadi obat untuk dirinya dan juga sang ibu di kala penat bekerja."Bu, hari ini ladang siapa yang akan kita kerjakan?" tanya Yotta ketika tiba dihadapan sang ibu."Ladang pak Pur, mereka kekurangan orang untuk membantu memanen." Jawab sang ibu."Bu, bukannya mereka sudah mulai memanen beberapa hari yang lalu?" tanya Yotta lagi."Ya, kita akan menyelesaikan sisanya, sekalian bersih-bersih. Mungkin saja kita bisa mendapatkan sisa sayuran yang bisa dijual ke pasar." Jawab wanita paruh baya.Yotta dan sang ibu tidak memiliki pekerjaan tetap, mereka bekerja apa saja yang bisa menghasilkan uang.Kadang mereka akan berjualan dipasar, kadang juga membantu menanam di kebun milik warga, membersihkan kebun, dan tenaga mereka juga akan sangat berguna jika musim panen tiba.Dulu sewaktu sang ayah masih hidup, mereka juga memiliki sebuah ladang dan usahanya sendiri.Tapi beberapa tahun belakangan ladang yang menjadi satu-satunya harta yang tertinggal terpaksa mereka jual, sang ibu membutuhkan pengobatan dan mereka tidak memiliki tabungan untuk biaya rumah sakit.Sekarang kehidupan mereka hanya bergantung pada orang-orang yang membutuhkan tenaga keduanya.Sesekali jika pemilik kebun membagi sedikit dari sayuran hasil panen, mereka akan menjualnya ke pasar.Hal itu mereka lakukan agar ada tambahan uang, karena di samping gubuk yang mereka miliki, Yotta dan sang ibu juga menanam sayuran untuk kebutuhan mereka sehari-hari.Ibu dan anak itu berjalan, menyusuri jalan tanah kuning berkerikil untuk segera sampai di ladang.Yotta menikmati harinya dengan santai, melakukan apapun tanpa beban.Gadis cantik itu bersenandung riang, mengiringi langkah keduanya.Bersambung_"Yo, apa kau tidak ingin menikah?" tanya sang ibu."Kalau aku menikah, bagaimana dengan kalian?" Yotta balik bertanya.Pernikahan adalah hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya, dia tidak ingin berpisah dari ibu dan kedua adiknya."Tapi Yo, kau sudah cukup umur. Tidak baik berlama-lama hidup sendiri, apa kau mau jadi perawan tua," goda sang ibu, menyenggol bahu anaknya."Tidak apa, aku tidak ingin menikah," tegas Yotta." Hmmm baiklah, ibu tidak ingin memaksamu. Tapi ingat Yo kedua adikmu, jangan pernah lupakan mereka," ucap sang ibu."Siaap!! Aku selalu mengingat itu dalam kepalaku," jawab Yotta, gadis itu tersenyum manis.Senandung itu kembali terdengar, suara lembut yang dimilikinya membuat syair itu mengalun dengan indah.Tidak lama ibu dan anak itu sudah tiba, sang ibu meletakkan semua barang-barang di pondok sebelum turun ke ladang memulai apa yang harus mereka kerjakan.Hari ini mereka memanen sayuran, waktu berlalu begitu cepat saat keduanya disibukkan oleh kegiatan mengumpu
Keduanya kembali mengangkat suapan dari makanan yang mereka miliki saat ini, sang ibu beberapa kali menatap putri tertuanya itu.Raut wajah wanita itu tampak sedih, banyak hal mengganggu pikirannya hari ini.Tapi sebagai seorang ibu, dia tidak ingin membebankan anaknya, terlebih Yotta, putrinya itu sudah cukup banyak membantu.Selain membantu di ladang, dia juga harus mengurus kedua adiknya dan beberapa pekerjaan rumah lainnya.Seorang anak perempuan yang seharusnya, berdandan cantik menggunakan bedak dan pakaian yang bersih.Tapi putrinya berbeda, meskipun sudah berusia delapan belas tahun, Yotta masih terlihat seperti remaja.Dia begitu polos, baik dari perilaku dan juga penampilannya, Yotta tidak suka berdandan, apalagi berpakaian aneh seperti wanita muda pada umumnya.Dia akan terlihat semakin dibawah usianya, ketika bermain bersama kedua adik kembarnya.Sang ibu menyudahi makanannya, merapikan peralatan makan dan mencuci tangan.Sejenak wanita itu duduk diam, menatap lurus pada l
Desa Ranu Pani.Seorang gadis muda sedang mengayuh sepeda tua, membawa dua anak kecil yang terlihat mirip dengan seragam sekolah dasar yang mereka kenakan.Yora dan Yoga, anak kembar yang berusia sepuluh tahun, meskipun mereka kembar tapi Yora memiliki tubuh yang lebih besar dari kakak kembarnya.Ketiga saudara itu sedang melewati perjalan pulang ke rumah, tawa sesekali hadir di antara ketiganya, saat sepeda tua itu tidak sengaja menginjak batu kerikil dan membuat Yotta kesusahan mengendalikan sepedanya."Kakak, kenapa kau begitu payah!! " ejek Yoga yang di depannya."Apa kau bisa membawa sepeda ini, memberikan tumpangan untukku dan juga Yora?" Ucap Yotta, mencium pipi anak kecil yang mengejeknya."Aku tidak mau, tunggu aku besar. Aku akan membeli sepeda motor untuk membawamu berkeliling." Jawab Yoga."Benarkah? Tapi kau harus bisa bersepeda lebih dulu." Sela Yotta."Kakak, dia akan membeli sepeda motor yang punya roda empat," timpal Yora yang duduk di belakang."Kau lihat nanti, jika
Yotta meninggalkan mereka berdua, dia harus pergi ke hutan yang tidak terlalu jauh dari belakang gubuk mereka.Masih banyak waktu tersisa menjelang sore hari, Yotta berniat untuk mencari kayu bakar.Di dalam hutan Yotta mengumpulkan batang dan ranting dari pohon-pohon yang sudah tumbang ataupun yang sengaja di tebang oleh penduduk.Baginya mendapatkan kayu bakar sama dengan mendapatkan uang, dengan kayu-kayu itu mereka bisa menyalakan api untuk memasak makanan dan merebus Air.Kadang mereka juga menggunakan kayu itu untuk menghangatkan tubuh ketika cuaca sangat dingin di malam hari.Berbeda dengan penduduk yang lain, tempat tinggal mereka sedikit jauh di pinggir desa, bisa dikatakan mereka sudah dihutan, dan gubuk yang mereka miliki sudah cukup tua, tentu tidak bisa menahan udara dingin yang berhembus dimalam hari dengan baik.Semua kayu bakar sudah terkumpul, Yotta berhenti ketika itu dirasa sudah cukup, tubuhnya tidak terlalu kuat untuk membawa beban yang begitu berat.Gadis muda it
"Yo!!!,"Pria muda yang mengendarai sebuah motor berhenti tepat di depannya."Angga?" Yotta melihat wajah si pengendara dengar cermat."Ya, ini aku," jawab Angga."Ga, aku senang bertemu denganmu tapi aku sedang terburu-buru, besok aku akan menemuimu," ucap Yotta, melangkah untuk segera pergi."Tunggu, apa yang sedang mengejarmu?" tanya Angga menahan gadis yang telah lama tidak ditemui."Ngga, aku sedang mencari ibuku, dia belum kembali dari pasar, aku takut sesuatu terjadi padanya." Jawab Yotta, meskipun sudah berusaha tenang, tapi saat ini dia benar-benar sedang panik."Baiklah, kalau begitu aku akan mengantarmu. Cepat naik, kita bisa menghemat waktu," balas Angga."Angga maaf, aku tidak ingin merepotkan dirimu, tapi sekarang aku tidak punya pilihan," jawab Yotta, menerima tawaran itu dan segera naik ke atas sepeda motor."Tenanglah, bukankah aku temanmu. Tidak masalah jika sesekali kau merepotkan diriku." Angga menarik gas sepeda motornya dan segera pergi.Bersama Angga, Yotta menc
Melihat sesuatu yang tidak biasa, Yotta dan Angga bergegas untuk secepatnya tiba.Tidak lama kendaraan itu akhirnya menepi, Yotta turun dari motor, bibirnya tiba-tiba terkunci, menatap ragu pada penduduk yang memadati teras rumahnya.Kenangan ketika sang ayah meninggal, kembali dalam ingatan gadis itu, sama seperti hari ini penduduk desa beramai-ramai datang.Langkah gadis itu terasa berat, lidahnya kaku ketika beberapa orang menatap iba dengan air mata menggenang kearahnya.Seketika jiwanya terasa hening, hatinya membeku tidak ada lagi keributan dalam pikirannya yang tiba-tiba kosong."Ibu!!!!!!""Ibu!!!!!!" Suara teriakan Yora memecah keheningan, mengembalikan gadis itu pada kesadaran.Seketika langkah itu menjadi ringan, Yotta menghambur masuk, tidak memperdulikan banyaknya orang yang melihat, bahkan Angga juga luput dari pandangannya.Langkah itu terhenti, kedua mata gadis itu membulat sempurna, wajahnya seketika pucat pasi.Seorang wanita paruh baya yang tengah dicari terbujur ka
Yo, sudah waktunya,” bisik Angga yang baru saja masuk keruangan itu.Yotta dan kedua adiknya menyingkir, membiarkan orang-orang membawa tubuh kaku sang ibu untuk melewati proses lain sebelum dikuburkan.Setelah melewati rangkaian proses itu, bersama penduduk desa Yotta dan kedua adiknya berjalan menuju tempat peristirahatan terakhir sang ibu.Sebuah tempat pemakaman umum, dimana penduduk setempat dikuburkan menjadi tujuan mereka.Yotta melangkah gontai, dengan si kembar yang memegangi tangan kiri dan kanannya.Ketiganya berjalan beriringan, mengikuti orang-orang yang sedang membawa jasad sang ibu.Tidak lama mereka tiba, beberapa orang juga sudah menunggu di sana, tubuh sang ibu perlahan diturunkan.Sebuah lubang besar sudah menunggu, untuk menyambut tubuh wanita itu dalam tidur panjangnya.Yotta tidak lagi dapat menahan diri, ketika beberapa orang mulai turun untuk menanam tubuh ibunya.Gadis muda itu sekali lagi berteriak, ambruk di tanah dan merintih pilu, perlahan tubuh sang ibu su
Pertemuan yang seharusnya membuat kedua teman masa kecil itu berbahagia saat ini, tapi duka yang terjadi membuat pertemuan itu terasa berbeda.Angga tidak banyak bersuara, Yotta yang dikenalnya adalah sosok gadis yang sedikit tomboy, bukan dari penampilannya yang biasa saja melainkan apa yang dulu mereka lakukan bersama.Ketika Yotta kecil meskipun seorang perempuan, tapi dia cukup lincah memainkan segala permainan yang berhubungan dengan anak laki-laki.Yotta sangat lincah memanjat pohon, dia tidak akan takut sekalipun pohon yang tidak bercabang.Tapi gadis yang di hadapannya saat ini tampak berbeda, selain parasnya yang bertambah cantik, kepribadiannya juga sedikit berubah.Tidak ada lagi Yotta kecil yang tomboy, sekarang dia berubah menjadi gadis muda seperti pada umumnya.Terlebih saat ini, dengan kedua mata sembab itu semakin membuatnya tampak menjadi sosok gadis lemah dan lembut.Sosok yang begitu hangat dan penyayang dengan kedua adiknya, Angga tidak pernah berpikir waktu begit